Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. 3 Proses pemecahan masalah merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memberikan solusi terhadap suatu kendala atau permasalahan dimana solusi tersebut belum jelas dengan menggunakan pengetahuan yang telah dikenal sebelumnya. Proses ini dapat dilihat dari bagaimana peserta didik membuat penyelesaian secara sistematis dengan menggunakan kemampuan kognitif dan kreativitas mereka untuk membuat suatu model maupun langkah- langkah sistematis dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Hal ini tercantum dalam kurikulum pendidikan pada mata pelajaran matematika di Indonesia. Lebih lanjut, hal ini tertuang secara formal dalam beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika yang menuntut siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika. Menurut buku standar isi yang dikeluarkan oleh BSNP, penyusunan standar kompetensi, dan kompetensi dasar digunakan sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar matematika. Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah menurut Standar Isi adalah agar siswa mampu : 1 memahami konsep matematika, 2 menggunakan penalaran, 3 memecahkan masalah, 4 mengkomunikasikan kegiatan, 5 memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Tujuan pembelajaran tersebut membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah, merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh tiap siswa pada setiap jenjang pendidikan. Memecahkan masalah dipandang sebagai suatu proses menemukan kombinasi dari aturan-aturan yang berlaku dari apa yang telah dipelajari terlebih dahulu untuk memecahkan maupun menyelesaikan masalah yang baru. Dalam proses memecahkan masalah, bukan hanya menerapkan aturan-aturan 3 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, Surabaya : UNESA University Press, 2008, h.35. yang ada, namun lebih kepada menghasilkan pelajaran baru mengenai sesuatu yang baru. 4 Kemampuan pemecahan masalah penting dimiliki oleh setiap peserta didik agar peserta didik mampu untuk melatih daya berpikirnya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran matematika baik dalam menjawab soal-soal bentuk tidak sederhana, maupun permasalahan matematika dalam kehidupan sehari-hari Hasil penelitian yang dilakukan oleh TIMMS Trends in Mathematics and Science Study pada tahun 2011 sebagaimana dilansir pada website kompas, mengatakan bahwa pencapaian prestasi belajar peserta didik pada bidang matematika dan sains menurun. Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara peserta dengan skor 386. Hasil ini menunjukan prestasi belajar peserta didik pada bidang sains dan matematika turun 11 peringkat dari hasil penelitian TIMMS pada tahun 2007. Menurut Wono Setyabudhi, pembelajaran matematika di Indonesia masih menekankan pada penghafalan rumus dan berhitung bahkan guru pun otoriter dengan keyakinannya pada rumus-rumus dan rumus yang sudah ada. Sehingga diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik di Indonesia. 5 Hasil belajar matematika peserta didik yang dikategorikan rendah tersebut dapat dijadikan sebuah cermin bagi praktisi pendidikan di Indonesia. Berbagai permasalahan yang timbul di dalam pendidikan tentu saja membutuhkan perhatian yang serius, bukan hanya dari guru melainkan seluruh elemen masyarakat yang terlibat dalam proses pendidikan peserta didik. Perhatian utama yang ditujukan untuk para guru, mengaharuskan mereka mencari inovasi-inovasi pembelajaran matematika yang akan menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi peserta didik, dengan harapan akan meningkatkan hasil belajar serta kemampuan dasar matematika peserta didik. 4 Nasution, S, op. cit., h. 4 5 KOMPAS, Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun, 2012, http:edukasi.kompas.comread2012121409005434Prestasi.Sains.dan.Matematika.Indonesia. Menurun Proses pengklasifikasian yang dilakukan oleh TIMMS didasarkan pada pembagian level kemampuan siswa kedalam empat kategori, yaitu : kategori rendah low, kategori sedang intermediate, kategori tinggi high, dan kategori lanjut advanced. Konten matematika yang diujikan kepada peserta didik pada tiap Negara untuk tingkat VIII adalah : bilangan number, aljabar algebra, geometri geometry, data dan peluang data and chance. Hasil TIMMS tahun 2011, menyatakan bahwa presentase pada tiap kategori kemampuan peserta didik Indonesia pada bidang matematika adalah sebagai berikut : low 43, intermediate 15, high 2, sedangkan advanced 0. Kategori tersebut dibuat berdasarkan kategori kemampuan peserta didik dari tingkat ranah kognitif yang berbeda, mulai dari knowing, applying, reasoning analysis, hingga sampai pada tingkat reasoning evaluation. 