Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

diharapkan peneliti yaitu 70, sehingga membutuhkan tahapan lanjutan guna meningkatkan kemampuan tersebut. Perbaikan pun perlu dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Diidentifikasi dari tiap-tiap indikator kemampuan pemecahan masalah matematika, terdapat tiga indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan tersebut, yakni kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah, dan menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada tes kemampuan pemecahan masalah siklus I, didapatkan persentase sebagai berikut : Tabel 4.3 Persentase Per Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah No. Indikator Skor Ideal Hasil ̅ 1. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah 8 6,4 80,2 2. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah 8 4,7 59 3. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin 8 3,9 48,7 Jumlah 24 15 Persentase yang disajikan di dalam tabel 4.3 diatas, disajikan skor ideal dan skor rata-rata perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik tiap indikator. Skor ideal digunakan sebagai acuan skor kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Skor ideal ini juga digunakan sebagai dasar dalam penentuan presentase indikator kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Berdasarkan tabel tersebut, persentase rata-rata indikator kemampuan pemecahan masalah adalah 62.5. Persentase rata-rata yang didapatkan ini belum memenuhi kriteria penelitian yang diajukan oleh peneliti yaitu 70. Sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik beserta kemampuan perindikatornya. Penelitian lanjutan membutuhkan berbagai perbaikan-perbaikan guna mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Persentase yang telah diberikan pada tabel tersebut, juga dapat digambarkan secara visual menggunakan diagram batang. Hasil persentase tersebut dapat digambarkan secara visual mengunakan diagram batang sebagai berikut: Gambar 4.8 Persentase Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I Berdasarkan data yang ditampilkan pada diagram di halaman sebelumnya, kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah memperoleh persentase tertinggi dibandingkan kemampuan lainnya. Peringkat kedua di tempati oleh kemampuan dalam membuat dan menafsirkan model matematika, dan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Indikator I Indikator II Indikator III Persentase persentase terkecil ditempati oleh kemampuan menyelesaikan soal yang tidak rutin. Berdasarkan hasil test siklus I, dapat dilakukan analisis terhadap hasil dari tiap-tiap indikator sebagai berikut : a Kemampuan Mengorganisasi Data dan Memilih Informasi yang Relevan dalam Pemecahan Masalah Data skor hasil tes kemampuan pemecahan masalah siklus I menemukan bahwa kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah mendapatkan persentase tertinggi yaitu 80,2. Persentase ini merupakan persentase tertinggi yang didapatkan dibandingkan presentase lainnya. Dalam mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan, kemampuan peserta didik sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari jawaban yang dituliskan peserta didik di dalam menyelesaikan soal tes siklus. Kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan mencakup kemampuan peserta didik dalam membuat diketahui dari sebuah permasalahan yang diberikan, kemudian menentukan cukup, kurang atau berlebihkah informasi yang diketahui untuk menyelesaikan permasalahan, serta menyelesaikan permasalahan tersebut. Sebagian besar peserta didik mampu membuat