Kabupaten Tuban Komparasi Disparitas Produktivitas Relatif

berpendidikan tinggi atau yang memiliki keahlian khusus yang dapat mengerjakan berbagai pekerjaan tersebut. Di sektor industri dan jasa, pendidikan dan keahlian tenaga kerja menjadi syarat utama karena Saat ini untuk pekerjaan di sektor industri yang tidak membutuhkan keahlian spesial di bidang tertentu seperti buruh dan operator, latar belakang pendidikan minimal yang disyaratkan pada umumnya adalah SMU dan sederajat. Berdasarkan pertimbangan ini, maka persentase penduduk 15 tahun ke atas yang berlatar belakang pendidikan minimal SMU dan sederajat akan mempengaruhi transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Pendapatan tenaga kerja di sektor industri yang rata-rata lebih tinggi daripada sektor pertanian dan faktor-faktor lainnya seperti jenjang karir kepastian pendapatan per bulan merupakan faktor pendorong transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan, pada umumnya seseorang cenderung berpindah ke sektor industri. Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja di delapan lokasi utama penelitian disajikan pada Tabel 18 berikut. Tabel 18. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan oleh Angkatan Kerja di Delapan Lokasi Penelitian Tahun 2010 No Kabupaten Total Angkatan Kerja orang Tidak Sekolah orang Tidak Tamat SD orang Tamat SD orang Tamat SMP orang Tamat SMU dan sederajat orang Tamat Pendidi-kan Tinggi orang Indeks Pendidikan Perbandingan Angkatan Kerja yang Tamat SMU atau Perguruan Tinggi dengan total tenaga kerja 1 Serang 687 885 6 434 194 016 257 888 120 242 94 722 14 583 0,1589 2 Bekasi 1 017 208 55 586 161 558 198 468 200 994 332 726 67 876 0,3938 3 Purwakarta 378 490 9 145 77 401 109 276 71 959 96 393 14 316 0,2925 4 Garut 885 832 5 412 176 834 356 941 153 500 134 967 58 178 0,2180 5 Magelang 648 484 32 855 133 171 210 133 139 199 105 584 27 542 0,2053 6 Kudus 420 513 11 226 38 670 149 006 99 299 102 923 19 389 0,2909 7 Tuban 599 175 62 401 88 451 238 994 97 738 85 135 26 456 0,1862 8 Pasuruan 792 059 38 674 180 267 255 356 142 758 148 853 26 151 0,2209 Sumber: Daerah dalam Angka 2011 diolah Penerapan mekanisasi dan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja juga dapat meningkatkan surplus tenaga kerja di sektor pertanian. Dengan penerapan mekanisasi dan teknologi modern di sektor pertanian, kebutuhan tenaga kerja dengan pendidikan dan keahlian tertentu meningkat, sementara kebutuhan tenaga kasar yang hanya mengandalkan kekuatan fisik semakin menurun. Berdasarkan data per kabupatenkota di Pulau Jawa seperti yang terlihat pada Lampiran 7, dapat dilihat bahwa secara umum, semakin tinggi kegiatan industri dan jasa, semakin tinggi pula tingkat pendidikan tenaga kerja. Persentase tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan SMU dan sederajat yang tinggi berada pada wilayah kota ataupun dekat dengan kota. Dari 33 kabupatenkota yang diamati, beberapa kota dan kabupaten yang memiliki persentase angkatan kerja dengan pendidikan SMU dan sederajat relatif tinggi antara lain Kota Madiun, Kota Probolinggo, Bekasi dan Kota Batu. Pada wilayah-wilayah ini, fasilitas-fasilitas sekolah baik yang disediakan oleh pemerintah maupun atas peran serta swasta banyak tersedia sehingga mempermudah akses penduduk di sekitarnya terhadap pendidikan. Selain faktor fasilitas pendidikan, motivasi dan peran serta orang tua juga mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang. Di wilayah perkotaan dan pusat industri ataupun jasa, terdapat banyak tenaga kerja yang berusaha dalam bidang industri ataupun jasa. Tenaga kerja yang berusaha di bidang industri ataupun jasa ini umumnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibanding tenaga kerja yang berusaha di bidang pertanian. Selanjutnya, tenaga kerja di bidang industri dan jasa tersebut juga berusaha agar anak ataupun keluarga lainnya juga menuntut pendidikan ke jenjang yang relatif tinggi. Dengan demikian, tenaga kerja yang tinggal di kota ataupun pusat industri dan jasa cenderung memiliki persentase pendidikan setingkat SMU atau sederajat yang lebih tinggi.

VI. FAKTOR DETERMINAN TERHADAP TRANSFORMASI TENAGA KERJA PERTANIAN

6.1. Estimasi Parameter Transformasi Tenaga Kerja

Dari hasil penelitian dari 33 kabupatenkota di Jawa, di dapatkan data bahwa tidak satupun dari kabupatenkota ini mempunyai industri dominan yang padat teknologi. Hasil perhitungan nilai-nilai berbagai variabel dapat dilihat pada Lampiran 8. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square OLS. Pengolahan data menggunakan Minitab 15. Estimasi persamaan regresi linier berganda yang dihasilkan adalah: IT i =-69,3+ 16,5IK i + 0,00254ID i + 4,43IP i + 20,1D mi +188D tk Nilai koefisien, standar error dan Statistik-t selengkapnya dapat dilihat di dan hasil analisis variannya disajikan pada Tabel 19 berikut. Tabel 19. Hasil Estimasi Model Persamaan Transformasi Tenaga Kerja Variabel Koefisien Standar Error Statistik - t Probabilitas Konstanta -69,34 26,72 -2,59 0,015 IK 16,522 14,18 1,17 0,254 ID 0,002538 0,003262 0,78 0,443 IP 4,431 1,427 3,11 0,004 Dmi 20,06 29,43 0,68 0,501 Dtk 187,67 33,35 5,63 0,000 S 0,514329 R-Sq R 2 75,4 Adjusted R-Sq 70,8 Source DF SS MS F P Regression 5 21,8851 4,3770 16,55 0,000 Residual Error 27 7,1424 0,2645 Total 32 29,0276 Pada penelitian ini nilai R 2 ditunjukkan oleh adjusted R-sq yang bernilai 70,8. Model dapat menjelaskan hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel tak bebasnya sebesar 70,8. Masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju transformasi tenaga kerja seperti investasi, dinamika harga produk-produk pertanian, tingkat upah, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah. Dari nilai F-statistik, dapat disimpulkan bahwa transformasi tenaga kerja minimal dipengaruhi oleh laju konversi, ketimpangan produktivitas relatif, tingkat