Komposisi Gizi Ikan Lele Dumbo Clarias gariepinus Surimi

Menurut Prihartono et al. 2000, ikan lele dumbo memiliki beberapa keunggulan. Pertama, ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan lele lokal. Kedua, lele dumbo dapat tumbuh lebih besar, satu ekor ikan lele mampu mencapai berat 2-3 kg. ketiga, telur ikan lele dumbo lebih banyak sehingga dapat menghasilkan benih lebih banyak. Keempat, biaya pemeliharaan untuk ikan lele dumbo lebih murah, karena dapat diberi berbagai macam pakan diantaranya pellet maupun berbagai jenis bangkai. Gambar ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Ikan lele dumbo Clarias gariepinus Sumber: Anonim 2011

2.2 Komposisi Gizi Ikan Lele Dumbo Clarias gariepinus

Kandungan gizi dan kalori yang terdapat pada daging lele dumbo meliputi protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B, air dan energi. Pada umumnya bagian ikan yang dapat dimakan edible portion berkisar antara 45-50 dari berat ikan. Analisis proksimat dari komposisi kimia ikan lele dumbo Clarias gariepinus dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia proksimat ikan lele dumbo Clarias gariepinus Komposisi Mentah Rebus Goreng Panggang Kadar air 75,68 71,08 63,32 65,76 Protein 16,80 21,14 21,82 24,28 Lemak 5,70 5,90 9,30 6,88 Kadar abu 1,00 1,20 2,30 2,62 Sumber : Rosa et al. 2007

2.3 Sosis

Sosis merupakan salah satu produk diversifikasi pangan yang saat ini digemari oleh semua lapisan masyarakat. Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin salsus yang berarti daging yang digarami atau diawetkan dengan penggaraman. Saat ini sosis tidak hanya dibuat menggunakan daging saja, melaikan dari kedelai dan ikan. Pembuatan sosis ikan sekarang ini belum banyak dikenal masyarakat. Padahal jika ditinjau dari kandungan gizinya, ikan memiliki kandungan protein yang tinggi dan merupakan salah satu alternatif produk pangan yang mudah dikonsumsi Suhartini dan Nur 2005. Sosis ikan merupakan suatu produk berasal dari daging ikan yang dicampurkan dengan bahan tambahan, dicetak dalam selongsong serta mengalami proses pemanasan Raju et al. 2003. Sosis adalah daging cincang yang diberi perlakuan penambahan pengawet berupa garam serta bahan lainnya meliputi bumbu-bumbu, bahan pengikat dan air yang kemudian dibentuk dengan ukuran yang sama menggunakan selongsong yang terbuat dari jaringan ikat usus hewan atau selulosa sehingga membentuk silinder Kramlich 1971. Sosis adalah produk yang dihasilkan dari emulsi minyak dalam air oil in water. Struktur dasar emulsi adalah campuran dari bagian-bagian daging halus yang tersebar sebagai emulsi lemak dalam air. Berdasarkan metode pembuatannya, sosis dibagi menjadi 6 kelompok yaitu: sosis segar, sosis asap tidak dimasak, sosis asap dimasak, sosis masak, sosis fermentasi, dan daging giling masak. Sosis ready to eat merupakan konversi dari sosis fermentasi kering yang dilakukan dengan cara mengiris potongan, kemudian dikemas dengan metode vakum, modifikasi atmosfer yang cukup menjadi permeable atau penghalang aerobik. Penggunaan teknologi tradisional untuk menjaga sanitasi pemotongan dan pengemasan sosis fermentasi ready to eat, tidak mungkin dapat terlaksana Cabeza et al. 2009.

2.3.1 Pembuatan sosis

Prinsip pembuatan sosis ikan meliputi penyiangan, pencucian, filleting, penirisan, penggilingan bersama bahan pengikat dan bumbu-bumbu, pemasukan dalam casing, perebusan dan penggorengan. Menurut Shierly 2002, tahapan pembuatan sosis ikan adalah sebagai berikut: a Penyiangan dan pencucian Pembuangan bagian yang tidak diperlukan dari tubuh ikan, antara lain isi perut, sirip ekor, serta daging bagian perut. Tujuan dari penyiangan dan pencucian yaitu untuk menghilangkan segala kotoran, darah, dan lendir yang merupakan sumber bakteri pembusuk dan pathogen. b Filleting Filleting merupakan proses memisahkan antara daging dengan tulang- tulangnya serta dilakukan pembuangan kulit. c Penggilingan Penggilingan bertujuan untuk menghaluskan daging sehingga mudah dicampur dengan bahan-bahan lain untuk membentuk adonan. Penggilingan daging lumat bertujuan pula untuk memperkecil ukuran, memperoleh daging giling yang berukuran seragam, mengesktraksi protein larut dalam air dan larutan garam serta untuk proses emulsifikasi. d Pengadonan Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar agar semua bahan tercampur merata. Suhu sangat berperan dalam menjaga kestabilan adonan. e Pengisian dalam selongsong Adonan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsongcasing, kemudian diikat menggunakan benang dengan ukuran yang seragam yaitu 10-15 cm. f Perebusan Pemasakan sosis dilakukan dengan cara perebusan pada suhu 60-70 °C selama 15 menit. Perebusan yang dilakukan terlalu lama dapat menyebabkan zat makanan akan terkestraksi dan akhirnya terbuang saat perebusan. Setelah perebusan dilakukan pendinginan agar suhu sesuai dengan suhu ruang.