6 Berdasarkan hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik di Indonesia lebih banyak hanya pada level pengetahuan yaitu sebesar 43 siswa mampu mengerjakan soal pada level ini. Sedangkan pada level pengaplikasian hanya mendapatkan presentase sebesar 15, level menganalisis sebesar 2, dan pada level evaluasi tidak ada peserta didik di Indonesia yang mampu mengerjakan soal tersebut. Melihat persentase tersebut, kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar kemampuan matematik peserta didik di Indonesia baru sampai pada level mengetahui. Level ini merupakan level terendah dari kemampuan ranah kognitif peserta didik. Kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu bentuk proses berpikir tingkat tinggi yang dilakukan oleh peserta didik, sehingga dapat dikategorikan pada level high tinggi, maupun advance tingkat lanjut. Didasarkan pada hasil penelitian TIMMS, persentase kemampuan peserta didik Indonesia pada tingkatan tersebut sangat rendah. Hanya sebatas 2 pada level high, dan 0 pada level advance. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan pemecahan yang dimiliki oleh peserta didik di Indonesia secara umum dapat dikategorikan sangat rendah. 6 Ina V.S Mullis, et all, TIMMS 2011 International Results in Mathematics, USA : TIMMS and PIRLS International Study Center, 2012, h.114 Dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di MTsN Tangerang II Pamulang didapatkan hasil bahwa pembelajaran matematika di kelas tidak ditanggapi dengan sungguh-sungguh oleh peserta didik. Selain banyak yang mengobrol, peserta didik juga tidak terfokus pada materi yang diberikan karena sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Hal ini terlihat, ketika salah seorang peserta didik bertanya kepada guru tentang kesulitan yang dihadapi, kemudian guru tersebut menghampiri peserta didik itu, secara langsung peserta didik lain mengobrolkan hal lain diluar yang berkaitan dengan pelajaran bersama teman sebangkunya. Bukan hanya sebatas perhatian peserta didik yang kurang, kemampuan matematika yang dimiliki oleh peserta didik juga sangat lemah. Hampir 95 peserta didiknya mendapatkan nilai dibawah KKM, serta jawaban-jawaban mereka terhadap soal-soal yang diberikan guru. Banyak jawaban dari mereka yang “asal-asalan” serta menunjukan ketidakpahaman mereka terhadap materi tersebut. Sebagai contoh, guru menyajikan soal pemecahan masalah sederhana yang berkaitan dengan materi pecahan. peserta didik tidak dapat menentukan apa saja yang harus dilakukan untuk menjawab permasalahan, apakah prinsip penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian yang digunakan dalam menjawab permasalahan, sehingga mereka hanya menebak jawaban permasalahan tersebut. Berdasarkan tes kemampuan pemecahan masalah yang diberikan oleh peneliti kepada peserta didik, nilai terbesar yang didapatkan oleh peserta didik adalah 43, sedangkan nilai terkecil yang didapatkan oleh peserta didik adalah 13. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah tersebut adalah 30,81; median 33,125 ; modus 36,5; dan standar deviasi yaitu 10,089. Oleh karena dibutuhkan suatu upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan matematika peserta didik, terutama dalam kemampuan pemecahan masalah. Permasalahan tersebut harus diatasi dengan baik oleh para guru maupun praktisi pendidikan lain agar peserta didik dapat memperoleh pembelajaran matematika yang dapat mengoptimalkan kemampuan yang mereka miliki. Selain bentuk perhatian serius, ketersediaan bahan ajar yang baik juga harus diperhatikan oleh para praktisi pendidikan. Dalam pendidikan, ketersediaan bahan ajar merupakan hal yang cukup penting dalam menunjang kualitas pendidikan tersebut. Menurut National Centre for Competency Based Trainning, bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. 7 Segala sumber belajar yang di susun secara sistematis yang dapat membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran disebut dengan bahan ajar. Ketersediaan bahan ajar di Indonesia sudah cukup baik dari segi kuantitas dan kualitas. Bahan ajar memiliki kontribusi yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak media yang dapat dijadikan bahan ajar oleh guru baik dari buku pelajaran, LKS, modul, maupun melalui media pembelajaran interaktif yang menggunakan perangkat multimedia maupun internet. Namun, ketersediaan bahan ajar cetak matematika yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sangat jarang ketersediaannya. Bahan ajar cetak yang tersedia saat ini lebih bersifat umum. Sifat umumnya bahan ajar cetak yang tersedia terlihat dari masih banyaknya soal-soal umum mulai dari soal pemahaman konsep maupun