menambah jumlah nekromassa berkayu. Pada Tabel 23 tersaji data jumlah pohon btgha dan volume pohon m
3
ha yang mengalami kerusakan berat akibat kegiatan penebangan dan penyaradan untuk setiap skenario. Pada tabel tersebut
terlihat bahwa limit diameter tebangan selain memengaruhi jumlah pohon yang ditebang dalam satu hektar, juga akan menentukan jumlah tegakan tinggal yang
rusak oleh kegiatan pemanenan. Pada tebangan dengan limit diameter 40 cm dimana intensitas tebangannya 11,34 btgha mengakibatkan jumlah pohon rusak
berat terbanyak yaitu 58,90 btgha. Kegiatan pembalakan yang menerapkan RIL, berdasarkan hasil kajian Putz et al. 2008, akan mengurangi kerusakan tegakan
tinggal sebesar 50, sehingga jumlah pohon yang rusak berat pada skenario PHL dengan RIL hanya setengahnya dari skenario baseline dengan CL.
b. Akibat kegiatan pembukaan wilayah hutan PWH
Kegiatan PWH meliputi pembuatan jalan utama, jalan cabang, jalan sarad, dan tempat penimbunan kayu TPn yang sangat penting untuk kelancaran
aktivitas pemanenan kayu. Berdasarkan realisasi RKT 2008, 2009, dan 2010 yang masing-masing seluas 1.000 ha, areal hutan yang dibuka untuk keperluan PWH
seluas 37,65 ha per tahun atau 3,77 untuk setiap hektar hutan. Rincian luas PWH dan jumlah tegakan hutan yang ditebang dapat dilihat pada Tabel 24.
Dalam kegiatan PWH, seluruh vegetasi yang berada di dalam tapak yang akan dijadikan jalan utama, jalan cabang, jalan sarad, maupun TPn, akan ditebang
habis. Dengan demikian jika seluas 3,77 yang dibuka per hektar hutan, dimana volume kayu rata-rata 216,33 m
3
ha data IHMB 2010, maka jumlah kayu yang ditebang dalam kegiatan PWH per hektar hutan sebesar 8,16 m
3
ha. Dari kayu yang ditebang sebanyak itu, diasumsikan 50 menjadi limbah tebangan, dan
sisanya dimanfaatkan untuk pembuatan infrastruktur, seperti jembatan, camp tarik, dan sebagainya.
Tabel 23 Jumlah dan volume pohon per hektar yang rusak berat akibat kegiatan pemanenan
Skenario Kelas DBH
cm Rusak berat
akibat penebangan
btgha Rusak berat
akibat penyaradan
btgha Jlh phn rusak berat
akibat penebangan penyaradan btgha
Vol pohon rusak
berat m
3
ha 1
2 3
4 5
6 Baseline
10-19 21
21 42
3,83 R = 30 th
20-29 4,81
4,05 8,86
3,09 DBH = 40 cm
30-39 3,08
3,19 6,27
4,74 Phn ditebang
11,33 btgha 40-49
0,97 0,80
1,77 2,72
Jumlah 58,90
14,38 Skenario-1
10-19 21
21 21
1,92 R = 30 th
20-29 4,20
3,54 3,87
1,35 DBH = 50 cm
30-39 2,69
1,95 2,32
1,77 Phn ditebang
9,89 btgha 40-49
0,84 0,70
0,77 1,18
Jumlah 27,96
6,22 Skenario-2
10-19 21
21 21
1,92 R = 30 th
20-29 3,51
2,95 2,32
1,13 DBH = 60 cm
30-39 2,25
1,63 1,94
1,46 Phn ditebang
8,26 btgha 40-49
0,70 0,58
0,65 0,98
Jumlah 26,81
5,49 Skenario-3
10-19 16
15,5 1,58
1,43 R = 30 th
20-29 3,61
3,03 3,33
1,16 DBH = 40 cm
30-39 2,31
2,39 2,35
1,78 Phn ditebang
0.75 x 11,33 btgha
40-49 0,73
0,60 0,66
1,02 Jumlah
22,09 5,40
Skenario-4 10-19
21 21
21 1,92
R = 35 th 20-29
4,81 4,05
4,43 1,55
DBH = 40 cm 30-39
3,08 3,19
3,13 2,37
Phn ditebang 11,33 btgha
40-49 0,97
0,80 0,88
1,36 Jumlah
29,45 7,19
1 2
3 4
5 6
Skenario-5 10-19
21 21
21 1,92
R = 35 th 20-29
4,20 3,54
3,87 1,35
DBH = 50 cm 30-39
2,69 1,95
2,32 1,77
Phn ditebang 9,89 btgha
40-49 0,84
0,70 0,77
1,18 Jumlah
27,96 6,22
kenario-6 10-19
21 21
21 1,92
R = 35 th 20-29
3,51 2,95
2,32 1,13
DBH = 60 cm 30-39
2,25 1,63
1,94 1,46
Phn ditebang 8,26 btgha
40-49 0,70
0,58 0,65
0,98 Jumlah
26,81 5,49
Tabel 24 Luas pembukaan wilayah hutan PWH per hektar hutan
RKT Intensi-
tas teb. phha
Jalan Utama Jalan Cabang
Jalan Sarad Luas
TPn ha
Luas total
ha Panjang
m Luas
ha Panjang
m Luas
ha Panjang
m Luas
ha 2008
6,0 5.216
7,82 5190
5,19 38.372
15,35 1,99
30,35 2009
7,2 3.349
5,02 6835
6,84 46.384
18,55 2,34
32,75 2010
4,80 6.170
9,26 6700
6,70 76.491
30,60 3,30
4986 Rataan
6,0 4.912
7,37 6242
6,24 53.749
21,50 2,54
37,65 Keterangan: Lebar jalan utama 15 m, jalan cabang 10 m, dan jalan sarad 4 m
5.3.3. Deforestasi
Deforestasi dalam kajian ini diasumsikan hanya bersumber dari aktivitas perambahan hutan saja. Perambahan hutan adalah luas hutan per tahun yang
dibuka oleh masyarakat untuk kebutuhan berladang dan bercocok tanam. Besar kecilnya laju deforestasi atau perambahan hutan perlu diperhitungkan karena
dalam jangka panjang akan mengurangi luas dan potensi tegakan hutan. Laju deforestasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kepadatan penduduk
desa-desa atau kecamatan di sekitar PT SSS, laju pertambahan penduduk jiwath, jumlah jiwa per keluarga, jumlah penduduk yang bermatapencaharian
di bidang pertanian, kebutuhan lahan untuk bertani atau berladang per keluarga, dan program Kelola Sosial PT SSS.