2.3.2 Komposisi sosis

Sosis merupakan produk olahan makanan sebagai usaha diversifikasi yang terbuat daging lumat ikan maupun daging yang banyak mengandung air, protein, lemak dan mineral-mineral. a Protein Jumlah dan jenis daging serta jumlah bahan pengikat dapat mempengaruhi kadar protein pada sosis. Protein dalam daging dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, meliputi protein sarkoplasma yang dapat larut dalam air, protein miofibril dapat larut dalam larutan garam, dan protein stroma yang tidak larut dalam larutan garam. b Air Kadar air merupakan komponen sangat penting dalam bahan pangan, karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa. Kadar air pada sosis dapat dipengaruhi berdasarkan jumlah pati maupun jumlah es yang ditambahkan Rompis 1998. c Abu Abu yang terdapat dalam daging umumnya terdiri dari fosfor, kalsium, iron, magnesium, sulfur, sodium dan potassium. Kadar abu pada sosis berasal dari daging, tepung, sodium tripolifosfat maupun garam yang ditambahkan. d Lemak Kandungan lemak dalam pembuatan sosis merupakan komponen penting. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh penambahan jenis dan jumlah daging serta lemak dalam pembuatan sosis. e Karbohidrat Kadar karbohidrat daging segar yaitu kurang dari 1 dari berat daging dan umumnya dalam bentuk glikogen dan asam laktat. Kandungan karbohidrat pada sosis dapat berbeda berdasarkan jenis dan jumlah pengisi yang ditambahkan. Tabel 2 Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan : 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna - Normal 1.4 Tekstur - Bulat panjang 2 Air bb Maks 67.0 3 Abu bb Maks 3.0 4 Protein bb Min 13.0 5 Lemak bb Maks 25.0 6 Karbohidrat bb Maks 8 Sumber: SNI 1995

2.4 Protein Ikan

Senyawa kimia yang kandungannya terdapat dalam jumlah terbesar dalam tubuh ikan setelah kadar air yaitu kadar protein. Protein terdapat dalam ikan diperkirakan nilainya mencapai 11-27 Shahidi dan Botta 1994. Protein ikan dapat dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan tingkat kelarutannya, meliputi protein miofibril sebesar 65-75, protein sarkoplasma sebesar 18-35, dan jaringan ikat atau stroma Mackie 1992.

2.4.1 Protein miofibril

Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan tubuh ikan, Protein miofibril berperan dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada saat pengolahan. Sifat protein ini yaitu larut garam atau disebut PLG Protein Larut Garam. Protein miofibril terdiri dari aktin, miosin dan protein regulasi tropomiosin, troponin, dan aktinin. Aktin dan miosin bergabung membentuk aktomiosin. Miosin merupakan protein esensial untuk peningkatan elastisitas gel protein. Miosin merupakan fraksi miofibril yang paling berlimpah dalam otot ikan dan memiliki kontribusi sekitar 50-60 dari berat total jumlah protein. Aktin merupakan fraksi miofibril terbesar kedua setelah myosin, menyusun sekitar 20 dari kandungan total jumlah protein. Sedangkan tropomiosin dan troponin jumlahnya 10 dari total protein Shahidi dan Botta 1994. Protein miofibril akan mengalami denaturasi dengan kisaran nilai pH kurang dari 6,5 yang berdampak pada kemampuan pembentukan gel. Pembentukan gel oleh protein miofibril pada surimi dipengaruhi berbagai faktor diantaranya konsentrasi protein miofibril PLG, jumlah air yang terkandung, tipe ion dan kekuatannya, pH, dan interaksi yang terjadi antara miofibril dengan bahan lain yang ditambahkan Lee 1984.

2.4.2 Protein sarkoplasma

Protein terbesar kedua adalah sarkoplasma. Protein sarkoplasma albumin, mioalbumin, dan mioprotein merupakan jenis protein yang larut dalam air, protein ini ditemukan dalam plasma sel. Fraksi protein ini jumlahnya 20-30 dari seluruh protein Shahidi dan Botta 1994. Karakteristik dari protein ini adalah bobot molekul relatif rendah, pH isoelektrik tinggi dan struktur bulat. Hal ini yang menyebabkan protein sarkoplasma memiliki daya larut yang tinggi dalam air. Protein sarkoplasma diperlukan untuk metabolisme anaerob sel otot dan pembawa oksigen. Protein ini tidak berperan sebagai pembentuk gel. Selama pembentukan matriks gel, protein ini dapat mengganggu cross-linking miosin karena protein ini tidak dapat membentuk gel dan rendahnya kapasitas pengikatan air yang dimiliki. Kandungan protein sarkoplasma pada daging ikan bervariasi berdasarkan spesies ikan. Salah satu jenis protein sarkoplasma yang berkaitan dengan mutu daging adalah mioglobin, yang terdiri dari dua komponen yaitu fraksi protein disebut globin, dan fraksi nonprotein yang disebut heme. Protein tersebut berfungsi dalam memberikan warna merah pada daging segar Suzuki 1981.