diketahui dari suatu permasalahan, kemudian menentukan apakah data yang diketahui tersebut sudah cukup, kurang atau berlebih untuk menyelesaikan permasalahan. Dengan menentukan cukup, kurang atau lebihnya informasi yang diketahui dari soal, maka peserta didik dapat menentukan informasi apa saja yang digunakan dalam penyelesaian masalah. Dengan pengorganisasian data yang baik, dan pemilihan data yang relevan, akan mempermudah peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Beberapa peserta didik yang telah menentukan informasi yang relevan dengan baik, melakukan kesalahan dalam perhitungan akhir. Hal ini disebabkan beberapa peserta didik masih belum lancar dalam melakukan proses perhitungan bilangan bulat maupun bilangan pecahan. Instrument tes siklus I yang diberikan untuk mengukur indikator tersebut sebanyak 2 butir soal. Berikut disajikan dokumentasi penyelesaian yang diberikan oleh peserta didik pada salah satu soal tes siklus : Gambar 4.9 Contoh Jawaban Indikator 1 b Kemampuan Membuat dan Menafsirkan Model Matematika Indikator ini mendapatkan pesentase sebesar 59 pada tes kemampuan pemecahan masalah siklus I. Dalam hal ini, peserta didik diminta untuk membuat sebuah model matematika berkenaan dengan masalah yang diberikan, kemudian menafsirkan model tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Sebagian besar peserta didik menggunakan variabel x atau y dalam membuat pemisalan suatu benda untuk membuat model matematika, namun sebagian yang lain menggunakan huruf depan suatu benda tersebut dalam membuat permisalan, seperti panjang suatu persegi panjang disimbolkan dengan p, dan lebar persegi panjang disimbolkan dengan l. Kemampuan membuat model dan menafsirkan model merupakan salah satu kemampuan yang cukup penting dalam menyelesaikan Jawaban yang tepat Jawaban yang kurang tepat permasalahan, hal ini terlihat apabila seorang peserta didik salah dalam menentukan model matematika dari suatu permasalahan, maka ia akan melakukan kesalahan dalam penyelesaian model tersebut, sehingga solusi yang didapatkan akan salah. Membuat model dari sebuah masalah matematika memerlukan ketelitian yang cukup tinggi. Bukan hanya pada membuat permisalan, namun juga memaknai kalimat-kalimat suatu masalah yang akan diubah kedalam kalimat matematika. Berikut adalah contoh jawaban peserta didik dalam membuat permodelan : Gambar 4.10 Contoh Jawaban Indikator 2 c Kemampuan Menyelesaikan Masalah yang Tidak Rutin Hasil tes kemampuan pemecahan masalah siklus I menunjukan kemampuan menyelesaikan masalah yang tidak rutin merupakan kemampuan yang mendapatkan persentase terendah dibandingkan kemampuan pemecahan masalah lainnya. Persentase yang didapatkan Jawaban yang tepat Jawaban yang kurang tepat indikator ini hanya 48,7. Kemampuan menyelesaikan masalah yang tidak rutin merupakan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal yang belum pernah didapatkan sebelumnya oleh peserta didik. Bukan hanya soal, namun juga bentuk soal atau tipe soal yang diberikan sebagai latihan maupun PR di dalam pembelajaran. Berbagai cara dapat digunakan dalam menyelesaikan soal yang diberikan, asalkan cara yang digunakan tersebut rasional, logis, dan benar. Kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang tidak rutin rendah, hal ini dikarenakan sebagian besar menggunakan penyelesaian yang tidak logis, dan salah dalam melakukan perhitungan. Oleh karena itu, skor yang didapatkan cukup rendah, karena tidak mencapai 50. Berikut adalah salah satu penyelesaian peserta didik tepat dan kurang tepat : Gambar 4.11 Contoh Jawaban Indikator 3

