Analisis Data DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

informasi yang diketahui dari permasalahan yang diberikan, untuk kemudian ditentukan cukup atau tidaknya informasi tersebut dalam menyelesaikan permasalahan dan menggunakan informasi tersebut dalam menyelesaikan permasalahan. Peserta didik mampu menuliskan informasi yang diketahui dengan baik di dalam permasalahan. Meskipun begitu, masih terdapat beberapa peserta didik yang keliru dalam menentukan cukup atau tidaknya informasi tersebut dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Indikator ini mengalami peningkatan sebesar 7,3 pada siklus II. Kejelasan langkah-langkah penulisan informasi yang diketahui dari permasalahan membuat peserta didik terbiasa dalam mengorganisasi data. Selain itu, hal ini memberikan kemudahan dalam menyelesaikan permasalahan yang harus diselesaikan oleh peserta didik. Aspek konstruktivisme dan inkuiri di dalam bahan ajar lebih ditekankan pada awal materi sehingga membuat pemahaman peserta didik lebih baik. Selain itu, peningkatan persentase tersebut juga dikarenakan peserta didik sudah terbiasa untuk menentukan informasi yang diketahui dari suatu permasalahan. b. Kemampuan membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah juga mengalami peningkatan persentase pada siklus II. Ketika menyelesaikan permasalahan yang diberikan, peserta didik terbiasa menngunakan variabel x atau y dalam membuat model matematika dari suatu masalah. Namun demikian, terdapat beberapa peserta didik yang menggunakan abjad pertama dari kata yang akan dibuat permisalannya. Beberapa peserta didik sudah mampu membuat dan menafsirkan model matematika dengan baik, namun ada juga peserta didik yang salah dalam melakukan perhitungan setelah membuat dan menafsirkan model matematika dengan baik. Indikator ini mengalami peningkatan sebesar 12,55 pada siklus II. Bahan ajar siklus II yang diberikan kepada peserta didik memuat langkah-langkah penyelesaian yang harus diselesaikan oleh peserta didik untuk membuat dan menafsirkan model matematika di setiap permasalahan. Hal tersebut mampu membiasakan peserta didik untuk membuat dan menafsirkan model matematika dengan baik. Selain itu, peserta didik sudah mulai terbiasa dalam membuat dan menafsirkan model matematika. Beberapa hal tersebutlah yang menyebabkan peningkatan persentase indikator ini. c. Indikator menyelesaikan permasalahan yang tidak rutin merupakan indikator yang mendapatkan presentase terendah di setiap siklusnya. Meski demikian, indikator ini juga mengalami peningkatan pada siklus II yaitu sebesar 6,9. Pengasahan kemampuan ini dilakukan dengan meminta peserta didik untuk mengerjakan soal-soal tantangan dengan baik. Soal-soal tantangan merupakan salah satu bentuk soal tidak rutin. Sehingga peserta didik dapat lebih mengasah kemampuan mereka masing-masing dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin. Peningkatan persentase ini merupakan peningkatan persentase terendah dibandingkan peningkatan persentase indikator kemampuan pemecahan masalah lainnya. Persentase hasil kemampuan pemecahan peserta didik pada siklus I dan siklus II dapat digambarkan secara visual dengan menggunakan diagram batang seperti berikut ini : Gambar 4.16 Persentase Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 80.2 59 48.7 87.5 71.55 55.6 Siklus I Siklus II Diagram diatas menunjukan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah peserta didik meningkat pada setiap siklusnya. Indikator mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah merupakan indikator yang mendapatkan persentase tertinggi dikedua siklus. Sedangkan indikator menyelesaikan masalah yang tidak rutin merupakan indikator yang mendapatkan persentase terendah di kedua siklus. Perbandingan skor kemampuan pemecahan masalah peserta didik di kedua siklus disajikan pada tabel berikut ini : Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Statistik Siklus I Siklus II Nilai Terbesar 83,3 87,5 Nilai Terkecil 33,3 54,2 Mean 62,76 70,98 Median 65,3 69,83 Modus 45,59 dan 68,5 68,83 Standar Deviasi 14,58 9,69 Nilai yang diperoleh peserta didik pada siklus I meningkat pada perolehan nilai di siklus II. Hal ini disebabkan beberapa perubahan dilakukan pada bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual yang dibuat. Penyajian masalah disajikan dalam konteks yang biasa mereka temui dalam kehidupan sehari-hari dalam kegiatan ekonomi. selain itu, bahan ajar didesain sedemikian rupa sehingga memberikan langkah yang teratur dalam pemecahan masalah. Hal ini membuat peserta didik lebih memahami dan terbiasa menyelesaikan permasalahan. Peserta didik yang mendapatkan nilai tertinggi merupakan peserta didik yang aktif dalam pembelajaran. Sedangkan peserta didik yang mendapat nilai rendah adalah peserta didik yang pasif didalam pembelajaran serta dalam aktivitas berkelompok. Rata-rata yang diperoleh peserta didik pada siklus I meningkat sebesar 8,22 pada siklus II. Median pada siklus I yaitu 65,3 sedangkan pada siklus II mencapai 69,83. Modus pada siklus I yaitu 45,59 dan 68,5, sedangkan pada siklus II mencapai 68,83. Berbeda dengan hal tersebut, standar deviasi menurun pada siklus II. Hal ini dikarenakan beberapa peserta didik yang mendapatkan nilai rendah pada siklus I mengalami peningkatan pada siklus II. Aktivitas peserta didik di dalam pembelajaran juga mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Persentase aktivitas peserta didik di