Perhitungan laju deforestasi hath di dalam areal efektif untuk produksi PT SSS adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kecamatan
Siberut Barat sebanyak 6.751 jiwa dengan laju pertambahan penduduk 1 per tahun, dan penduduk Kecamatan Siberut Utara sebanyak 7.794 jiwa
dengan laju pertambahan penduduk 3 per tahun Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Mentawai 2010
b. Rata-rata jumlah jiwa per keluarga sebanyak 5 orang Monografi Desa-desa
Kecamatan Siberut Utara Tahun 2007 dalam Laporan Pertengahan Penilaian Kinerja PHPL PT SSS 2010, maka setiap tahun muncul 60 keluarga baru.
c. Mata pencaharian penduduk desa-desa sekitar PT SSS sebagian besar yakni
75 sebagai petani dan rata-rata luas lahan garapan 1,8 hektar Buku Rencana Umum Kelola Sosial PT SSS 2010. Bila diasumsikan sebanyak
75 dari jumlah petani yang baru tersebut mencari lahan garapan ke dalam hutan PT SSS dan sebanyak 50 dari luas lahan garapan baru tersebut berada
di dalam kawasan areal efektif untuk produksi, maka kebutuhan lahan garapan seluas= 0,75 x 0,75 x 0,5 x 60 KK x 1,8 ha = 30,4 hatahun.
d. Di lain pihak, PT SSS telah mengalokasikan lahannya bagi kegiatan Kelola
Sosial seluas 1.437 ha yang terdiri dari areal non-hutan NH seluas 714 ha untuk kepentingan permukiman dan LOA seluas 723 untuk keperluan
pertanian menetap. Dengan kata lain untuk keperluan pertanian telah tersedia lahan seluas 723 ha atau 24,1 ha per tahun selama jangka waktu 30 tahun
Buku Rencana Karya Umum RKU Pengelolaan IUPHHK-HA PT SSS Tahun 2011. Dengan demikian potensi luas hutan areal produksi yang
dibuka untuk lahan garapan baru adalah 30,4 – 24,1 ha = 6,3 ha per tahun
atau 0,019 per tahun.
Laju deforestasi sebesar 0,019 per tahun tersebut diasumsikan konstan atau linier hingga jangka waktu 30 th ke depan, dan akan dimasukkan ke dalam
skenario baseline skenario non-PHL, sedangkan skenario lainnya skenario PHL diasumsikan nihil. Laju deforestasi di lokasi penelitian ini tergolong sangat
kecil. Hal ini diduga karena lokasi PT SSS relatif masih terisolasi dari pulau-
pulau di sekitarnya terutama dari daratan Pulau Sumatera. Pulau Siberut dan Pulau Sumatera dipisahkan oleh Samudera Indonesia yang cukup jauh dengan
gelombang laut yang dapat membahayakan keselamatan pelayaran. Akibatnya jumlah penduduk yang mendiami desa-desa atau kecamatan di sekitar UM masih
sangat jarang. Kondisi populasi penduduk yang demikian rendah tidak menimbulknan ancaman berarti bagi peningkatan laju deforestasi di areal UM.
Pada tahun-tahun mendatang, laju deforestasi diperkirakan akan sedikit meningkat di wilayah utara dan timur areal UM karena populasi penduduk di
wilayah ini Kecamatan Siberut Utara lebih banyak dibandingan di wilayah Barat, serta jalur masuk ke dalam areal UM cukup tersedia terutama melalui alur
sungai, misalnya Sungai Sigep, yang mengalir dari Selatan menuju Utara di Muara Sigep.
5.4. Perubahan Stok Karbon selama Proyek