2. Aktivitas Peserta Didik

Penilaian pembelajaran tidak hanya didasarkan pada kemampuan pemecahan masalah peserta didik, namun juga kepada aktivitas peserta didik di dalam pembelajaran matematika. Penilaian aktivitas peserta didik menggunakan lembar observasi yang diisi oleh guru pengampu mata Jawaban yang tepat Jawaban yang kurang tepat pelajaran matematika. Lembar observasi diberikan pada setiap pertemuan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual. Sebagai salah satu aspek dalam pendekatan kontekstual, penilaian nyata mendasari penilaian bukan hanya sekedar penilaian sederhana, melainkan beberapa bentuk penilaian lain. Beberapa aspek yang diukur berdasarkan hasil observasi peserta didik yang dinilai oleh guru pengampu mata pelajaran guru kolaborator, persentase kegiatan aktivitas peserta didik di dalam kelas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.4 Skor Aktivitas Peserta Didik Siklus I Aktivitas Peserta Didik Pert. I Pert. II Pert. III Pert. IV Rata- rata Menyelesaikan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual 89,66 79,31 68,97 65,52 75,87 Mengajukan atau menjawab pertanyaan guru 68,97 65,51 51,72 62,07 62,06 Mempresentasikan hasil diskusi kelompok 44,83 51,72 34,48 65,52 49,14 Menyampaikan idegagasan 58,62 48,28 51,72 31,03 47,41 Membuat kesimpulan 68,97 62,07 48,28 72,41 62,93 Bekerja sama di dalam kelompok 68,97 48,28 58,62 72,41 62,07 Rata-rata Keseluruhan 59,92 Berdasarkan data yang didapatkan dalam tabel skor aktivitas peserta didik, rata-rata aktivitas peserta didik di dalam pembelajaran matematika di kelas pada siklus I termasuk dalam kategori aktif dengan persentase sebesar 58,04. Skor persentase terendah dimiliki oleh indikator menyampaikan ide atau gagasan, sedangkan aktivitas tertinggi yaitu menyelesaikan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual. Aspek menyampaikan idegagasan di dalam kelas tidak berjalan dengan baik seperti aspek lainnya. Hal ini dikarenakan sifat malu-malu dan ketertutupan peserta didik dalam menyampaikan idegagasan yang mereka miliki. Peserta didik cenderung lebih menyukai pembelajaran dengan melibatkan guru secara aktif, sedangkan mereka hanya berperan dalam penerima materi apa yang disampaikan. Ketika peneliti berusaha untuk memberikan umpan balik suatu materi pembelajaran, peserta didik cenderung pasif, dan hanya mengikuti apa yang dikerjakan ketua kelompok saja. Setelah ketua kelompok mencoba mengemukakan idegagasan mereka, sebagian yang lain hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh ketua kelompok. Hal ini menunjukan ketergantungan yang berlebihan dilakukan oleh anggota kelompok terhadap ketua kelompok mereka masing-masing, sehingga anggota kelompok malu-malu dan ragu untuk menyampaikan idegagasan mereka masing-masing. Aspek aktivitas peserta didik yang mendapatkan skor rendah adalah mempresentasikan hasil diskusi kelompok, yaitu sebesar 49,14. Skor terendah yang didapatkan oleh aspek ini terjadi pada pertemuan ke III. Hal ini dikarenakan peserta didik masih ragu-ragu dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan penerapan persamaan linear satu variabel dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik masih ragu dalam membuat model matematika suatu permasalahan, sehingga mereka tidak yakin dengan hasil yang telah mereka dapatkan. Dari beberapa pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan observer, beberapa kelompok masih melakukan kesalahan dalam permodelan, sehingga membuat kesalahan dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Kesalahan yang dibuat dalam pemodelan matematika pun cenderung sama. Terlebih lagi, beberapa peserta didik yang telah mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya terlihat malu-malu untuk menjelaskannya, sehingga suara

Dokumen yang terkait

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Pada Materi Kesebangunan Dan Kekongruenan (Penelitian Tindakan Kelas Di Mts Sa Raudhatut Tauhid)

4 23 250

Improving students’ skill in writing procedure text through picture sequences: a classroom action research at the ninth grade of MTs Negeri Tangerang 2 Pamulang

0 3 118

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 3 307

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sma Materi Persamaan Lingkaran Di Sma Negeri 90 Jakarta

2 11 246

Pengaruh pembelajaran kontekstual dengan strategi react terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika (studi eksprimen di MTSN Tangerang II Pamulang)

2 42 251

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 8 307

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN KONTEKSTUAL PADA MATERI ALJABAR Strategi Pemecahan Masalah dalam Menyelesaikan Permasalahan Kontekstual pada Materi Aljabar Mahasiswa.

0 3 15

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI PERBANDINGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA.

0 4 45

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SMP Taufiq

0 0 13