dalam pembelajaran pada siklus I dan siklus II disajikan pada tabel berikut ini : Tabel 4.13 Persentase Aktivitas Pembelajaran Peserta Didik Siklus I dan Siklus II Aktivitas Siklus I Siklus II Menyelesaikan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual 75,87 83,62 Mengajukan dan menjawab pertanyaan guru 62,06 72,415 Mempresentasikan hasil diskusi kelompok 49,14 70,69 Menyampaikan idegagasan 47,41 60,35 Membuat kesimpulan 62,93 75 Bekerja sama di dalam kelompok 62,07 77,59 Rata-rata 59,92 73,28 Ditinjau berdasarkan tabel tersebut, aspek aktivitas peserta didik di dalam pembelajaran terlihat meningkat pada setiap aspeknya. Peningkatan terbesar terjadi pada aspek mempresentasikan hasil diskusi kelompok, yaitu sebesar 21,55. Hal ini terjadi karena peserta didik yang diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok adalah peserta didik yang dianggap pasif di dalam pembelajaran. Pembelajaran siklus I didominasi oleh peserta didik yang cukup aktif dikelas, sedangkan pembelajaran siklus II peneliti lebih menekankan pada peserta didik yang pasif dikelas untuk berpartisipasi dalam kelas dengan tidak mengesampingkan peserta didik yang aktif. Untuk mempresentasikan hasil diskusi, peneliti meminta ketua kelompok yang merupakan peserta didik yang pasif di kelas. Peserta didik yang aktif di kelas juga mendapatkan peran dalam presentasi soal-soal tantangan kelompok yang diberikan. Peningkatan aktivitas tertinggi lainnya juga dimiliki oleh aktivitas bekerja sama di dalam kelompok yaitu sebesar 15,52. Pada pembelajaran di siklus II, beberapa peserta didik sudah mulai berani menyampaikan idegagasannya meskipun masih banyak yang malu-malu dan lebih memilih diam dan menerima apa yang telah dijelaskan. Aspek tertinggi yang didapatkan di kedua siklus adalah menyelesaikan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual. Peserta didik terlihat bersungguh-sungguh bersama dengan kelompok masing-masing dalam menyelesaikan bahan ajar tersebut. Aspek yang mendapatkan persentasi terendah adalah menyampaikan idea atau gagasan. Namun hal ini telah mencapai peningkatan persentase yang cukup besar dibandingkan pada siklus I. Secara visual, aktivitas peserta didik di dalam kelas disajikan dalam diagram dibawah ini : Gambar 4.17 Persentase Aktivitas Peserta Didik Siklus I dan Siklus II 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 Aktivitas 1 Aktivitas 2 Aktivitas 3 Aktivitas 4 Aktivitas 5 Aktivitas 6 Siklus I Siklus II Ditinjau berdasarkan diagram yang telah disajikan sebelumnya, peningkatan terjadi pada setiap aspek aktivitas peserta didik. Perubahan kelompok yang dilakukan oleh peneliti membuat proses pembelajaran dikelas lebih kondusif dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I. Peserta didik yang dianggap pasif dijadikan sebagai ketua kelompok, dan peneliti lebih memperhatikan peserta didik yang pasif dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok serta dalam mengungkapkan idegagasan. Hal tersebut cukup efektif dilakukan meskipun masih terdapat kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual dapat meningkatkan aktivitas peserta didik. Sejalan dengan aktivitas dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik, tanggapan positif peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual yang dilakukan juga menunjukan peningkatan pada siklus II ini. Hasil wawancara mengungkapkan bahwa bahan ajar yang digunakan menarik dan membuat peserta didik dapat berlatih menyelesaikan sebuah permasalahan dengan menggunakan kemampuan berpikir mereka. Selain itu, bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual juga dianggap dapat meningkatkan kemampuan matematis peserta didik dalam proses pembelajaran. Tanggapan peserta didik juga dirangkum dalam jurnal harian yang diberikan setiap akhir pertemuan Tanggapan peserta didik terhadap proses pembelajaran beragam, mulai dari bernilai positif, netral, hingga negatif. Hasil analisis tanggapan peserta didik dalam jurnal harian disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 4.14 Tanggapan Peserta Didik Siklus I dan Siklus II Tanggapan Siklus I Siklus II Positif 66,38 77,62 Negatif 22,41 14,66 Netral 11,21 7,71 Perbandingan tanggapan yang diperoleh terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual dapat disajikan dalam diagram berikut ini : Gambar 4.18 Perbandingan Tanggapan Peserta Didik Siklus I dan Siklus II Diagram diatas menunjukan tanggapan positif mengalami peningkatan pada siklus II. Hal ini berkebalikan dengan persentase tanggapan negative dan netral yang mengalami penurunan pada siklus II. Tanggapan positif peserta didik mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 11,24. Tanggapan positif, negatif, dan netral ini lebih didominasi berdasarkan soal latihan yang diberikan dan desain bahan aja serta langkah-langkah memahami materi yang diberikan. Ketika materi yang diberikan dirasakan mudah dipahami oleh peserta didik, maka tanggapan positif pun akan diungkapkan peserta didik dalam jurnal harian. Sebaliknya, jika materi yang diberikan terlalu sulit untuk dipahami dan mereka belum memahami materi tersebut, maka tanggapan negatif maupun netral akan diungkapkan peserta didik terhadap bahan ajar yang diberikan. Pada siklus II tanggapan negatif peserta didik mengalami penurunan sebesar 7,75. Hal yang sama juga terjadi pada tanggapan netral yang mengalami penurunan sebesar 3,5. 20 40 60 80 Positif Negatif Netral Siklus I Siklus II

