Kondisi Faktor Sumberdaya Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Daging Ayam Ras

Indonesia. Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor tersebut adalah “The National Diamond” atau Teori Berlian Porter. Setiap faktor yang terdapat pada Teori Berlian Porter memiliki atribut-atribut penting yang mampu menjelaskan secara detail faktor yang ada. Atribut tersebut adalah:

6.7.1. Kondisi Faktor Sumberdaya

Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap agribisnis ayam ras pedaging adalah sumberdaya fisik atau alam sumberdaya peternakan, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. Kelima faktor sumberdaya tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1 Sumberdaya Fisik atau Alam Sumberdaya Peternakan Sumberdaya peternakan yang mempengaruhi dayasaing industri nasional meliputi persyaratan lokasi perkandangan, sektor usaha dan skala usaha, biaya yang terkait, ketersediaan dan aksesibilitas terhadap input. a. Persyaratan Lokasi Perkandangan Secara umum usaha budidaya ayam ras pedaging dapat dilakukan hampir di segala kondisi terlebih Indonesia beriklim tropis yang memunginkan usaha peternakan dapat dijalankan dengan baik termasuk budidaya ayam ras pedaging. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya jumlah populasi ayam ras pedaging yang dapat diusahakan di Indonesia yaitu mencapai angka satu miliar ekor per tahun. Namun demikian terdapat beberapa persyaratan lokasi perkandangan yang harus dipenuhi dalam menjalankan usaha budidaya ayam ras pedaging agar usaha yang dijalankan berjalan lancar diantaranya adalah, lokasi cukup jauh dari keramaian atau perumahan penduduk, dan lokasi mudah terjangkau dari pusat-pusat pemasaran, lokasi terpilih bersifat menetap artinya tidak mudah terganggu oleh keperluan-keperluan lain selain untuk usaha peternakan. Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi: a Persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat Celcius. b Kelembaban berkisar antara 60-70 persen, penerangan atau pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada. c Tata letak kandang mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam. d Untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang bateray. e Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih, dan tahan lama. Di Indonesia sebagian besar usaha budidaya ayam ras pedaging dijalankan oleh peternak rakyat dengan skala usaha kecil sehingga penerapan manajemen kandang budidaya masih menggunakan teknologi yang sederhana. Berbeda dengan perusahaan besar dan peternakan ayam di luar negeri yang telah menerapkan sistem closed house kandang tertutup, di Indonesia para peternak masih banyak yang menggunakan sistem open house kandang terbuka sehingga resiko ternak terkena penyakit juga semakin besar. b. Sektor Usaha dan Skala Usaha Jumlah peternak ayam skala kecil dan besar di Indonesia diperkirakan 80.000 orang dengan rata-rata kepemilikan ayam 5.000–20.000 ekor. Tenaga kerja yang diserap di Industri perunggasan sebesar 2,5 juta peternak. 59 Usaha peternakan unggas termasuk ayam ras pedaging di Indonesia dikelompokkan dalam beberapa sektor yaitu, sektor satu yang merupakan industri ternak ayam ras pedaging terintegrasi dari subsistem hulu, subsistem budidaya, hingga subsistem hilir, skala kepemilikan unggas di sektor satu lebih dari 50.000 ekor. Sektor dua merupakan produksi ayam ras pedaging komersial skala besar dengan skala kepemilikan ayam berkisar antara 20.000 ekor sampai 50.000 ekor. Sektor tiga merupakan produksi ayam ras pedaging komersial skala kecil dengan skala kepemilikan ayam berkisar antara ratusan ekor sampai 10.000 ekor. Sedangkan sektor empat merupakan pemeliharaan ternak oleh rumah tangga atau pemukiman dengan skala kepemilikan ayam antara empat ekor sampai lima ekor Departemen Pertanian, 2006. Di Indonesia usaha peternakan ayam ras pedaging yang banyak diusahakan adalah sektor dua peternak inti dan sektor tiga peternak plasma dimana para pelaku usaha budidaya merupakan peternak rakyat, sedangkan perusahaan besar yang berada di sektor satu jumlahnya sangat sedikit namun penguasaanya sangat dominan yaitu mencapai 70 persen. Perusahaan yang bergerak di sektor satu diantaranya PT. Charoen Pokphand Indonesia, PT. Sierad Produce, PT. Japfa Comfeed, dan PT. Wonokoyo. c. Biaya yang Terkait Biaya pokok yang terkait dengan produksi ayam ras pedaging meliputi biaya input produksi, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan kandang. Tidak dapat dipungkiri bahwa komponen terbesar untuk memperoleh produk ternak yang berdayasaing terletak pada aspek pakan, dimana biaya pakan ini merupakan 59 Luki K. Wardhani. 2007. Flu Burung: Siapa Disalahkan?. http:koranpdhi.com . Diakses pada tanggal 22 April 2008. komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi ayam ras pedaging yaitu berkisar antara 60-70 persen dari total biaya produksi oleh karena itu biaya pakan disebut pula crucial factor yang sangat menentukan apakah suatu usaha peternakan dapat bersaing atau tidak. Suatu negara dapat dikatakan kompetitif dalam biaya pakan ternak apabila negara tersebut dapat mengekspor biji-bijian dan negara tersebut mempunyai tariff barrier rendah, atau dapat dikatakan bahwa negara yang harga pakannya tidak melebihi harga pakan dunia maka negara tersebut mempunyai kesempatan untuk dapat bersaing. Di Indonesia harga pakan sangat mahal karena masih harus mendatangkan dari negara lain sehingga bisnis ayam ras pedaging untuk dapat berkompetisi di pasar dunia relatif sangat berat. Faktor kedua setelah biaya pakan yang menentukan daya saing suatu negara dalam usaha peternakan khususnya usaha ayam ras pedaging adalah biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja di Indonesia terbilang sangat kompetitif karena pada umumnya tenaga kerja usaha budidaya ayam ras pedaging berasal dari tenaga kerja keluarga dimana sebanyak 90 persen usaha peternakan ayam ras pedaging yang ada di Indonesia dikelola oleh peternak rakyat dengan skala usaha kecil. Menurut Prawirokusumo 2001 meskipun suatu negara tidak kompetitif dalam hal biaya pakan atau masih melakukan impor pakan namun memiliki keunggulan kompetitif dalam biaya tenaga kerja maka negara tersebut masih dapat bersaing di pasar internasinal. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging di Indonesia banyak dilakukan dalam bentuk pola-pola kemitraan, meskipun ada juga yang melakukan secara mandiri. Beberapa pola kemitraan yang berlangsung adalah pola kemitraan inti-plasma, poultry shop, dan sewa kandang. Hasil analisis usahatani yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian 2007 menunjukkan bahwa nilai BC yang diperoleh untuk pola peternakan mandiri, pola kemitraan inti-plasma, dan pola kemitraan poultry shop berturut-turut adalah 1,16, 1,28, dan 1,25 Lampiran 13, 14, dan 15. Nilai BC yang diperoleh ketiga bentuk usaha peternakan tersebut menunjukkan bahwa ketiga bentuk usaha tersebut sama-sama bernilai di atas satu sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha ayam ras pedaging cukup memberikan peluang usaha yang baik serta kesempatan bersaing yang cukup besar sepanjang manajemen pemeliharaan mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku. d. Ketersediaan, Perolehan dan Aksesibilitas Terhadap Input Ketersediaan, perolehan dan Aksesibilitas terhadap input merupakan suatu ukuran kemudahan bagi para peternak dalam memperoleh input produksi peternakan seperti DOC, pakan, obat-obatan dan vaksin, dan peralatan budidaya atau produksi perkandangan dalam jumlah yang memadai. Dalam menunjang kelancaran usaha budidaya atau produksi ayam ras pedaging diperlukan ketersediaan sarana produksi tersebut secara kontinyu. a DOC Di Indonesia industri pembibitan hanya dapat menghasilkan DOC FS dan DOC PS, sedangkan untuk DOC GPS masih harus dipasok dari luar negeri. Impor dilakukan dengan pertimbangan bahwa usaha tersebut lebih efisien dibandingkan dengan membangun usaha pembibitan di dalam negeri yang membutuhkan waktu yang cukup lama, biaya yang sangat besar, dan teknologi tinggi. 