kemampuan-kemampuan lain. Selain itu kuantitas soal-soal yang berkaitan yang dapat mengukur kemampuan pemecahan masalah sedikit. Hal ini juga menyebabkan peserta didik memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah, karena peserta didik kekurangan latihan-latihan soal maupun sumber- sumber belajar yang dapat melatih kemampuan pemecahan masalah. Bahan ajar disusun didasarkan pada kebutuhan lingkungan pendidikan yang bersangkutan. Penyusunan bahan ajar disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam suatu satuan pendidikan. Selain itu, kebutuhan antara peserta didik dalam suatu satuan pendidikan akan berbeda dengan kebutuhan peserta didik lain pada satuan pendidikan yang lain. Oleh 7 Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Jogjakarta : DIVA press, 2011, h.16 karena itu, bahan ajar antara satu sekolah dengan sekolah yang lain dapat berbeda. Ketersediaan bahan ajar yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP tentu saja dapat meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan peserta didik, karena peserta didik akan mempunyai suatu bahan pembelajaran yang dapat mereka gunakan dengan atau tanpa bimbingan guru dan bahan ajar yang menyenangkan. Selain itu, bahan ajar dapat digunakan untuk mengeksplorasi kemampuan peserta didik, dan mampu mendukung peserta didik untuk belajar mandiri di rumah maupun melalui bimbingan guru. Karena bahan ajar dapat dibuat fleksibel dengan disesuaikan pada lingkungan pembelajaran, maka peneliti tertarik untuk membuat bahan ajar yang disesuaikan dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan sebuah alternatif proses pembelajaran modern yang didasarkan pada penggunaan konteks kehidupan sehari-hari dalam proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai tahapan-tahapan pembelajaran. Pada pendekatan kontekstual, peserta didik akan mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri dengan proses pembelajaran melalui „mengalami’ bukan sekedar „menghafal’. 8 Penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, akan lebih mempermudah peserta didik dalam memahami dan memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan yang secara nyata terdapat dalam kehidupan sehari-hari akan lebih mudah untuk dipahami, dan diselesaikan oleh peserta didik karena pesrta didik telah mengenal keadaan tersebut. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran melalui pendekatan kontekstual membuat peserta didik membuat sebuah keterkaitan antara kehidupan mereka sehari-hari dengan sebuah materi dalam suatu ilmu pengetahuan. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan 8 I Nyoman Gita, Implementasi Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 11, 26-34, h. 28 kontekstual, peserta didik mengkonstruksi pemahaman dalam diri mereka melalui sebuah proses inquiry. Proses ini dilakukan peserta didik secara berkelompok untuk membentuk suasana yang kondisif dalam sharing pengetahuan antara masing-masing anggota kelompok. Berdasarkan prinsip pendekatan kontekstual yang menuntut peserta didik bukan hanya sekedar menghafal pelajaran, namun juga mengalami pelajaran tersebut sesuai dengan sebuah konteks, maka peserta didik akan terlatih dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi mereka di dalam pembelajaran. Kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu kemampuan yang didasarkan pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, tentunya akan terlatih dan akan menjadi lebih baik, sehingga mereka akan lebih mendalami apa yang mereka pelajari sendiri di dalam sebuah konteks. Tidak hanya itu, beberapa aspek dalam pendekatan kontekstual juga menuntut peserta didik belajar memahami permasalahan secara sistematis dan berusaha mengkonstruksi pengetahuan mereka dan menyelesaikan permasalahan sendiri- sendiri. Sehingga pendekatan kontekstual merupakan salah satu bentuk pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Bahan ajar yang dibuat dengan menggunakan pendekatan kontekstual, disusun dengan menggunakan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari serta membuat peserta didik menemukan sendiri konsep sebuah materi matematika. Penggunaan bahan ajar tersebut diharapakan dapat melatih kemampuan pemecahan masalah peserta didik serta mendapatkan pengalaman belajar yang lebih baik. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dijelaskan diatas, peneliti tertarik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan menggunakan bahan ajar matematika pada materi aritmatika sosial, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul penelitian pada penelitian ini adalah “Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik Pada Materi Aljabar ”