C. Pembahasan Temuan Penelitian

Aspek utama yang diteliti pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual. Bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual yang akan diberikan kepada peserta didik merupakan bahan ajar yang telah melalui proses revisi berdasarkan hasil validitas bahan ajar beberapa pakar. Validitas ini sebagai salah satu cara menguji kevalidan konten yang termuat didalam bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual. Bahan ajar yang dibuat memuat ketujuh aspek pendekatan kontekstual, yaitu konstruktivisme, masyarakat belajar, bertanya, pemodelan, inquiri, refleksi, dan penilaian nyata. Berdasarkan hasil validitas yang diperoleh oleh peneliti, beberapa hal perlu dilakukan perbaikan terhadap bahan ajar yang telah dibuat. Beberapa hal yang perlu diperbaiki antara lain, kompetensi dasar, indikator pembelajaran, dan aspek kontekstual yang ada di dalam bahan ajar. Perbaikan yang dilakukan terhadap kompetensi dasar yakni dengan menambahkan dua kompetensi dasar penelitian yang disesuaikan dengan kemampuan yang akan diukur, yaitu kemampuan pemecahan masalah. Beberapa kompetensi dasar tidak ditambahkan KD penelitian dikarenakan KD tersebut untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah. Sejalan dengan Kompetensi Dasar, hal lain yang diperbaiki dalam bahan ajar yang telah dibuat adalah indikator pembelajaran. Perbaikan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kemampuan yang akan diukur. Perbaikan yang dilakukan di dalam indikator juga mengakibatkan perbaikan- perbaikan pada soal-soal latihan yang diberikan kepada peserta didik di dalam bahan ajar. Beberapa aspek pendekatan kontekstual juga perlu dicantumkan di dalam bahan ajar seperti penambahan kotak pertanyaan, pertanyaan lanjutan yang digunakan sebagai refleksi, dan penggunaan hal-hal kontekstual dalam pengkonstruksian materi pembelajaran oleh peserta didik. Penambahan gambar-gambar juga perlu dilakukan untuk hal-hal yang penting, sedangkan untuk hal-hal yang tidak penting, beberapa gambar perlu dihapuskan. Beberapa temuan lain juga didapatkan oleh peneliti dalam penelitian ini. Berikut adalah pembahasan temuan penelitian :