60 Beberapa 60 Hasil wawancara dengan drh. Carwan, anggota PDHI dan staf PT. Sanbe Farma pada tanggal 24 Januari 2008. negara yang menjadi pemasok bibit ayam untuk Indonesia diantaranya adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Belanda Direktorat Jenderal Peternakan, Deptan, 2007. Data impor DOC GPS dan PS ayam ras pedaging dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Data Perkembangan Impor DOC GPS dan DOC PS Tahun 2005-2007 Tahun DOC GPS Ekor DOC PS Ekor 2005 311.769 293.867 2006 386.164 351.240 2007 155.764 500.070 Sumber : Direktorat Perbibitan, Ditjen Peternakan, Deptan, 2007 Keterangan : [] Angka Sementara Sampai Bulan Juni 2007 Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 21 diketahui bahwa telah terjadi peningkatan impor DOC baik impor DOC GPS maupun DOC PS. Impor DOC GPS pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 23,86 persen dari tahun 2005, sedangkan impor PS pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 19,52 persen dari tahun 2005. Perkembangan yang cukup signifikan terhadap pemasukan DOC ayam ras pedaging mengindikasikan bahwa sampai saat ini ketersediaan DOC GPS dan DOC PS sebagai penghasil DOC FS tercukupi. Namun ketersediaan DOC FS yang jumlahnya cukup besar terkadang malah dapat merugikan pembibit, ketika terjadi over suplai dan harga pakan sedang melambung harga jual DOC akan jatuh karena banyak peternak yang mengurangi pasokan DOC di kandangnya chick in sehingga pembibit mengalami kerugian. Mekanisme masuknya DOC ke Indonesia saat ini semakin diperketat, hal ini bertujuan untuk menghindari masuk dan berjangkitnya penyakit yang menyerang unggas seperti virus AI. Sejak 1 Maret 2008, perijinan impor maupun ekspor GPS dan PS ayam ras pedaging harus melalui Pusat Perijinan dan Investasi PPI Departemen Pertanian terlebih dahulu. Landasan hukumnya adalah Permentan Nomor 07PermentanOT.14012008 tentang syarat dan tata cara pemasukan dan pengeluaran benih, bibit ternak, dan ternak potong. Berdasarkan Permentan tersebut, pengajuan ditujukan kepada Menteri Pertanian yang kemudian diteruskan melalui 3 instansi, yaitu PPI, Badan Karantina, dan Direktorat Jenderal Peternakan. PPI berwenang untuk memeriksa kelengkapan administrasi. Badan Karantina melakukan analisa teknis di bidang karantina hewan Instalasi Karantina Hewan SementaraIKHS, sedangkan Direktorat Jenderal Peternakan, berwenang memeriksa dan menganalisa teknis benih, bibit, dan ternak potong terhadap dipenuhinya persyaratan teknis dan persyaratan kesehatan hewan, menerbitkan SPP setelah semua persyaratan dipenuhi, dan menerima laporan Realisasi Impor dan Laporan Populasi, Produksi,dan Distribusi, Poultry Indonesia, 2008. Alur impor bibit ayam disajikan pada Lampiran 12. b Pakan Keberadaan industri pakan unggas dalam negeri merupakan salah satu faktor penentu dayasaing ayam ras pedaging Indonesia di pasar internasional. Ayam mengkonsumsi 16 persen biji-bijian dunia terutama jagung, 26 persen biji minyak dunia khususnya bungkil kedelai, dan 6 persen gandum dunia. 61 Bahan baku pakan ayam ras pedaging yang umum digunakan di Indonesia terdiri dari jagung, bungkil kedelai atau soybean meal SBM, tepung tulang dan tepung daging atau meat bone meal MBM, tepung ikan Fish Meal, corn glutein meal CGM, dan tepung unggas atau poultry meat meal PMM, dan sebagian besar 61 Paul Aho. 2005. Ekonomi Industri Perunggasan Global Setelah Flu Burung. http:www.poultryindonesia.com . Diakses pada tanggal 12 Februari 2008. bahkan hampir seluruhnya merupakan produk impor. Melihat hal tersebut maka dapat diketahui bahwa kenyataan yang terjadi pada industri pakan dalam negeri saat ini adalah masih lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan terutama terkait dengan bahan baku utama pakan unggas yang sebagian besar terdiri dari jagung, sedangkan untuk bungkil kedelai atau soybean meal SBM dan premiks selalu tersedia sepanjang tahun meskipun ketersediaannya masih berasal dari impor. Kebutuhan bahan baku pakan unggas Indonesia tahun 2000 sampai tahun 2005 disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Kebutuhan Bahan Baku Pakan Unggas Indonesia Tahun 2000-2005 Bahan Baku Kebutuhan Bahan Pakan RibuTon 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Jagung 2.313 1.570 2.981 3.187 3.392 3.906 Bungkil Kedelai 810 900 1.044 1.116 1.188 1.368 Tepung Ikan 225 250 290 310 330 380 Dedak Padi 675 750 870 930 990 1.040 Wheat Pollard 450 500 580 620 660 760 Premiks 27 30 35 37 40 46 Sumber : Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Departemen Pertanian, 2006 • Jagung Kendala yang dihadapi oleh industri pakan ternak saat ini baik di Indonesia maupun negara lainnya di dunia terutama yang bertindak sebagai importir jagung adalah masalah kelangkaan jagung yang dipicu oleh rendahnya ekspor jagung dari sejumlah negara surplus jagung seperti Amerika Serikat, China, dan Argentina yang peruntukan jagung dalam negerinya bertambah, yaitu tidak hanya untuk pakan ternak dan industri pangan tetapi sebagai bahan energi pengganti bahan bakar minyak BBM yaitu bio-etanol dan biofuel. Karena jagung merupakan komponen terbesar dalam komposisi pakan ayam yaitu mencapai 50 persen, maka secara otomatis kelangkaan jagung akan meningkatkan harga pakan ayam akibatnya banyak peternak yang tidak mampu berproduksi sesuai kapasitasnya karena harga pakan yang sangat tinggi. Kebutuhan jagung untuk produksi pakan ternak mencapai 3,5-4 juta ton per tahun sedangkan yang bisa dipasok dari dalam negeri hanya sebesar 2,5 juta ton sehingga untuk menutupi kekurangannya harus dipenuhi dengan cara impor. Sebanyak 70 persen impor jagung Indonesia dipasok dari negara Argentina, sedangkan sisanya dipasok dari Amerika Serikat, Thailand, dan Myanmar. 62 Impor jagung Indonesia sejak tahun 2001 hingga tahun 2003 cenderung meningkat, namun memasuki tahun 2004 impor jagung mengalami penurunan yang cukup besar yaitu mencapai 66,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya begitu juga di tahun 2005 dimana impor jagung mengalami penurunan sangat besar yaitu sebanyak 129 persen dibandingkan tahun 2004. Hal ini berarti ketergantungan Indonesia terhadap jagung impor semakin berkurang. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan impor jagung oleh Indonesia ialah dikarenakan adanya peningkatan produksi jagung dalam negeri, salah satunya di provinsi Gorontalo yang saat ini dijuluki sebagai “Provinsi Jagung”. Peningkatan produksi jagung di provinsi Gorontalo memberikan pengaruh yang besar terhadap ketersediaan pasokan jagung dalam negeri, untuk tahun 2005 produksi jagung di provinsi Gorontalo mencapai 400 ribu ton atau meningkat sebesar seratus persen dari tahun sebelumnya. Provinsi lain yang juga sudah mulai meningkatkan usaha budidaya jagungnya adalah Provinsi Kalimantan Barat dengan tiga daerah utama penghasil jagung yaitu Rasau Jaya, Sanggau Ledo, dan Singkawang, serta 62 Budiarto Soebidjanto. 