Level Pengaruh Ekstra Media

Pembaca hanya memberikan tanggapan tetapi tidak dapat merubah konten pemberitaan pada majalah Tempo. “Ya Tempo berpihak, karena Tempo tidak hidup di ruang hampa. Kan Tempo itu orang Indonesia, dan saat itu adalah pemilihan Presiden Indonesia. Artinya Tempo sebagai ketua lembaga pers, juga berkepentingan, kalau Indonesia ini dipimpin oleh orang yang baik. Tidak setuju tidak apa-apa. Waktu itu kan kita melihat dari track record keduanya, gitu. Tempo melihat bahwa eee Jokowi ini lebih bersih ketimbang Prabowo. Dan faktanya masyarakat memilih dia. Tapi jangan dibalik loh, Tempo menulis Jokowi kemudian masyarakat mendukung dia, enggak kan.” 39 Pengaruh lainnya dalam ekstra media terhadap pemberitaan mengenai Jokowi pada April hingga Juni 2014 adalah iklan. Namun iklan yang ada di majalah Tempo tidak memengaruhi sama sekali pada pegangkatan pemberitaan di majalah Tempo mengenai Jokowi. Pemberitaan Jokowi di laporan utama pada majalah Tempo ketika itu tidak memiliki pengaruh sama sekali pada iklan, karena hal tersebut tidak memiliki kepentingan terhadap iklan yang ada di majalah Tempo. Salah satu faktor yang ikut memengaruhi konten pada pemberitaan Jokowi saat itu adalah pangsa pasar. Pangsa pasar merupakan acuan majalah Tempo dalam mencari berita. Mereka melihat keinginan publik pangsa pasar untuk mencari berita yang sedang dibutuhkan. Apa saja yang sedang dibutuhkan oleh pangsa pasar, itulah yang akan menjadi acuan majalah Tempo mencari berita, walaupun demikian bukan berarti menjadi panduan. Meskipun pangsa pasar memengaruhi pemberitaan ketika itu, majalah Tempo tetap memberitakan yang sebenarnya, sesuai Wawancara peneliti dengan Anton Septian, Reporter Majalah Tempo, pada 5 Maret 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. fakta yang ada, tidak ada tekanan atau intervensi dari pangsa pasar itu sendiri. Kebijakan majalah ini hanya memberitakan fakta jurnalistik. Fakta jurnalistik adalah fakta yang sesungguhnya terbukti secara jurnalistik. Fakta tersebut terjadi pada pemberitaan tentang Jokowi yang dibutuhkan oleh publik pangsa pasar. “Tempo hanya tunduk kepada fakta. Apakah fakta yang kita peroleh benar atau tidak. Dan kamu juga harus tahu bahwa jurnalistik itu fakta jurnalistik, bukan fakta hukum. Gitu loh. Tahu gak apa bedanya? Gak tau? Fakta jurnalistik itu adalah hal-hal yang terbukti secara jurnalistik. Jadi kamu jangan pernah baca berita itu dengan frame hukum. Kok Tempo mengatakan ini, kan belum terbukti, ya memang. Tapi kan kaidahnya kaidah jurnalistik, karena kita adalah media. Ini kadang masyarakat gak paham juga , bahwa fakta di media itu fakta jurnalistik. Kebenarannya pun kebenaran jurnalistik, bukan kebenaran hukum, bukan kebenaran kitab suci, gak ada, jurnalistik saja yang bisa berubah besoknya.” 40 Pemberitaan tentang Jokowi yang diberitakan oleh majalah Tempo tidak mempunyai intervensi atau tekanan dari manapun. Majalah Tempo hanya tunduk pada fakta yang terjadi, tidak ada tekanan dari luar seperti partai politik, sumber berita, iklan, pangsa pasar, bahkan tekanan dari pemerintah. Walaupun ada pengaruh sedikit dari perolehan bahan narasumber, pembaca dan pangsa pasar, mereka hanya bisa memberi tanggapan dan komentar tetapi tidak bisa mengubah konten yang ada pada majalah Tempo. Kebijakan konten media tetap berada pada rapat redaksi yang dilakukan majalah Tempo di kerutinan media. 40 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.