2.4.3 Protein stroma

Protein jaringan ikat stroma merupakan protein yang jumlahnya paling sedikit. Protein ini tidak larut dalam air, larutan asam HCl ataupun NaOH dan kontribusinya sebesar 10 dari total protein kasar Shahidi dan Botta 1994. Protein stroma terdapat pada bagian luar sel otot. Penyusun dari stroma yaitu kolagen dan elastin. Jika jaringan penghubung yang mengandung sebagian besar kolagen dipanaskan dalam waktu yang lama, kolagen tersebut akan berubah menjadi gelatin. Ikan yang memiliki daging merah lebih banyak stromanya lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan daging putih Suzuki 1981. Pada saat pengolahan surimi, protein ini tidak dihilangkan karena mudah larut dalam panas dan merupakan komponen netral pada produk akhir Hall dan Ahmad 1992.

2.5 Surimi

Surimi merupakan produk antara yang digunakan dalam berbagai macam produk yang telah dikenal di berbagai negara. Surimi dapat dibuat dengan menggunakan ikan air tawar maupun ikan air laut. Untuk jenis ikan air tawar, sebelum diolah terlebih dahulu dilakukan pemberokan agar bau lumpur pada produk akhir dapat dikurangi. Produk komersial surimi dibuat dengan cara memisahkan daging ikan dari tulang dan kulit yang kemudian diikuti proses pencucian 1-3 kali menggunakan air atau larutan garam. Selanjutnya dilakukan pemerasan dan pencampuran dengan cryoprotectant untuk mecegah denaturasi protein dan kehilangan fungsinya selama penyimpanan beku. Sebagai sumber protein, surimi dari berbagai spesies ikan dapat digunakan di beberapa negara untuk memproduksi produk berbasis surimi seperti kue ikan, bola-bola ikan, burger ikan, sosis ikan, mie ikan dan stik imitasi Shaviklo 2006. Jenis ikan yang ideal untuk mendapatkan kualitas surimi yang baik adalah yang mempunyai kemampuan pembentukan gel yang baik, karena dapat mempengaruhi elastisitas tekstur. Sebaiknya menggunakan ikan yang masih segar karena elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan segar BPPMHP 1987 diacu dalam Muhibuddin 2010. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas surimi yaitu cara penyiangan, besarnya partikel dari daging lumat, kualitas air, peralatan, serta cara pencucian. Selain itu suhu air pencucian dan suhu saat penggilingan pun dapat mempengaruhi kualitas surimi. Jika suhu air lebih tinggi akan lebih banyak melarutkan protein larut garam Lee 1984. Pencucian merupakan tahapan yang paling penting, khususnya untuk ikan- ikan yang memiliki kemampuan pembentukan gel yang rendah. Pencucian surimi bertujuan untuk melarutkan lemak, darah, enzim dan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel, serta menghilangkan komponen yang dapat mengurangi kualitas surimi Park 2005. Selain itu, pengaruh pencucian adalah untuk mendapatkan warna daging yang putih Suzuki 1981. Air yang digunakan untuk pencucian adalah air dingin dengan suhu antara 5-10 °C. Pencucian sebanyak dua kali dengan rasio air dan daging 3:1 telah dinilai cukup. Protein dapat hilang pada pencucian kedua dan ketiga berturut-turut sebesar 27 dan 38 pada pengolahan surimi Benjakul et al. 1996 diacu dalam Muhibuddin 2010. Kadar air pada daging akan meningkat dari 82 menjadi 85 menjadi 90 hingga 92 setelah pencucian berulang kali. Untuk mengurangi kadar air ini dapat dilakukan penambahan cryoprotectant dan proses pembekuan Park 2005. Kualitas surimi yang baik adalah yang berwarna putih, kuat dan dapat membentuk gel Winarno 1993. Komponen yang berperan dalam pembentukan gel ini adalah protein miofibril yang dapat diekstrak menggunakan larutan garam. Standar mutu surimi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Standar mutu surimi Tingkatan mutu Grade Surimi Kadar air pH Impurities Score Kekuatan gel g cm tanpa pati 1 75 ± 0,5 7 10 680 2 75 ± 0,5 7 9 680 3 75 ± 0,5 7 8 640 4 75 ± 1,0 7 6 520 5 75 ± 1,0 7 5 440 6 75 ± 1,0 7 4 310 Sumber : Lanier 1992

2.6 Emulsi Ikan