2007. Pengusaha Pakan Ternak Desak Pembebasan Bea Masuk Impor Jagung . http:www.disnak.jabar.go.id . Diakses pada tanggal 24 November 2007. Kabupaten Ciamis yang merupakan kabupaten penghasil ayam ras pedaging terbesar di provinsi Jawa Barat Poultry Indonesia, 2008. Data impor jagung Indonesia sejak tahun 2000 hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Data Impor Jagung Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Jumlah Jagung Impor Ribu Ton 2000 1.237 2001 1.031 2002 1.315 2003 1.644 2004 988 2005 432 Sumber : Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Departemen Pertanian, 2006 Dengan sumberdaya alam yang dimiliki seperti luas lahan tanam jagung yang mencapai 27 juta hektar dan baru dimanfaatkan sekitar 3,4 juta hektar, tersedianya benih jagung hibrida berkualitas yang mampu menghasilkan 7-8 ton per hektar, serta pemanfaatan benih jagung yang masih sebesar 17 persen padahal kapasitas Indonesia jauh di atas angka tersebut menjadikan Indonesia berpeluang sebagai negara yang mampu berswasembada jagung bahkan menjadi pengekspor jagung di pasar Internasional. Peluang Indonesia untuk membangun perkebunan jagung lebih besar dibandingkan negara ASEAN lainnya sehingga pada pertemuan FAPP di Thailand pada tahun 2007, sejumlah produsen ternak berharap Indonesia menjadi basis produksi jagung terutama di ASEAN untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan ternak. 63 Beberapa upaya untuk mewujudkan hal tersebut diantaranya telah mulai direalisasikan seperti sedang dibangunnya Gorontalo Internasional Maize Informasi Center GIMIC yang direncanakan akan selesai pada 2010. Dengan 63 Anton J Supit. 2007. Indonesia Perlu Sigap Sikapi Meningkatnya Pasar Jagung Dunia. http:news.antara.co.id . Diakses pada tanggal 22 Januari 2008. selesai dibangunnya GIMIC maka Gorontalo secara otomatis akan menjadi pusat informasi bagi kegiatan produksi jagung di seluruh dunia dan di tempat ini juga akan berkumpul para tenaga ahli atau pakar jagung dari berbagai belahan dunia. Dengan didirikannya GIMIC akan sangat berdampak positif bagi peningkatan kualitas dan kuantitas produksi jagung, yang pada akhirnya akan semakin mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor terutama biji-bijian yang semakin langka keberadaannya karena kebutuhannya yang harus terbagi untuk feed, food, dan fuel. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian diketahui bahwa pemerintah tengah melakukan usaha dalam rangka meningkatkan produksi jagung lokal sebesar 20 persen yaitu dari 13,28 juta ton tahun 2007 menjadi 15,93 juta ton pada 2008. Usaha tersebut sudah mulai direalisasikan dengan adanya bantuan benih Rp.380 miliar serta pemberian bantuan alat-alat produksi pertanian termasuk silo yang jumlahnya mencapai 39 silo. Meskipun demikian, defisit jagung dalam negeri masih kurang menarik minat petani untuk mengusahakan jagung. Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya fluktuasi harga yang tajam pada komoditas jagung, yaitu seringkali harga jatuh di saat panen sehingga petani justru merugi. • Bungkil Kedelai atau Soybean Meal SBM Bungkil kedelai adalah penyumbang 35 persen dalam komposisi pakan ternak. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ketersediaan bungkil kedelai sebagai bahan baku pakan ternak selalu tersedia sepanjang tahun meskipun keberadaannya masih dipasok dari negara lain. Data Impor bungkil kedelai Indonesia sejak tahun 2000 hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Data Impor Bungkil Kedelai Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Jumlah Bungkil Kedelai Impor Ribu Ton 2000 1.262 2001 1.570 2002 1.424 2003 1.779 2004 1.779 2005 1.801 Sumber : Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Departemen Pertanian, 2006 Perkembangan impor bungkil kedelai menunjukan trend yang semakin meningkat setiap tahunnya. Jika dibandingkan dengan kebutuhan bungkil kedelai sebagai bahan baku pakan ternak maka jumlah impor bungkil kedelai sudah mencukupi bahkan melebihi kebutuhannya sehingga ketersediaan bungkil kedelai sejak tahun 2000 hingga tahun 2005 selalu tercukupi. Untuk bungkil kedelai, pemenuhannya hampir seratus persen berasal dari impor karena produksi dalam negeri tidak mencukupi selain itu harga bungkil kedelai impor lebih murah dibandingkan harga bungkil kedelai domestik. Negara pengekspor terbesar untuk kebutuhan bungkil kedelai Indonesia dan negara lain di dunia diantaranya adalah Brazil dan Amerika Serikat USDA, 2001. Selain harga bungkil kedelai impor yang lebih murah dari harga bungkil kedelai lokal, persoalan yang dihadapi adalah dalam hal penanaman kedelai dimana lahan penanaman kedelai di Indonesia termasuk di provinsi Aceh yang merupakan sentra kedelai nasional terus menurun setiap tahunnya. Pada tahun 1984 saat Indonesia mencapai swasembada pangan jumlah areal lahan kedelai sekitar 1,6 juta hektar dengan produksi 1,8 juta ton, tetapi pada tahun 2007 lahan penanaman kedelai hanya tinggal sekitar 362.000 hektar dengan produksi kedelai hanya sekitar 700.000 ton. Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini produksi kedelai di dalam negeri sudah mulai diusahakan oleh banyak petani, salah satunya adalah petani di daerah Grobogan, Jawa Tengah yang mampu menghasilkan kedelai dengan hasil produksi sebanyak tiga ton per hektar atau dua kali lipat produksi rata-rata petani Indonesia dengan lama waktu pemeliharaan hanya 70-75 hari atau 15-20 hari lebih pendek dari petani yang lain. Hal ini merupakan suatu kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam rangka penyediaan kedelai dalam negeri tanpa harus bergantung dengan kedelai impor. Namun sangat disayangkan karena upaya pemerintah untuk memberi insentif bagi petani agar memproduksi kedelai sama sekali tidak berjalan. • Tepung Tulang dan Tepung Daging atau Meat Bone Meal MBM Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Poultry Indonesia 2008, ketersediaan MBM di Indonesia sebagian besar bahkan hampir seratus persen berasal dari impor. Negara yang mengekspor MBM untuk Indonesia adalah Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Negara yang diperbolehkan mengimpor MBM adalah negara yang terbebas dari penyakit sapi gila atau Bovine Spongioform Encephalophaty BSE, sehingga segala bentuk produk sapi dari Eropa baik daging maupun tepung pakan ternak yang mengandung daging sapi atau sisa dari jenis MBM dilarang masuk ke Indonesia, sedangkan yang diperbolehkan masuk ke Indonesia dari Uni Eropa hanya PMM. Saat ini banyak terjadi penyimpangan dalam prosedur impor MBM dari luar negeri, dimana banyak MBM ilegal yang berasal dari Uni Eropa masuk ke Indonesia. Pada tahun 2006 tercatat ada 260 kontainer MBM ilegal yang masuk ke Indonesia. MBM ilegal dari Uni Eropa tersebut melanggar UU Nomor 161992 tentang karantina ikan dan tumbuhan, serta Kepmentan 12 Juli 2002 tentang pelarangan pemasukan ternak ruminansia dan produknya dari negara tertular BSE. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan 2007, volume impor MBM mencapai 15.000-20.000 ton per bulan. Dari jumlah tersebut, 50 persen berasal dari Australia, 35 persen berasal dari Selandia Baru, dan 15 persen berasal dari Amerika Serikat. Amerika Serikat merupakan produsen MBM terbesar di dunia Departemen Pertanian, 2007. Namun hingga saat ini perusahaan pemasok MBM dari Amerika Serikat masih dimonopoli oleh satu perusahaan saja yaitu Baker Commodities Inc. melalui Profaith Trade Coy padahal di Amerika Serikat, banyak perusahaan sejenis yang juga memiliki kualitas dan kemampuan yang sama, hal ini menyebabkan penentuan harga jual MBM menjadi tidak kompetitif. Tabel 25. Data Impor Meat Bone Meal MBM Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Jumlah Meat Bone Meal MBM Impor Ribu Ton 2000 328 2001 360 2002 272 2003 414 2004 227 2005 196 Sumber : Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Departemen Pertanian, 2006 Keterangan : [] Direktorat Kesehatan Hewan, Deptan, 2006 Hingga saat ini ketersediaan MBM dalam negeri untuk kebutuhan pakan ayam masih memadai jumlahnya terlebih kebutuhan komposisi MBM dalam pembuatan pakan ayam tidak sebesar komposisi jagung dan bungkil kedelai. Namun karena impor MBM oleh Amerika Serikat masih dilakukan oleh satu perusahaan saja menyebabkan harga MBM di dalam negeri menjadi mahal, akibatnya harga pakan juga menjadi mahal. Aspirasi yang juga disampaikan oleh beberapa peternak di daerah Jawa Barat diantaranya ialah menginginkan agar impor MBM tidak hanya dimonopoli oleh satu perusahaan saja sehingga harga pakan bisa ditekan dan biaya produksi bisa lebih efisien. 