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dikelas merupakan hal baru yang dirasakan oleh peserta didik. Pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok juga memberikan suasana pembelajaran berbeda dari pembelajaran yang biasanya. Penerapan proses pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual dan tes kemampuan pemecahan masalah yang diberikan di setiap akhir siklus pembelajaran, dapat diketahui bahwa rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah pada siklus I yaitu 62,76. Sedangkan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah meningkat sebesar 8,22 point menjadi 70,98 pada siklus II Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik meningkat dibandingkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik awal atau sebelum melakukan penelitian yaitu sebesar 30,81. Peningkatan skor kemampuan pemecahan masalah terjadi di setiap siklus penelitian dibandingkan hasil kemampuan pemecahan masalah matematik awal. Pada proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan bahan ajar, peserta didik diminta untuk menyelesaikan langkah-langkah pembelajaran yang disusun sedemikian rupa oleh peneliti agar peserta didik mampu membangun pemahaman terhadap suatu permasalahan. Penggunaan aspek-aspek pendekatan kontekstual yang pertama adalah aspek konstruktivisme. Aspek konstruktivisme dalam bahan ajar membuat peserta didik berusaha menemukan penyelesaian suatu konteks matematika dengan pemahaman yang mereka miliki. Tidak hanya dengan aspek konstruktivisme, aspek lain dalam pendekatan kontekstual yang digunakan adalah aspek inkuiri. Aspek inkuiri dalam bahan ajar juga mampu membuat peserta didik terbiasa dalam memahami konteks masalah yang diberikan secara sistematis untuk kemudian diselesaikan. Penyelesaian permasalahan yang dilakukan secara sistematis membuat peserta didik terarah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Bahan ajar yang dibuat disusun dengan berbagai langkah-langkah proses penemuan dan pembangunan konsep awal peserta didik terhadap permasalahan yang diberikan. Hal tersebut memberikan pengalaman kepada peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan serta melatih peserta didik untuk mengkonstruksi pemahaman mereka terhadap permasalahan. Tidak hanya aspek konstruktivisme dan inkuiri yang ditekankan dalam bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual, aspek modeling juga merupakan salah satu aspek yang dicantumkan dalam bahan ajar. Aspek modeling digunakan oleh peneliti di dalam bahan ajar sebagai proses penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan penerapan materi pembelajaran ke dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan aspek ini dapat melatihkan kemampuan peserta didik dalam membuat dan menafsirkan model matematika sehingga memudahkan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Peningkatan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah tersebut juga diikuti oleh peningkatan persentase ketiga indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik. Pada indikator pertama, aspek konstruktivisme dalam bahan ajar membuat peserta didik terlatih dalam menyusun informasi yang diketahui dari suatu permasalahan untuk kemudian ditentukan kecukupan informasi tersebut dan diselesaikan. Tidak hanya menggunakan aspek konstruktivisme, aspek inkuri juga berperan dalam peningkatan tersebut. Hal tersebut dikarenakan peserta didik terlatih menyelesaikan permasalahan secara sistematis dan penemuan terhadap sebuah konsep secara individu. Pembiasaan dalam penyelesaian permasalahan menggunakan aspek-aspek pendekatan kontekstual tersebut membuat peserta didik terlatih dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Hal tersebut menyebakan kemampuan pemecahan masalah peserta didik meningkat pada siklus I dan siklus II dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematik awal peserta didik. Proses Tanya jawab yang dilakukan peneliti dengan peserta didik juga membiasakan peserta didik berpikir dan menentukan jawaban yang

Dokumen yang terkait

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Pada Materi Kesebangunan Dan Kekongruenan (Penelitian Tindakan Kelas Di Mts Sa Raudhatut Tauhid)

4 23 250

Improving students’ skill in writing procedure text through picture sequences: a classroom action research at the ninth grade of MTs Negeri Tangerang 2 Pamulang

0 3 118

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 3 307

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sma Materi Persamaan Lingkaran Di Sma Negeri 90 Jakarta

2 11 246

Pengaruh pembelajaran kontekstual dengan strategi react terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika (studi eksprimen di MTSN Tangerang II Pamulang)

2 42 251

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 8 307

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN KONTEKSTUAL PADA MATERI ALJABAR Strategi Pemecahan Masalah dalam Menyelesaikan Permasalahan Kontekstual pada Materi Aljabar Mahasiswa.

0 3 15

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI PERBANDINGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA.

0 4 45

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SMP Taufiq

0 0 13