5. Level Pengaruh Ideologi Media

Level terakhir dalam teori Hirarki Pengaruh Media adalah level ideologi. Level ini membahas ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Level ideologi ini berbeda dengan level-level sebelumnya. Jika pada level-level sebelumnya pengaruh tampak lebih konkret, pada level ini pengaruh ideologi terlihat abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media. 41 Sebelum beranjak menganalisis pada level ideologi, peneliti akan jelaskan terlebih dahulu bagaimana sejarah Tempo. Penjelasan mengenai sejarah Tempo dapat mengungkap ideologi yang dianut oleh majalah Tempo. Secara historis Majalah Tempo didirikan tahun 1971 pada masa awal pemerintahan Orde Baru. Pendiri majalah Tempo adalah aktivis “Generasi 66” yang ketika itu terdiri atas penyair dan para aktivis yang bergabung dengan mahasiswa. Majalah Tempo sendiri didirikan oleh mantan jurnalis muda antikomunisme dan antiotoritarianisme yang tergabung dalam Harian Kami, masing-masing Goenawan Mohamad dan Fikri Jufri. 42 Para pendiri Majalah Tempo seperti Goenawan Mohamad melawan gerakan komunis dan tirani politik melalui kesenian. Ideologi Goenawan dinilai sangat sosialis, yang saat itu dikembangkan oleh Partai Sosialis 41 Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message: Theories of influences on Mass Media Content, h. 222. 42 Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru, h. xvii. Indonesia PSI. Ketika itu Goenawan Mohammad dihubungkan dengan PSI karena dia tinggal di asrama PSI. Namun, menurut Arif Budiman sebagai teman karibnya, meskipun Goenawan tinggal di asrama tersebut, dia bukanlah PSI. 43 Ideologi Majalah Tempo sendiri sangat besar dipengaruhi oleh pemikiran sosok Pemimpin Redaksi Majalah Tempo saat itu, Goenawan Mohamad. Janet Steele menggambarkan dalam bukunya Wars Within bahwa “Wartawan Tempo kerap memanggilnya “GM” atau Mas Goen. Panggilan itu menggambarkan penghormatan sekaligus tingkat kedekatan. Gaya jurnalistik Tempo yang dipraktekkan sampai sekarang berasal dari Goenawan Mohamad. Bagi para wartawan maupun karyawan Majalah Tempo sosok Goenawan Mohamad dianggap sebagai guru”. 44 Hal tersebut dapat menjadi indikator bahwa pandangan yang dianut Tempo adalah pandangan Goenawan Mohammad. Pada pemerintahan Soeharto, wartawan Tempo yang bekerja merasakan tekanan dari pemerintah, walaupun kebebasan pers telah didengung-dengungkan. Hal ini membuat para media tidak bisa melakukan kritik langsung kepada pemerintahan dan ruang gerak yang dibatasi. Meski berada dalam tekanan, wartawan Tempo bukan berarti tak punya kemampuan untuk menolak. Menurut pendiri Tempo Goenawan Muhammad, yang dikutip oleh Torriq Hadad pada buku Wars Within, 43 Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru, h. 26. 44 Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru, h. 8-9. mereka sebagai wartawan Tempo boleh saja takut pada pemerintahan, namun tidak boleh menjadi takluk. 45 Dengan menapak tilas ke belakang sejarah Tempo, majalah ini pernah mengalami pembredelan pada rezim Presiden Soeharto. Pemerintahan Presiden Soeharto dinilai sebagai pemerintahan yang otoriter. Hal ini membuat majalah Tempo menjadi media independen dan menentang kekangan dari kebijakan-kebijakan pada rezim Soeharto. Melalui penelaahan sejarah di atas Majalah Tempo memiliki ideologi yang antikomunisme dan antistatus quo. Di masa orde baru dan status quo kepemimpinan Soeharto, Goenawan Mohamnad berusaha untuk melawan kekuatan otoriter yang dianggap menekan gerak-gerik media pada masa itu. Di sinilah dianggap pandangan Tempo menjadi acuan perlawanan yang berseberangan dengan pemerintahan Soeharto, sehingga menjadikan Tempo media yang memiliki ideologi anti-status quo. Komunis sebagai ideologi yang banyak dinilai bertentangan dengan asas pancasila menjadi konsen tersendiri bagi Goenawan Mohammad dan para pendiri Tempo saat itu. Dengan menjunjung tinggi asas ke-pancasilaan Tempo tidak terlibat dengan paham-paham komunis saat itu. Ternyata, setelah bertahun-tahun Tempo berkiprah di Indonesia, Ideologi ini masih tertanam kuat dibenak para awak muda majalah Tempo tersebut. Hal ini terungkap dari pernyataan Jobpie Sugiharto: “Jadi Tempo sepakat dengan pancasila. Tidak ingin membuat sejarah lain kecuali pancasila. Jadi dengan dasar itulah ya Tempo 45 Wars Within, Jeneet Steele, Pergulatan Tempo, Majalah Berita sejak zaman Orde Baru Jakarta: Dian Rakyat, 2007, h. 86. sepakat dengan kesetaraan-kesetaraan, demokrasi, anti korupsi dan sebagainya.” 46 Kedua hal tersebut menggambarkan bahwa majalah Tempo menjunjung tinggi demokrasi. Demokrasi Indonesia menjadi identitas dasar Tempo dalam menentukan arah setiap pemberitaannya khususnya pemberitaan mengenai Jokowi pada April sampai Juni 2014. Secara etimologis “demokrasi” terdiri atas dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi “demos-cratein” atau “demos-cratos” demokrasi adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam kepuasan rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. 47 Demokrasi dalam definisi ini sejalan dengan pemikiran Tempo yang antikomunisme dan anti-status quo serta menjunjung tinggi nilai-nilai universal, antikorupsi, berjiwa demokratis, beradab dan lain-lain yang menjadi pedoman dan acuan majalah Tempo dalam bersikap dan membuat pemberitaan. Sebab itu, Tempo menempatkan diri sebagai clearing house of information. “Tempo adalah media yang menjujung nilai-nilai kebaikan universal yang sebenarnya juga tercantum dalam konstitusi kita. Misalnya, menjunjung tinggi HAM, keadilan, kesetaraan, antikorupsi, kemerdekaan berpikir, berpendapat, dan berekspresi, dan lain-lain. Sebab itu, Tempo menempatkan diri sebagai clearing house of information. Tempo tidak begitu saja menelan mentah-mentah informasi yang berseliweran, melainkan menggali lebih dalam dan memverifikasi informasi tersebut sebelum 46 Wawancara peneliti dengan Jobpie Sugiharto, Redaktur desk Nasional Majalah Tempo, pada 23 Februari 2015 pukul 12:30 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 47 A. Ubaidillah dkk., Pendidikan kewarganegaraan Civic Education: Demokrasi, HAM Masyarakat Madani Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000, h. 162.