64 • Tepung Ikan Fish Meal Tepung ikan merupakan produk yang diperoleh dari penggilingan ikan yang sudah umum digunakan sebagai bahan baku formulasi ransum. Penggunaan tepung ikan dalam komposisi pakan ayam adalah sebesar 1,5-2 persen. Tepung ikan sebagai bahan baku pakan ternak sempat menjadi primadona karena dengan kandungan protein yang tinggi, mempermudah formulator ransum memenuhi standar protein yang dibutuhkan ternak. Namun sejak tahun 2007, penggunaan tepung ikan menurun karena harganya yang semakin tinggi Maulana, 2008. Tabel 26. Data Impor Tepung Ikan Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Jumlah Tepung Ikan Impor Ribu Ton 2000 111 2001 98 2002 45 2003 38 2004 37 2005 20 Sumber : Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Departemen Pertanian, 2006 Produksi tepung ikan Indonesia baik untuk kebutuhan lokal maupun ekspor selama ini dipenuhi dari pabrik tepung ikan yang berlokasi di Muncar Banyuwangi, Pengambengan Bali, dan Bitung Sulawesi Utara. Untuk Impor, negara yang memasok tepung ikan untuk Indonesia adalah Peru, Chile, Malaysia, Korea Selatan, dan Thailand. Secara umum ketersediaan bahan baku pakan di dalam negeri dapat diperoleh dengan mudah kecuali untuk jagung, karena keberadaannya saat ini semakin langka. Pakan ayam ras pedaging pada umumnya diproduksi oleh pabrik 64 Hasil wawancara dengan beberapa peternak inti, Bandung, Jawa Barat. pakan di dalam negeri namun bahan bakunya sebagian besar berasal dari impor. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor, Departemen Pertanian tengah melakukan himbauan kepada produsen pakan untuk dapat melakukan diversifikasi bahan baku dengan memanfaatkan produk lokal seperti lumpur sawit dan bungkil inti sawit BIS, namun menurut pihak GPMT BIS yang bersih dari cangkang sawit masih sulit diperoleh di dalam negeri. c Obat-obatan dan Vaksin Secara umum kondisi peternakan unggas nasional termasuk peternakan ayam ras pedaging masih sangat rentan terhadap serangan bakteri, virus, mikroplasma, maupun protozoa yang merugikan seperti yang baru terjadi saat ini yaitu adanya serangan virus AI pada ternak unggas. Hal ini dikarenakan terdapatnya kendala dalam peternakan ayam di dalam negeri seperti kualitas air yang buruk serta model transportasi, penyimpanan, dan pemberian pakan yang tidak higienis Ranggatabbu, 2007. Untuk mengatasi kendala tersebut obat- obatan dan vaksin merupakan salah satu alternatif pilihan dalam menyelesaikan persoalan. Di Indonesia ketersediaan obat dan vaksin sangat memadai karena banyak pabrik obat Indonesia yang telah mampu menghasilkan obat dan vaksin berkualitas untuk pemenuhan kebutuhan peternakan dalam negeri meskipun sebagian besar bahan bakunya berasal dari impor. Penyaluran obat dan vaksin telah menjangkau hampir seluruh wilayah di Indonesia sehingga para peternak kecil yang berada di daerah pun tidak kesulitan dalam memperoleh obat dan vaksin hewan. 65 65 Wawancara dengan drh. Carwan, anggota PDHI dan staf PT. Sanbe Farma. Rambu-rambu pengawasan, pembuatan, penyediaan, dan pemakaian obat hewan yang meliputi sediaan biologik, farmasetik termasuk antibiotik atau anti bakteri dan premiks telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 1967 yang kemudian dijabarkan dalam PP Nomor 78 Tahun 1992 tentang obat hewan. Selain itu pemerintah juga mengacu pada rekomendasi internasional dalam pengawasan penggunaan obat hewan veterinary drugs yang diatur dalam World Healt Organization WHO, Joint FAO atau WHO Expert Commite on Evaluation of Certain Veterinary Drug Residues in Food , dan Codex Alimentarius. Oleh karena itu semua obat hewan yag beredar di Indonesia wajib memiliki nomor pendaftaran atau registrasi dengan melalui proses pengkajian ilmiah dan teknis dari Komisi Obat Hewan KOH atau Panitia Penilai Obat Hewan PPOH, pengujian dan sertifikasi dari Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan BBPMSOH. Dengan standar dan prosedur keamanan obat dan vaksin hewan yang cukup ketat tersebut, maka ketersediaan obat dan vaksin hewan di dalam negeri adalah obat dan vaksin hewan yang aman, meskipun tidak dapat dipungkiri tetap terdapat obat dan vaksin hewan ilegal yang diedarkan oleh pengedar gelap. d Peralatan Budidaya atau Produksi Perkandangan Peralatan budidaya atau produksi perkandangan yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan ayam ras pedaging diantaranya adalah litter atau alas lantai yang terbuat dari serutan kayu atau campuran sekam, kapur, dan pasir, indukan atau brooder yang merupakan alat penghangat, tempat bertengger, tempat makan dan minum, serta alat-alat rutin suntikan, gunting operasi, pisau potong operasi kecil, dan lain-lain. Ketersediaan peralatan kandang standar yang dibutuhkan dalam kegiatan pemeliharaan ternak ayam tersebut dapat dengan mudah diperoleh di Indonesia karena pada umumnya peralatan tersebut diproduksi di dalam negeri. 2 Sumberdaya Manusia Salah satu upaya secara makro untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas agar produk-produk lokal termasuk produk peternakan mampu bersaing di pasar global adalah dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia atau tenaga kerja Wiranata dalam Bahri, 2001. Sumberdaya manusia merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan pembangunan suatu negara. Sumberdaya tersebut merupakan faktor penggerak sumberdaya lainnya yang bersifat statis. Sejalan dengan hal itu, kemampuan sumberdaya manusia tersebut merupakan faktor penggerak dalam peningkatan dayasaing komoditas daging ayam ras pedaging Indonesia. Faktor sumberdaya manusia dalam agribisnis ayam ras pedaging mengisi peran sebagai peternak, pedagang, eksportir, penyuluh, dan jabatan lainnya yang berkaitan dengan agribisnis ayam ras pedaging. a. Peternak Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa peternakan ayam ras pedaging dijalankan oleh empat sektor usaha. Jumlah peternak terbesar di Indonesia berada di sentra produksi ayam ras pedaging seperti provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Untuk kegiatan budidaya sebanyak 90 persen peternakan ayam ras pedaging di Indonesia dijalankan oleh para peternak rakyat dengan skala usaha kecil atau dapat dikatakan bahwa peternakan ayam ras pedaging di Indonesia didominasi oleh sektor tiga. Pada umumnya sektor tiga ini peternak plasma bekerjasama melakukan pola kemitraan dengan sektor dua yang bertindak sebagai perusahaan inti. Para peternak rakyat yang merupakan pelaku usaha on-farm sering terdiskriminasikan dalam hal penentuan harga jual produknya karena faktor jarak distribusi, tingginya biaya produksi, serta kesulitan memperoleh dukungan pendanaan. Hal ini karena para peternak rakyat tidak mampu mengintegrasikan antara subsistem hulu, subsistem budidaya, dan subsistem hilir. Dalam rangka mengatasi persoalan tersebut, kemitraan merupakan alternatif pemecahan masalah yang banyak dilakukan oleh peternak di Indonesia.Dengan kemitraan maka terjadi sinergisme yang baik antara perusahaan besar dengan peternak kecil, selain adanya jaminan pasokan bahan baku, jaminan ketersediaan pasar, bantuan permodalan dan kebijakan harga jual, para peternak juga memperoleh manfaat dengan adanya bimbingan dalam proses pemeliharaan serta adanya alih teknologi. Bimbingan dan penyuluhan yang biasanya difasilitasi oleh peternak inti sangat diperlukan oleh peternak rakyat karena pada umumnya peternak rakyat memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu tamatan Sekolah Dasar SD atau tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP, sehingga keterampilan beternak yang mereka miliki pada umumnya berdasarkan pengalaman atau belajar dari orang tua, teman, dan saudara. 