Perlindungan Keanekaragaman Hayati di dalam REDD+

hasil pengamatan Chapman dan Chapman 1997 di Uganda menunjukkan bahwa hutan yang dipanen dengan intensitas 5-7 btgha, mengalami pemulihan tutupan tajuk 100 setelah 25 tahun Ghazoul Hellier 2000. Pada dasarnya periode pulih stok karbon tegakan tinggal sangat tergantung kepada simpanan karbon awal, riap tegakan, keanekaragaman jenis, serta intensitas tebangan dan gangguan. 2.8. Perlindungan Keanekaragaman Hayati di dalam REDD+ UN-REDD Programme 2010 menyatakan bahwa saat ini berkembang keyakinan bahwa cadangan karbon di hutan alam yang masih utuh dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, cenderung memiliki kelentingan resilience yang lebih baik terhadap perubahan iklim daripada cadangan karbon di hutan tanaman yang memiliki keanekaragaman hayati yang lebih rendah. Kelentingan dalam konteks ini berarti bahwa hutan alam dapat bertahan dari pengaruh- pengaruh negatif perubahan iklim danatau mampu kembali ke kondisi seperti semula recovery. Dengan demikian meningkatkan kelentingan karbon merupakan salah satu cara dimana konservasi keanekaragaman hayati dapat menguntungkan REDD+. Di dalam COP-16 tahun 2010 di Cancun, Meksiko, telah dihasilkan Kesepakatan Cancun Cancun Agreement dimana salah satu klausulnya adalah UNFCC Badan PBB untuk Perubahan Iklim meminta kepada seluruh peserta untuk mendorong, melaksanakan, dan melaporkan hasil implementasi perlindungan sosial dan lingkungan social and environmental safeguards dalam rangka pelaksanaan REDD+. Perlindungan safeguards dalam REDD+ adalah serangkaian kebijakan dan tindakan dalam pelaksanaan REDD+ yang berdampak langsung maupun tidak langsung, terhadap masyarakat dan ekosistem. Dalam batasan tentang safeguards tersebut termasuk di dalamnya aspek transparansi tata kelola, penghargaan terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal yang berpartispasi dalam kegiatan REDD+, serta berbagai aktivitas yang mengurangi resiko hilangnya keanekaragaman hayati, permanensi, dan kebocoran emisi karbon. Pada salah satu kesepakatan tentang perlindungan safeguards tersebut dinyatakan bahwa aksi-aksi yang dijalankan dalam REDD+ harus konsisten dengan konservasi hutan alam dan keanekaragaman hayati Jagger et al. 2012. Paoli et al. 2010 menyatakan bahwa deforestasi dan degradasi hutan di daerah tropis merupakan sumber utama emsisi gas rumah kaca GRK global. Sementara itu hutan tropis mengandung lebih dari setengah jenis- jenis terancam punah yang ada di dunia, sehingga upaya reduksi emisi GRK dengan jalan mengurangi deforestasi hutan tropis merupakan langkah penting dalam mewujudkan co-benefit bagi konservasi keanekaragaman hayati. Jadi selain untuk mengurangi emisi GRK sebagai tujuan utama, di dalam penerapan skema REDD+ juga akan dihasilkan beberapa manfaat sampingan co- benefit. Mafaat sampingan tersebut berupa pengentasan kemiskinan, perbaikan jasa lingkungan termasuk perlindungan keanekaragaman hayati, dan perbaikan tata kelola hutan forest governance termasuk kepastian pemilikan lahan CIFOR 2009.

2.9. Biomassa, Karbon, dan Penyerapan Karbon