BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Deskripsi Umum Ayam Ras Pedaging
Ayam ras pedaging merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam
memproduksi daging ayam. Hingga kini ayam ras pedaging telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Ayam ras pedaging
mempunyai pertumbuhan bobot badan yang sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat, yaitu pada
umur 5-6 minggu berat badannya dapat mencapai 1,3-1,8 kilogram dan pada saat itu ayam telah siap untuk dipanen Cahyono, 2002.
Istilah broiler digunakan untuk menggantikan ayam ras pedaging yang unggul rasnya ditinjau dari dua kriteria yaitu hasil utama dan pertumbuhannya
Rasyaf, 1999. Pertumbuhan ayam ras pedaging sangat tergantung kepada pemberian ransum yang disesuaikan dengan lama waktu dan cara pemeliharaan.
Bahan makanan yang biasa digunakan sebagai pembentuk ransum ayam ras pedaging adalah jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak, pollard dan premix.
2.3.1. Kandungan Gizi Daging Ayam Ras Pedaging
Seiring berkembangnya zaman, tuntutan konsumen terhadap suatu produk juga semakin kompleks. Pola kebutuhan konsumen terhadap makanan pun
mengalami pergeseran, pergeseran selera konsumen tersebut salah satunya adalah berubahnya pola konsumsi dari red meat daging merah menjadi white meat
daging putih. Hal ini dikarenakan sebagian konsumen menganggap daging putih
atau daging yang berasal dari unggas dan ikan lebih menyehatkan dibandingkan daging merah yang kebanyakan berasal dari ternak ruminansia seperti sapi dan
kambing. Selanjutnya Rasyaf 1999 mengemukakan bahwa ciri khas ayam ras
pedaging adalah rasanya enak dan khas, dagingnya empuk dan banyak, serta pengolahannya mudah tetapi mudah hancur dalam proses perebusan yang lama.
Bila dilihat dari kandungan gizi, daging ayam merupakan sumber protein yang berkualitas. Dalam 100 gram daging ayam mengandung 18,20 gram protein dan
404,00 kkal yang berguna untuk menambah energi. Kandungan gizi yang terdapat pada daging ayam ras dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Gizi Daging Ayam Ras
Nilai Gizi Per 100 Gram Satuan
Jumlah
Kalori Kilokalori kkal
404,00 Protein
Gram gr 18,20
Lemak Gram gr
25,00 Kolesterol
Gram gr 60,00
Vitamin A Miligram mg
243,00 Vitamin B1
Gram gr 0,80
Vitamin B6 Gram gr
0,16 Asam Linolenat
Miligram mg 6,20
Kalsium Gram gr
14,00 Fosfor
Miligram mg 200,00
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan, 1992
2.3.2. Perkembangan Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Indonesia
Agribisnis perunggasan khususnya ayam ras pedaging di Indonesia merupakan salah satu agribisnis yang perkembangannya paling cepat. Suharno
2004 menjelaskan bahwa peternakan ayam ras pedaging dimulai dari usaha keluarga yang dirintis sejak tahun 1960. Ketika pemerintah mulai mencanangkan
program Pembangunan Lima Tahun Pelita maka ayam ras pedaging ikut menjadi salah satu program yang mendapat perhatian serius. Produktivitas ayam
ras pedaging yang relatif lebih tinggi dibanding dengan ayam buras menyebabkan komoditas ini mendapat perhatian besar dari pemerintah. Dukungan pemerintah
dalam mengembangkan ayam ras pedaging terlihat dari adanya program Bimbingan Massal Broiler Bimas Broiler pada tahun 1980, sejak itu peternakan
ayam ras mengalami pertumbuhan yang pesat menjadi suatu agribisnis modern yang ditandai dengan tumbuhnya investasi pada industri hulu industri pembibitan
atau penyedia DOC, industri pakan, industri obat-obatan dan vaksin, usaha budidaya atau industri peternakan, maupun industri hilir rumah pemotongan