66 Untuk perusahaan inti sendiri, manfaat yang diperoleh dengan bermitra adalah perusahaan inti dapat memasarkan produknya kepada peternak plasma selain itu perusahaan inti akan mendapat jaminan pasokan bahan baku dari mitranya. 67 Jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usaha budidaya ayam ras pedaging terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan tenaga kerja luar keluarga TKLK. Di Indonesia pola kegiatan budidaya ayam ras pedaging yang 66 Hasil wawancara dengan peternak rakyat di Subang dan Bandung, Jawa Barat, 2008. 67 Hasil wawancara dengan Bapak Gamma. Pemilik PS. Pilar Farm, Bandung, Jawa Barat, 2008. umum dijalankan adalah pola mandiri, pola kemitraan inti-plasma, dan pola kemitraan poultry shop. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peternak di Bandung, Jawa Barat diketahui bahwa secara umum peternak menjalankan pola kemitraan inti-plasma dan pola kemitraan poultry shop meskipun ada juga yang melakukan pola usaha budidaya mandiri. Jumlah jam kerja TKLK peternak mitra lebih besar dibandingkan peternak mandiri, sedangkan jumlah jam kerja TKDK peternak mandiri lebih besar dibandingkan peternak mitra karena peternak mandiri lebih mengutamakan produksi ayam dibanding peternak mitra sehingga mereka pada umumnya lebih percaya pada TKDK. TKLK yang digunakan oleh peternak mitra adalah tenaga kerja anak kandang, sedangkan peternak mandiri adalah tenaga kerja anak kandang dan biaya bimbingan technical service. Biaya bimbingan technical service untuk peternak mitra ditanggung oleh perusahaan inti karena merupakan bagian fasilitas yang diberikan perusahaan inti kepada mitranya. Upah yang diterima oleh peternak mitra dan peternak mandiri adalah sama yaitu sekitar Rp.125-Rp.150 rupiah per ekor ayam yang dipelihara, namun untuk peternak mandiri karena sebagian besar kegiatan yang dijalankan oleh TKDK maka upah tenaga kerja seringkali tidak diperhitungkan sedangkan untuk upah technical service yang harus dibayarkan peternak mandiri adalah sekitar Rp.150.000-Rp.450.000 untuk satu siklus produksi tergantung jumlah ayam yang dipelihara. b. Pedagang Pedagang merupakan salah satu komponen tenaga kerja yang berperan dalam menyalurkan ayam ras pedaging yang dihasilkan dari kegiatan budidaya. Pedagang ayam ras pedaging di Indonesia terdiri dari pedagang pengumpul atau penampung ayam, pedagang perantara broker, dan pemotong atau pengecer ayam. DKI Jakarta merupakan provinsi penyerap terbesar hasil unggas di Indonesia, sehingga banyak pelaku tataniaga di bidang pemasaran hasil unggas terdapat di provinsi ini. Sentra penampungan ayam yang terdapat di provinsi DKI Jakarta tersebar di beberapa daerah yang meliputi Jakarta Pusat Cempaka Putih, Senen, dan Tanah Abang, Jakarta Timur Pulo Gadung, Jatinegara dan Matraman, Jakarta Utara Cilincing, Penjaringan, dan Tanjung Priok, Jakarta Barat Cengkareng, Petamburan, dan Kembangan, dan Jakarta Selatan Kebayoran Lama, Kebayoran Baru dan Pasar Minggu. Para pedagang pengumpul yang memiliki lokasi penampungan sendiri TpnA serta kendaraan truk sendiri biasanya membeli ayam langsung dari peternak yang tersebar di Jabotabek, Priangan Timur, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang merupakan sentra penghasil ayam ras pedaging di Indonesia. Selain mendatangi langsung para peternak, pedagang pegumpul biasanya juga membeli ayam melalui pedagang perantara broker, sedangkan para pembeli ayam di penampungan pedagang pengumpul adalah para pemotong atau pengecer ayam. Para pemotong membeli ayam hidup dalam jumlah puluhan hingga ratusan ekor untuk kemudian dipotong, dibersihkan bulu dan jeroannya lalu dijual ke pasar. Pemotong umumnya juga merangkap sebagai pengecer ayam di pasar untuk selanjutnya dijual kepada konsumen akhir atau konsumen pengolah makanan. Selain menjual karkas ada juga pedagang pengecer yang tidak memotong ayamnya tetapi menjual ayam dalam bentuk hidup Poultry Indonesia, 2005. Gambar 4. Alur Tataniaga Perdagangan Komoditas Daging Ayam Ras di Indonesia Keterangan : [ ] Jalur pemasaran pertama [ ] Jalur pemasaran kedua Sumber : Poultry Indonesia, 2005 dan wawancara dengan perusahaan inti d. Eksportir Di Indonesia kegiatan ekspor ayam masih terbatas pada komoditas daging ayam yang dihasilkan oleh perusahaan ayam skala besar yang telah memiliki integrasi vertikal antar subsistem usahanya sehingga komoditas daging ayam yang dihasilkan mampu bersaing dengan komoditas daging ayam dari negara lain. Perusahaan penghasil ayam ras pedaging yang telah mampu melakukan ekspor ayamnya ke luar negeri diantaranya adalah prosesing plant PT. Ciomas Adi Satwa dari kelompok Japfa yang berlokasi di Wonoayu, Sidoarjo, Jawa Timur, PT. Charoen Pokphand melalui RPA nya di Cikande, Serang, dan PT. Sierad Produced. Komoditas daging ayam ras di Indonesia bukan merupakan komoditas utama ekspor, sehingga nilai ekspornya juga tidak terlalu besar. Di Indonesia tidak ada lembaga yang secara khusus menjadi wadah atau asosiasi eksportir ayam ras pedaging namun hal tersebut bukan berarti Indonesia tidak melakukan ekspor Perusahaan Inti Peternak Mandiri Peternak Plasma Pedagang Perantara Pedagang Pengumpul PemotongPengecer Konsumen Akhir Konsumen Pengolah Perusahaan besar komoditas daging ayamnya ke luar negeri. Di Indonesia kegiatan ekspor selain dilakukan oleh perusahan ayam skala industri, juga terdapat eksportir ayam yang bekerjasama dengan peternak terutama peternak skala industri untuk bertugas memasarkan komoditas daging ayam yang telah memenuhi standar ekspor. d. Penyuluh Dalam agribisnis ayam ras pedaging, penyuluh merupakan salah satu sumberdaya manusia yang memberikan kontribusi cukup besar dalam perkembangan dan kemajuan dunia peternakan baik di subsistem hulu, subsistem budidaya, hingga subsistem hilirnya. Lembaga atau individu yang berperan sebagai penyuluh dalam agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia diantaranya dibentuknya kelompok kerja Penyidik Penyakit Unggas Nasional K2P2 yang terdiri atas para staf Balai Penyidikan dan Pengujian Vateriner BPPV Regional IV Yogyakarta, Balai Penelitian Vateriner Balitvet Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, UGM, dan UNAIR serta Unit Pengendalian Penyakit Avian Influenza UPPAI FAO-Depatan RI, kelompok kerja tersebut bertugas untuk meneliti mengenai penyakit flu burung di Indonesia serta membantu para peternak dan masyarakat dalam menangani dan menanggulangi AI hingga ke daerah- daerah, Technical Service TS merupakan tenaga perusahaan sarana produksi peternakan sapronak yang bertugas menjual sekaligus memberikan pelayanan dan penyuluhan kepada peternak dalam menjalankan budidaya secara baik dan benar, Dinas Peternakan Daerah, dan lembaga-lembaga peyuluh terkait lainnya. