1. Menggunakan Metode Memanen Harvest Method
2. Menduga Volume Pohon Tree Volume
3. Menggunakan Tabel Volume Volume Tables
4. Menggunakan Berat Pohon Rata-rata Mean Tree Weight
5. Menggunakan Persamaan Biomassa Biomass Equations
6. Menggunakan Faktor Ekspansi dan Konversi Biomassa Biomass
Conversion and Expansion Factors, BCEF.
a. Persamaan Biomassa Biomass Equations
Untuk Persamaan Biomassa telah tersedia untuk beberapa tipe hutan. Khusus untuk hutan tropika lembab curah hujan 1500-4000 mmth telah
diformulasikan oleh Brown 1989; 1997 maupun Delaney, Brown, Powell 1999 seperti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Persamaan Biomassa Biomass Equations Peneliti
Persamaan Biomassa
Brown 1997
a
Y = 42,69-12,800 DBH + 1,242 DBH
2
Brown 1997
b
Y = 0,118D
2,53
Brown et al. 1989
c
Y = 38,4908-11,7883DBH + 1,11926DBH
2
Delaney et al. 1999
d
Y = Exp[-2,289 + 2,694ln DBH – 0,021ln DBH
2
]
Keterangan: Y = biomassa kering kgphn, DBH = diameter setinggi dada
a
Brown 1997,
b
Rusolono 2009,
c
Bismarck et al. 2008,
d
Ravindranath and Ostwald 2008
b. Faktor Ekspansi dan Konversi Biomassa BCEF Menurut GOFC-GOLD 2009, formula untuk mengkonversi potensi
hutan m3ha menjadi biomassa di atas permukaan tanah tonha adalah:
W = VOB x BCEF
dimana : W = biomassa di atas permukaan tanah tonha
VOB = volume over bark, volume batang m
3
ha BCEF
= biomass convertion and expansion factor tonm
3
BCEF adalah rasio antara bobot biomassa kering tonha dengan volume tegakan m
3
ha. Nilai BCEF sudah disusun dalam suatu tabel Tabel 3 berdasarkan kisaran volume tegakan VOB, m
3
ha IPCC 2006. Tabel 3 Nilai BCEF rata-rata dan kisaran berdasarkan kisaran volume
tegakan VOB dari IPCC 2006
Tipe Hutan Kisaran volume tegakan VOB, m
3
ha 20
21-40 41-60
61-80 81-120
121-200 200
Hutan alam daun lebar
4,0 2,8
2,1 1,7
1,5 1,3
1,0 2,5-12
1,8-3,4 1,2-2,5
1,2-2,2 1,0-1,8
0,9-1,6 0,7-1,1
Hutan onifer
1,8 1,3
1,0 0,8
0,8 0,7
0,7 1,4-2,4
1,0-1,5 0,8-1,2
0,7-1,2 0,6-1,0
0,6-09 0,6-0,9
Sumber: Ravindranath Ostwald 2008; GOFC-GOLD 2009
2.12. Analisis Manfaat Perdagangan Karbon Hutan
Implementasi REDD+ termasuk perdagangan karbon di hutan produksi, dapat berhasil apabila pendapatan dari kegiatan REDD+ lebih besar atau minimal
sama dengan pendapatan yang diperoleh dari alternatif penggunaan lain Ginoga et al. 2010.
Biaya transaksi dalam pelaksanaan kegiatan karbon hutan atau perdagangan karbon terdiri dari: biaya persiapan REDD+, dan biaya operasional.
Berdasarkan data dari Dephut 2009, diperoleh besaran biaya persiapan implementasi REDD+ pada tingkat nasional dan sub-nasional yaitu 32,80 USD
per ha. Adapun biaya operasional diperoleh dari data proyek MRPP sebagai DAREDD plot percontohan REDD di Provinsi Sumatera Selatan dengan nilai
sebesar 22,35 USD per ha, sehingga besarnya biaya transaksi adalah 55,15 USD per ha. Ginoga et al. 2010.
Biaya transaksi banyak dilaporkan dalam bentuk total biaya atau persentase percent-share dari keseluruhan budget. Biaya transaksi ini menurut
Wertz-Kanounnikoff 2008 dalam Rochmayanto 2009 meliputi biaya-biaya:
informasi dan pengadaan, desain skema dan negoisasi, implementasi, monitoring, penyelenggaraan dan perlindungan, serta verifikasi dan sertifikasi.
Menurut Dutschke Wertz-Kanounnikoff 2008, berdasarkan desain mutakhir mekanisme REDD, muncul dua macam kebutuhan pembiayaan utama,
yaitu: 1 Biaya persiapan atau pembangunan kapasitas readinessupfront capacity building costs, dan 2 Biaya reduksi emisi berjalan ongoing emission
reduction costs. Biaya reduksi emisi berjalan ini terdiri dari: a Biaya perlindungan hutan Forest protection costs, yaitu berupa biaya implementasi
kebijakan dan pengukuran costs of implementing policies and measures, dan 2 Biaya oportunitas opportunity costs.
III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1.
Sejarah Perusahaan
Areal IUPHHK-HA PT Salaki Summa Sejahtera PT SSS merupakan ex areal IUPHHK-HA PT Tjirebon Agung seluas ± 70.000 ha sesuai SK IUPHHK
No. 195KptsUm41973 dan berakhir 31 Agustus 1993. Setelah masa pengelolaan PT Tjirebon Agung selesai, PT SSS mengajukan permohonan pada
areal IUPHHK tersebut seluas ± 48.000 ha. Berdasarkan Surat Rekomendasi dari Bupati Kepulauan Mentawai No.552.11392Perek-2000 tanggal 9 November
2000, PT SSS mendapat persetujuan pencadangan areal IUPHHK seluas ± 48.000 ha, serta rekomendasi dari Gubernur Sumatera Barat No. 525.261465Perek-
2000 tanggal 20 November 2000. Dalam perkembangan terakhir, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.136VIIIKP-4.2.12001 telah
dihitung ulang secara planimetris pencadangan areal seluas ± 49.440 ha yang merupakan areal yang bebas dari kepemilikan perusahaan atau tidak tumpang
tindih dengan perusahaan lain. Berdasarkan kajian AMDAL yang telah disahkan Gubernur Sumatera Barat, dan telah dipenuhinya seluruh kewajiban administrasi
perolehan IUPHHK, diterbitkanlah SK IUPHHK melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No.413Menhut-II04 tanggal 19 Oktober 2004 tentang
Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu IUPHHK dalam Hutan Alam a.n. PT Salaki Summa Sejahtera di Provinsi Sumatera Barat seluas ±
48.420 ha. Berkaitan dengan pemberian IUPHHK PT SSS yang terletak di Utara
Pulau Siberut dan berbatasan langsung dengan kawasan konservasi Taman Nasional Siberut, Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan
dan Areal Kebun, Badan Planologi Kehutanan melalui surat No. 136VIIIKP- 4.2.12001 tanggal 9 Februari 2001, menegaskan perlunya lahan seluas 3.190 ha
dengan lebar koridor 1 km karena belum dilakukan tata batas sebagai kawasan penyangga buffer zone bagi Taman Nasional Siberut. Dengan telah selesainya
penataan batas bagi kawasan penyangga Taman Nasional Siberut, disusul dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No.654Menhut-II2010