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka permasalahan pada penelitian ini adalah : 1. Prestasi belajar matematika masih rendah dibandingkan Negara lain. 2. Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang rendah. 3. Kurangnya inovasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah 4. Kurangnya bahan ajar matematika yang mendukung dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah. 5. Penggunaan pendekatan pembelajaran yang kurang inovatif di dalam pembelajaran matematika di kelas.

C. Fokus Penelitian

Agar penelitian yang dilakukan memberikan arah yang tepat dalam proses pembahasan, pada penelitian ini peneliti memfokuskan ruang lingkup penelitian hanya pada aspek : 1. Bahan ajar yang akan digunakan adalah bahan ajar cetak yang memuat materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, dan aritmatika sosial. 2. Bahan ajar yang akan dibuat adalah bahan ajar yang sesuai dengan pendekatan kontekstual. 3. Pendekatan kontekstual yang akan dilakukan pada penelitian ini didasarkan pada dua hal, yaitu : a. Pendekatan kontekstual menekankan pada proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik secara berkelompok. b. Pendekatan kontekstual mendorong peserta didik dalam menemukan keterkaitan antara materi yang dipelajari sebuah konteks. 4. Kemampuan peserta didik yang akan diteliti pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematik, dengan didasarkan pada indikator ketercapaian sebagai berikut : a. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah. b. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. c. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dijabarkan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual ? 2. Bagaimanakah aktivitas peserta didik selama pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual? 3. Bagaimanakah tanggapan yang diberikan oleh peserta didik terhadap bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan mengidentifikasi kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual. 2. Mengidentifikasi aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual. 3. Mengidentifikasi tanggapan peserta didik terhadap bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual.

F. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peserta didik, sebagai sarana untuk melatih kemampuan pemecahan masalah dalam mata pelajaran matematika dengan menggunakan bahan ajar pada materi aritmatika sosial, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. 2. Guru, sebagai wawasan yang dapat digunakan untuk menemukan ataupun menggunakan bahan ajar lain ataupun dengan pendekatan pembelajaran lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. 3. Peneliti lain, sebagai refrensi bagi peneliti lain untuk meneliti bahan ajar melalui pendekatan pembelajaran matematika lain pada materi lain ataupun kemampuan matematika peserta didik yang lain.

Dokumen yang terkait

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Pada Materi Kesebangunan Dan Kekongruenan (Penelitian Tindakan Kelas Di Mts Sa Raudhatut Tauhid)

4 23 250

Improving students’ skill in writing procedure text through picture sequences: a classroom action research at the ninth grade of MTs Negeri Tangerang 2 Pamulang

0 3 118

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 3 307

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sma Materi Persamaan Lingkaran Di Sma Negeri 90 Jakarta

2 11 246

Pengaruh pembelajaran kontekstual dengan strategi react terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika (studi eksprimen di MTSN Tangerang II Pamulang)

2 42 251

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 8 307

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN KONTEKSTUAL PADA MATERI ALJABAR Strategi Pemecahan Masalah dalam Menyelesaikan Permasalahan Kontekstual pada Materi Aljabar Mahasiswa.

0 3 15

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI PERBANDINGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA.

0 4 45

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMU MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH.

0 1 40

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SMP Taufiq

0 0 13