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai faktor sumberdaya manusia dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dari segi kuantitas sumberdaya manusia serta biaya tenaga kerja yang relatif lebih murah dibandingkan negara produsen ayam ras pedaging lainnya di dunia. Namun jika dilihat dari segi kualitas, sumberdaya manusia Indonesia yang berfungsi sebagai penggerak perekonomian bangsa terbilang masih sangat rendah, hal ini dikarenakan masih banyak tenaga kerja dalam negeri yang memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga proses alih teknologi kurang dapat berjalan baik. 3. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK Penguasaan IPTEK dalam agribisnis ayam ras pedaging yang meliputi subsistem hulu pembibitan, pembuatan pakan, pembuatan obat-obatan dan vaksin hewan, subsistem budidaya teknologi perkandangan dan pemeliharaan, subsistem hilir teknologi pasca panen atau pengolahan sangat diperlukan dalam rangka menghasilkan komoditas daging ayam ras yang berdayasaing tinggi. Sumberdaya IPTEK yang mempengaruhi dayasaing nasional mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, ketersediaan pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah, ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi. a. Ketersediaan Pengetahuan Pasar Pasar merupakan faktor yang sangat menentukan eksistensi sebuah usaha. Suatu usaha tidak akan mampu bertahan dan berkembang apabila pasar, yang merupakan penyerap produk yang dihasilkan oleh usaha tersebut tidak tersedia. Bagi agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia, informasi mengenai pasar yang meliputi harga beli dan harga jual produk agribisnis ayam ras pedaging DOC, pakan, obat-obatan dan vaksin hewan, komoditas ayam, sarana produksi peternakan, perkembangan fluktuasi harga, daya serap pasar, tataniaga pasar dan informasi mengenai aspek pasar dan pemasaran lainnya. Di Indonesia, lembaga yang bertugas membantu masyarakat peternakan ayam ras pedaging dalam hal aspek pasar dan pemasaran adalah Pusat Informasi Pemasaran Hasil Unggas Pinsar Unggas Nasional yang berkedudukan di Bogor. Dengan adanya lembaga seperti Pinsar Unggas Nasional tersebut, sedikit banyak para pelaku usaha agribisnis ayam ras pedaging baik di subsistem hulu, subsistem budidaya, dan subsistem hilir memperoleh informasi yang berguna bagi kelangsungan usaha yang mereka jalankan. b. Ketersediaan Pengetahuan Teknis dan Pengetahuan Ilmiah Pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah sangat penting diperlukan dalam rangka mewujudkan hasil ternak yang berdayasaing tinggi. Pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah mengenai agribisnis ayam ras pedaging meliputi aspek perkandangan dan pemeliharaan, pembibitan, pakan, obat-obatan dan vaksin, serta pascapanen dan pengolahan. Perkembangan IPTEK khususnya dalam hal pengetahuan teknis dan pengetahuan ilmiah yang tengah diteliti dan dikembangkan baik oleh para pelaku yang bergerak dalam agribisnis ayam ras pedaging ini maupun lembaga-lembaga yang terkait adalah sebagai berikut : a Perkandangan dan Pemeliharaan Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan konsumen terhadap produk yang berkualitas juga semakin besar, salah satu aspek yang mempengaruhi kualitas daging ayam adalah teknologi perkandangan dan pemeliharaan. Teknologi perkandangan dan pemeliharaan ayam yang tengah dipopulerkan saat ini adalah teknologi closed house system atau sistem kandang tertutup. Teknologi kandang tertutup ini merupakan teknologi perkandangan yang serba otomatis. Sistem kandang tertutup diciptakan untuk mengurangi resiko terkena penyakit sehingga akan dapat mengurangi resiko kematian, mencegah dan mengurangi resiko penularan penyakit kepada lingkungan, dan meningkatkan kualitas hasil produksi. Sistem kandang tertutup dapat mengatur suhu di dalam kandang sesuai dengan kebutuhan ayam karena kandang tertutup telah dilengkapi dengan teknologi canggih seperti exhaust fan kipas, cooling pad pendingin, thermostat pengatur suhu, nipple peralatan minum otomatis, automatic feeder peralatan makan otomatis, panel yang mengatur exhaust fan dan cooling pad, pengatur tekanan air, alat pencampur obat dan vaksin otomatis. Pembangunan kandang tertutup dengan berbagai peralatan berteknologi tinggi tersebut tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, akibatnya belum banyak perusahaan peternakan yang mampu membangun kandang dengan sistem kandang tertutup ini karena seperti diketahui permodalan merupakan salah satu kelemahan peternak ayam ras pedaging di Indonesia. Namun demikian, saat ini beberapa perusahaan besar di Indonesia terutama yang berorientasi ekspor sudah menggunakan sistem kandang tertutup ini. Beberapa perusahaan tersebut adalah PT. Charoen Pokphand Indonesia, Sierad Industries, PT. Santika Duta Nusantara. PT. Charoen Pokphand Indonesia yang pabriknya berlokasi di Tangerang, Banten dan PT. Sierad Industries yang berlokasi di Serang, Banten bahkan menjadi perusahaan yang mampu memasok kebutuhan pembangunan kandang tertutup. Dengan demikian dapat diketahui bahwa adopsi teknologi tinggi dalam sistem perkandangan ayam ras pedaging sudah mulai dikembangkan oleh para peternak di Indonesia meskipun jumlahnya masih terbatas. Selain untuk keperluan non komersial, sistem kandang tertutup juga di bangun oleh Institut Pertanian Bogor IPB yang bekerjasama dengan PT. Charoen Pokphand Indonesia guna keperluan penelitian dan pengembangan di bidang peternakan ayam. b Pembibitan Pengembangan IPTEK pada industri pembibitan bertujuan untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas tinggi. Namun, ketersediaan teknologi pembibitan di Indonesia dapat dikatakan masih sangat terbatas, hal ini diindikasikan dengan masih banyaknya DOC yang berasal dari impor. Selain aspek produksi DOC, teknologi pembibitan juga ditujukan untuk menyeleksi kualitas DOC. Kegiatanya meliputi sexing DOC yaitu teknik pemisahan jantan dan betina yang bertujuan untuk mendukung optimalisasi performa ayam ras pedaging. Kegiatan sexing ini terdiri dari sexing kloaka dan sexing bulu. Sexing kloaka memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan sexing bulu sehingga harus melibatkan orang chick sexer yang memiliki pengalaman dalam menentukan jenis kelamin, sedangkan sexing bulu metodenya sangat mudah sehingga dapat dipelajari oleh anak kandang namun tingkat kesalahannya relatif lebih besar karena karakteristik bulu DOC jantan dan betina sangat identik. Kegiatan sexing biasanya dilakukan oleh perusahaan pembibitan dan perusahaan budidaya, karena jumlah perusahaan pembibitan di Indonesia masih terbatas dan teknologi pembibitan yang canggih juga masih terbatas pada perusahaan besar maka penerapan teknologi sexing kloaka ini juga masih terbatas pada perusahaan besar saja. Sedangkan di perusahaan budidaya sexing dilakukan setelah ayam berumur empat atau enam minggu atau ayam sudah menunjukkan karakteristik sekundernya. Keterlambatan sexing ini turut mempengaruhi performa ayam yang dihasilkan dan efisiensi budidaya yang dilakukan, karena pemeliharaan ayam yang tidak terpisah akan menimbulkan kerugian seperti sulitnya efisiensi penggunaan pakan karena adanya persaingan yang tidak seimbang antara ayam jantan dan betina. c Pakan Pakan yang berkualitas diperoleh dari bahan baku yang baik dan teknologi pengolahan yang menunjang. Penerapan teknologi pakan di tingkat pabrik pakan Feedmill di Indonesia sudah berkembang dengan cukup baik, namun penyediaan bahan bakunya sangat tidak memadai terutama untuk penyediaan jagung. Hal ini juga terkait dengan masih kurang memadainya teknologi yang menunjang pengadaan jagung berkualitas seperti masih terbatasnya penyediaan silo dan mesin pengering dryer. Untuk mencoba mengatasi permasalahan tersebut, kegiatan penerapan teknologi pada industri pakan ayam yang