Karakteristik fisik sosis ikan

Nilai rata-rata tekstur gel ikan lele dumbo Clarias gariepinus adalah 6,23-6,83. Penilaian terhadap tekstur gel ikan lele dumbo dengan perlakuan perbedaan frekuensi pencucian yaitu agak suka. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 18. Perlakuan frekuensi pencucian daging lumat tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata tekstur gel ikan lele dumbo Clarias gariepinus. Nilai rata-rata tekstur tertinggi pada frekuensi pencucian 3 kali. Hal ini diduga karena proses pencucian dapat memperbaiki tekstur gel ikan yang dihasilkan menjadi lebih kompak dengan menghilangkan senyawa-senyawa pengotor. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan bau amis, pigmen, lemak dan terutama untuk menghilangkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel Toyoda et al. 1992.

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan sebagai lanjutan dari penelitian pendahuluan. Frekuensi pencucian yang terpilih berdasarkan uji sensori, uji fisik dan analisis rendemen yang dilakukan yaitu sebanyak 2 kali. Tujuan dari penelitian ini yaitu agar menghasilkan gel yang kuat namun dengan tekstur yang tidak terlalu keras elastis dan tetap mementingkan rendemen yang dihasilkan. Penelitian utama ini dilakukan dengan perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK Isolat Protein Kedelai pada produk sosis ikan lele dumbo. Hasil produk sosis ikan terbaik diketahui dengan cara menguji karakteristik fisik meliputi uji lipat, uji gigit, kekuatan gel, stabilitas emulsi, daya mengikat air WHC, uji organoleptik sensori, dan TPC Total Plate Count.