ayamRPA dan industri pengolahan makanan. Meskipun demikian program Bimas ini menemui sejumlah persoalan
terutama sejak memasuki Pelita III 1974-1984, masalah pemasaran daging ayam ras mulai timbul. Pada saat itu banyak peternak baru di luar peserta Bimas
bermunculan sehingga menimbulkan masalah berupa kekurangan bahan baku pakan terutama jika musim kemarau tiba. Selain itu adanya peternak berskala
besar yang mampu menjual ayam dengan harga di bawah harga peternak kecil juga turut menimbulkan kemelut yang berupa pertentangan antara peternak besar
dengan peternak kecil. Sebagai tanggapan terhadap permasalahan ini, maka pada periode 1980-1989 pemerintah menetapkan kebijakan berupa Keppres Nomor 50
Tahun 1981 tentang pembatasan skala usaha yang dimaksudkan untuk membendung agar peternakan ayam ras tidak dikuasai oleh industri besar dan SK
Mentan Nomor TN.406Kpts51984 tentang pengaturan kerjasama Perusahaan Inti Rakyat atau disingkat dengan PIR
Menurut Suharno 2005, dalam prakteknya peraturan tersebut sangat sulit diterapkan karena dinilai menghambat peternak untuk lebih mengembangkan
usahanya sehingga pada tahun 1990 disusunlah peraturan Keppres Nomor 22 Tahun 1990 yang mengatur pengklasifikasian skala usaha, yaitu membagi
peternakan menjadi peternakan rakyat dan perusahaan peternakan dan SK Mentan Nomor 362KptsTN12051990 yang berisi tentang ketentuan dan tata cara
pelaksanaan pemberian izin dan pendaftaran usaha peternakan. Dalam SK Mentan tersebut dinyatakan bahwa industri peternakan ayam ras pedaging dapat dilakukan
oleh perusahaan baik Perusahaan Modal Dalam Negeri PMDN, Perusahaan Modal Asing PMA, maupun koperasi. Khusus untuk PMA jika melakukan
investasi usaha budidaya ayam ras maka perusahaan ini diwajibkan untuk ekspor sebanyak 65 persen dari produk yang dihasilkan.
Setelah pemerintah menerbitkan Keppres Nomor 22 Tahun 1990 masyarakat perunggasan memandang perlunya Petunjuk Pelaksanaan Keppres
agar dilakukan pengaturan secara baik terutama dalam hal kemitraan, sehingga pada tahun 1996 diterbitkanah SK Mentan Nomor 4721996 yang mengatur
berbagai macam kemitraan. Kalau semula hanya ada PIR, maka sekarang ada kemitraan yang menempatkan posisi perusahaan sebagai penghela dan pengelola.
Dalam semua bentuk kemitraan maka pihak inti harus bertanggungjawab terhadap kegiatan pemasaran hasil Suharno, 2005.
Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah turut mendorong tumbuhnya industri peternakan ayam ras pedaging di Indonesia ke arah yang lebih baik.
terciptanya pola kemitraan antara perusahaan besar dengan peternak rakyat merupakan upaya yang diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi secara
berkesinambungan serta berdayasaing tinggi baik di pasar domestik maupun internasional. Intervensi yang kuat dari perusahaan besar terhadap peternakan
rakyat seperti adanya bantuan permodalan, jaminan ketersediaan pasar, pengorganisasian, dan bimbingan teknis merupakan keuntungan yang diperoleh
peternak rakyat. Sedangkan perusahaan besar memperoleh keuntungan dengan adanya jaminan ketersediaan hasil produksi.
Saat ini usaha ternak ayam ras pedaging sudah dapat dijumpai hampir di setiap propinsi yang ada di Indonesia dengan sentra produksi berada di propinsi
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Data populasi ayam ras pedaging menurut propinsi tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.3.3. Jenis Usaha Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Indonesia