tengah dilakukan oleh beberapa pabrik pakan di Indonesia adalah riset terhadap bahan baku pakan pengganti seperti polard , copra meal, BIS, lumpur sawit atau solid heavy paste, dan dedak padi yang bertujuan untuk mencari teknologi yang mampu menutupi kekurangan bahan tersebut sehingga dapat digunakan sebagai pengganti jagung yang saat ini semakin sulit keberadaanya. Berkat adanya dukungan teknologi dan penyerapan informasi dari negara lain, saat ini di Indonesia tengah diusahakan bahan baku pakan ternak yang lebih murah dan efisien yaitu keli meal. Teknologi produksi keli meal yang diadopsi dari negara Malaysia ini sama dengan teknologi produksi yang diterapkan untuk produksi fish meal di Indonesia. Sedangkan sistem integrasinya sama dengan sistem balong ayam longyam yaitu ikan keli yang dipelihara memakan kotoran ayam sedangkan hasil panen ikan keli digunakan untuk membuat keli meal, dengan demikian biaya produksi dapat ditekan. Penerapan teknologi lainnya yang telah dilakukan dalam industri pakan dalam negeri adalah riset yang dilakukan oleh Evialis Perusahaan internasional pemilik Citra Ina Feedmill yang melakukan riset hingga penggunaan pakan di tingkat peternak yang menggunakan kandang terbuka sehingga efek pakan terhadap performa ayam yang didapatkan sesuai dengan kenyataan di lapangan Poultry Indonesia, 2007. Berbeda dengan ayam ras petelur, pakan untuk ayam ras pedaging tidak dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri karena untuk menghasilkan bentuk dan kecernaan yang sesuai dengan kebutuhan ayam diperlukan diperlukan keterlibatan teknologi tinggi, untuk itu ketersediaan pengetahuan dan teknologi tinggi yang dimiliki pabrik pakan sehingga dapat menghasilkan pakan berkualitas sangat diperlukan dan hal itu sudah banyak dimiliki oleh pabrik pakan di dalam negeri. Salah satu contoh nyata yang membuktikan adanya perkembangan hasil penelitian dan teknologi terhadap pakan unggas adalah, semakin menurunnya angka Food Convertion Ratio FCR pada pakan ayam dibandingkan beberapa tahun kebelakang, hal ini berarti angka efisiensi pakan semakin meningkat. Data perbaikan laju Average Daily Gain ADG dan Feed Convertion Ratio FCR dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Laju Average Daily Gain ADG dan Feed Convertion Ratio FCR Tahun Umur Saat Mencapai 1800 Gram Hari FCR 1950 84 3,25 1960 70 2,50 1970 59 2,20 1980 51 2,10 1990 43 1,95 2000 35 1,65 2010 28 1,50 Sumber : Infovet, 2008 Keterangan : [] Angka perkiraan ADG : Laju pertumbuhan harian gram FCR : Rasio perbandingan kg pakan untuk pembentukan 1 kg daging ayam d Obat-obatan dan Vaksin Kemajuan IPTEK pada industri obat-obatan dan vaksin hewan di Indonesia berkembang sangat pesat, hal ini dibuktikan dengan tersedianya pabrik- pabrik obat dan vaksin yang mampu menghasilkan produk berkualitas bahkan telah dapat menembus pasar luar negeri. Namun sangat disayangkan, seperti halnya bahan baku pakan, bahan baku untuk pembuatan obat-obatan dan vaksin hewan masih sepenuhnya tergantung dari komponen impor. Pengembangan dan pemanfaatan obat-obatan dan vaksin hewan lokal masih belum berjalan sesuai dengan harapan. Hasil inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan merupakan salah satu alternatif strategi pengembangan yang diusulkan karena pengembangan obat- obatan dan vaksin hewan tersebut teelah disesuaikan dengan kondisi dan iklim di Indonesia. Saat ini para peneliti di tanah air sedang mengembangkan suatu terobosan baru dalam rangka menghasilkan suatu feed aditive atau aditif pakan yang mampu berperan sebagai pemacu pertumbuhan yang aman bagi konsumen, hal ini dilakukan karena saat ini penggunaan antibiotik growth promotant AGP telah dilarang penggunaanya oleh berbagai negara di dunia karena sifatnya yang dapat terakumulasi menyebabkan orang yang mengkonsumsi daging ayam yang banyak mengandung antibiotik resisten terhadap antibiotik yang bersangkutan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa pakar dan peneliti diperoleh temuan yang berupa natural growth promotor, diantaranya adalah asam organik, immun modulator, probiotik, prebiotik, dan fitobiotik. Bahan-bahan alami yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut diyakini mampu berfungsi seperti antibiotik namun dengan hasil yang lebih aman. Penemuan yang besar tersebut dan didukung dengan kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia seperti tersedianya keanekaragaman tumbuhan yang merupakan salah satu sumber natural growth promotor mampu membantu industri peternakan ayam ras pedaging dalam menghasilkan produk yang berdayasaing di pasar internasinal. e Pascapanen dan Pengolahan Satu hal yang juga tidak boleh terlupakan dalam mata rantai agribisnis ayam ras pedaging adalah industri pascapanen atau pengolahan. Teknologi yang diterapkan pada industri pascapanen atau pengolahan ayam ras pedaging di Indonesia tengah diarahkan kepada perbaikan atau restrukturisasi industri hilir yang mengarah kepada pola ASUH. Penerapan teknologi pascapanen dan pengolahan ayam yang sesuai dengan standar Good Manufacturing Practice GMP di Indonesia diantaranya adalah RPA dengan prinsip konsep System, Equipment, and Commitment SEC yaitu pemotongan harus dilakukan dengan sistem yang standar, peralatan yang standar, serta ditopang oleh komitmen yang tinggi untuk konsisten terhadap kualitas sistem dan peralatan demi tercapainya sebuah produk yang ASUH. RPA merupakan penentu dari proses panjang perjalanan peternakan ayam, karena bagaimana pun sehatnya ayam yang dipelihara, jika ditingkat RPA subsistem hilir pemotongannya tidak memenuhi kriteria pemotongan maka kecenderungan menimbulkan penyakit akan besar. Prosedur pemotongan yang halal dan higienis ditujukan untuk menghasilkan produk yang halal, sehat, dan aman untuk dikonsumsi hal ini merujuk pada kaidah sertifikasi jaminan keamanan pangan yang berupa HACCP dan ISO 22000 terutama untuk pemenuhan ekspor. Berdasarkan Nomor Kontrol Veteriner NKV Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Pertanian, jumlah RPA yang memenuhi persyaratan teknis higiene dan sanitasi hanya kurang lebih 19 buah dengan kapasitas 20.000-30.000 ekorhari dan sedangkan jumlah RPA tradisional. Keterbatasan RPA higienis yang ada di Indonesia juga menjadi faktor penghambat dayasaing komoditas ayam ras pedaging Indonesia di pasar internasional. Kualitas karkas yang ASUH dalam jumlah yang mencukupi akan sulit diperoleh dengan keterbatasan RPA yang higienis. Karena sebagian besar peternak ayam ras pedaging di Indonesia merupakan peternak rakyat dengan keterbatasan modal yang dimiliki, maka peran pemerintah dalam rangka membantu memajukan industri hilir ini adalah dengan mendirikan RPA bersama dengan tetap memperhatikan teknik pemotongan atau proses pemotongan yang halal dan memenuhi aspek kesehatan. Hal yang akan dilakukan oleh pemerintah adalah dengan merelokasi RPA yang tidak resmi hal ini berdasar pada Peraturan Gubernur No. 1462007 Pergub DKI pada 13 November 2007 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Perda DKI No.42007 yang berisi aturan relokasi RPA dan TPnA dan menata distribusi unggas ke Jakarta, salah satunya adalah pemusatan RPA di daerah Rawa Kepiting, Jakarta Timur dan pemusatan TPnA di PD. Dharma Jaya di Cakung, Jakarta Timur. Dengan kebijakan seperti ini diharapkan industri hilir yang berupa industri RPA menjadi lebih baik lagi. Selain industri RPA, teknologi pascapanen dan pengolahan juga mulai dikembangkan pada industri pengolahan ayam. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya produk olahan asal daging ayam yang mulai membanjiri pasar dalam negeri seperti sosis ayam, bakso ayam chicken nugget, corned chicken, smoke chicken , chicken burger, dan sebagainya. Industri ini hanya dilakukan oleh beberapa perusahaan dengan menggunakan teknologi yang sangat maju. c. Ketersediaan Sumber-Sumber Pengetahuan dan Teknologi Ketersediaan sumber IPTEK dalam kaitannya dengan perkembangan kemajuan agribisnis ayam ras pedaging sangat diperlukan. Sumber-sumber IPTEK yang berkaitan dengan agribisnis ayam ras pedaging di Indoesia cukup tersedia dan memberikan kinerja yang cukup baik dalam penyediaan informasi yang berkaitan dengan ruang lingkup agribisnis ayam ras pedaging. Beberapa instansi yang terlibat dan dapat menjadi sumber IPTEK bagi agribisnis ayam ras pedaging berdasarkan spesifikasi masing-masing industri yang berada di dalamnya diantaranya adalah : a Sumber IPTEK bagi industri pembibitan adalah Gabungan Perusahaan Perbibitan Unggas Indonesia GPPU b Sumber IPTEK bagi industri pakan adalah Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Indonesia GPMT c Sumber IPTEK bagi industri obat-obatan dan vaksin adalah Asosiasi Obat Hewan Indonesia ASOHI d Sumber IPTEK bagi industri budidaya atau pemeliharaan adalah Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia PPUI, Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia GAPPI, Masyarakat Perunggasan Indonesia MAPERINDO, Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional GOPAN, Asosiasi Peternak Ayam Ciamis PPAN, Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta APAYO, Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara PPUN. e Sumber IPTEK bagi industri pascapanen dan pemasaran adalah Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia GAPMMI f Sumber informasi pasar dan pemasaran adalah Pusat Informasi Pemasaran Hasil Unggas Pinsar Unggas Nasional g Sumber informasi IPTEK lainnya adalah Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Balai Penelitian Veteriner Balitvet, Perguruan Tinggi, Lembaga Statistik, Majalah peternakan dan kesehatan hewan Infovet, Poultry Indonesia, TROBOS, dan sebagainya, Internet, dan sumber-sumber lainnya. Meskipun hampir setiap industri yang terkait dalam agribisnis ayam ras pedaging memiliki sumber IPTEK yang langsung terkait dengan industri tersebut, namun tidak tertutup kemungkinan untuk industri lain memperoleh informasi karena antara satu industri dengan industri yang lain dan antara sumber IPTEK yang satu dengan sumber IPTEK yang lain saling terkait. Banyaknya sumber IPTEK yang terkait dengan agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia menandakan bahwa usaha ini merupakan usaha yang sangat potensial dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak untuk senantiasa ditingkatkan pengusahaannya. 4 Sumberdaya Modal Tidak dapat dipungkiri bahwasanya modal merupakan faktor yang sangat menentukan berdiri dan berkembangnya suatu usaha. Permodalan di sektor peternakan termasuk pada agribisnis ayam ras pedaging dirasakan masih lemah, hal ini terlihat dari masih banyaknya para pelaku agribisnis ayam ras pedaging khususnya pada subsistem budidaya yang menjalankan usahanya dalam skala kecil karena keterbatasan modal yang dimilikinya. Keterbatasan modal memang merupakan masalah yang tidak bisa lepas dalam dunia pertanian di Indonesia. Pola pemikiran para peternak yang masih konvensional menyebabkan lembaga permodalan di Indonesia seperti bank yang enggan memberikan bantuan permodalan kepada para peternak karena berdasarkan pengalaman yang ada selama ini kebanyakan dari peternak sulit untuk mengembalikan pinjaman modalnya kepada bank, terlebih agribisnis ayam ras pedaging khususnya di subsistem budidaya merupakan usaha yang sangat rentan terhadap kegagalan panen hal ini terkait dengan sifat dan karakteristik produk agribisnis yang hasil produksinya selalu tidak pasti atau sesuai keadaan alam. Sebagai upaya dalam rangka mengatasi kendala permodalan tersebut, saat ini di Indonesia telah banyak dilakukan suatu pendekatan yang disebut pola kerjasama kemitraan. Pola kemitraan ini merupakan kerjasama antara pihak perusahaan bermodal kuat dengan pihak peternak rakyat yang bermodal lemah. Kerjasama saling menguntungkan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat agribisnis ayam ras pedaging dalam negeri sehingga dapat bersaing di pasar global. Inti dari kerjasama ini adalah pihak perusahaan besar yang memiliki modal kuat memberikan bantuan permodalan kepada peternak rakyat agar peternak rakyat dapat menjalankan usaha budidaya untuk selanjutnya pengembalian modal kepada perusahaan besar disesuaikan berdasarkan perjanjian kerjasama semula. Di Indonesia pola kemitraan yag banyak diterapkan pada agribisnis ayam ras pedaging pola kemitraan inti-plasma, poultry shop, dan sewa kandang. Namun dengan telah dilakukannya pola kerjasama kemitraan bukan berarti tidak ada lagi masalah yang terjadi. Pada kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan kerjasama dari perjanjian yang telah disepakati semula. Pada awal penanaman modal, kesetaraan merupakan syarat mutlak dalam perjanjian yang akan disepakati bersama. Namun pada prakteknya para peternak seringkali hanya berperan sebagai tenaga kerja yang dibayar untuk memelihara ayam milik perusahaan besar. Hal ini merupakan penyimpangan yang seharusnya tidak terjadi karena dapat menjadi penghambat maju dan berkembangnya agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia. 5 Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur meliputi sarana dan prasarana yang digunakan dalam kegiatan agribisnis ayam ras pedaging. Sarana dan prasarana tersebut berperan bagi seluruh subsistem agribisnis baik subsistem hulu, subsistem budidaya, subsistem hilir, maupun subsistem penunjangnya. Infrastruktur subsistem hulu yaitu industri pembibitan DOC FS dan DOC PS, industri pakan, dan industri obat-obatan dan vaksin hewan pada agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia telah tersedia dan memadai dengan penggunaan teknologi yang mutakhir meskipun semua dimiliki oleh perusahaan besar yang meskipun jumlahnya tergolong minoritas namun pangsa pasarnya mendominasi pasar ayam ras pedaging baik di dalam maupun di luar negeri. Infrastruktur yang tidak mendukung adalah terletak pada sektor penyedia bahan baku atau komponen yang dibutuhkan industri di subsistem hulu seperti terbatasnya penyediaan jagung lokal karena kurang memadainya silo dan alat pengering jagung serta masih belum dimilikinya teknologi pembibitan GPS. Pada subsistem budidaya, infrastruktur yang memadai juga telah dimiliki oleh perusahaan besar seperti penggunaan sistem kandang tertutup dengan peralatan dan perlengkapan pendukung yang menggunakan teknologi tinggi sedangkan pada peternak rakyat sarana dan prasarana perkandangan, peralatan, dan perlengkapannya masih tradisional. Di subsistem pascapaen, tidak jauh berbeda dengan subsistem lainnya dimana teknologi canggih sudah diterapkan pada RPA modern yang dimiliki perusahaan besar sedangkan peternak rakyat hanya memiliki TPA sederhana yang tidak menerapkan konsep ASUH. Sarana dan prasarana pendukung lainnya seperti jalan, jembatan, dan pelabuhan secara umum masih kurang memadai dan minim. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa infrastruktur yang baik dan memadai hanya dimiliki oleh perusahaan besar, karena pola pengusahaannya telah sesuai dengan sifat agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia yaitu integrasi antar subsistemnya, sedangkan infrastruktur agribisnis ayam ras pedaging skala peternak rakyat secara umum dirasakan masih belum memadai untuk mendukung terciptanya produk yang berdayasaing di pasar internasional.

6.7.2. Kondisi Permintaan