4.2.1 Karakteristik fisik sosis ikan

Sosis ikan yang dihasilkan dengan perlakuan penambahan IPK Isolat Protein Kedelai dengan konsentrasi yang berbeda, diuji secara fisik yang meliputi uji lipat, uji gigit, kekuatan gel, stabilitas emulsi, dan Water Holding Capacity. a Uji lipat Uji lipat ini dilakukan untuk mengetahui tingkat elastisitas sosis yang dihasilkan Purwandari 1999. Uji lipat ini dilakukan untuk mengetahui tingkat elastisitas sosis yang dihasilkan. Nilai rata-rata uji lipat sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus dengan perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK Isolat Protein Kedelai dapat dilihat pada Gambar 14. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10 VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13 XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16 FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19 Gambar 14 Histogram rata-rata uji lipat sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus Nilai rata-rata uji lipat pada sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus adalah 4,00-4,57. Penilaian terhadap uji lipat sosis ikan lele dumbo yaitu sosis tidak retak setelah dilipat menjadi setengah lingkaran. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 20. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK Isolat Protein Kedelai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata uji lipat sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus. Isolat protein kedelai memiliki sifat higroskopis. Semakin tinggi kadar IPK yang ditambahkan, maka akan semakin banyak air dalam adonan yang akan terserap. Hal ini yang menyebabkan tekstur sosis menjadi lebih kompak Widodo 2008. Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 21. Perlakuan IPK konsentrasi 10 menghasilkan nilai rata-rata uji lipat yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi 16 dan 19, sedangkan dengan perlakuan IPK konsentrasi 13 tidak berbeda nyata. Semakin banyak jumlah IPK yang ditambahkan maka tekstur yang dihasilkan pun akan semakin keras dan kompak. Penambahan IPK diduga akan meningkatkan jumlah ikatan silang antar protein Widodo 2008. Tekstur dan kekuatan gel dari sosis itu sendiri berpengaruh terhadap uji lipat yang dilakukan, semakin kompak tekstur dari sosis maka uji lipat yang dihasilkan pun akan semakin lebih baik. Uji lipat memiliki korelasi positif dengan kekuatan gel, dimana peningkatan pada kekuatan gel diikuti dengan meningkatnya uji lipat Agustini et al. 2008. b Uji gigit Uji gigit dilakukan untuk mengukur tingkat elastisitas dari sosis ikan lele dumbo yang dihasilkan secara sensori. Nilai rata-rata uji gigit sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK Isolat Protein Kedelai dapat dilihat pada Gambar 15. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10 VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13 XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16 FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19 Gambar 15 Histogram rata-rata uji gigit sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus Nilai rata-rata uji gigit pada sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus adalah 6,20-7,02. Penilaian terhadap uji gigit sosis ikan lele dumbo berkisar antara dapat diterima hingga cukup kuat. Hasil analisis Kruskal-Wallis dapat dilihat pada Lampiran 22. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK Isolat Protein Kedelai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai rata-rata uji gigit sosis ikan lele dumbo. Uji gigit digunakan untuk mengukur tingkat elastisitas sosis secara sensori, elastisitas ini berhubungan dengan kekuatan gel dari sosis tersebut. Penambahan IPK Isolat Protein Kedelai dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap elastisitas sosis, maka berpengaruh pula terhadap uji gigit yang dihasilkan. Hal ini disebabkan IPK Isolat Protein Kedelai memiliki sifat fungsional dalam membentuk elastisitas karena terjadinya ikatan disulfida Koswara 1992. Selain itu IPK merupakan bahan pengikat yang memiliki kemampuan dalam mengikat air dan lemak dan kemampuannya membentuk gel selama pemanasan Wulandhari 2007. Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 23. Perlakuan IPK konsentrasi 10 dan 13 menghasilkan nilai rata-rata uji gigit yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi16 dan 19. Kadar IPK memiliki korelasi positif terhadap elatisitas atau kekenyalan sosis. Semakin tinggi konsentrasi IPK yang ditambahkan maka akan semakin meningkat kekenyalannya dan meningkatkan nilai uji gigit. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kandungan protein dari IPK maka akan semakin banyak ikatan silang dan gel yang terbentuk, akibatnya tekstur akan semakin kenyal dan kompak Yulianti 2003. c Kekuatan gel Kekuatan gel merupakan salah satu uji fisik yang umumnya dilakukan pada bahan pangan untuk mengetahui tingkat gelasi produk tersebut. Nilai rata-rata kekuatan gel sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus dengan perbedaan penambahan konsentrasi isolat protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 16. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscsript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10 VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13 XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16 FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19 Gambar 16 Histogram kekuatan gel sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus Nilai kekuatan gel sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus adalah 192,45-292,45 gf. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 25. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kekuatan gel sosis ikan lele dumbo. Nilai rata-rata kekuatan gel pada sosis ikan ini cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi IPK yang ditambahkan. Sifat fungsional lain dari protein adalah kemampuannya dalam membentuk gel. Pembentukan gel protein ini dapat juga digunakan untuk peningkatan penyerapan air, pengikatan partikel dan stabilitas emulsi Koswara 1992. Hasil uji lanjut Multiple comparison disajikan pada Lampiran 25. Perlakuan IPK konsentrasi 10 menghasilkan nilai rata-rata uji gigit yang berbeda nyata dengan perlakuan IPK konsentrasi 19, sedangkan dengan perlakuan IPK konsentrasi 13 dan 16 menghasilkan nilai rata-rata uji gigit yang tidak berbeda nyata. Pembentukan gel atau gelasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain konsentrasi, pH, adanya komponen lain, serta perlakuan panas ketika pemasakan Yulianti 2003. Nilai kekuatan gel yang tinggi berhubungan dengan tingginya komponen protein yang ditambahkan dengan rendahnya komponen lemak, serta konsentrasi penambahan air Huda et al. 2010. Faktor-faktor ini diduga mempengaruhi nilai kekuatan gel sehingga nilainya pun berbeda-beda. Penambahan konsentrasi protein yang semakin tinggi maka kekuatan gel pun akan semakin tinggi Hua et al. 2003. d Water Holding Capacity WHC Water Holding Capacity WHC merupakan suatu nilai yang menunjukan kemampuan protein daging untuk mengikat air atau cairan baik yang berasal dari dirinya maupun yang berasal dari luar yang ditambahkan. Nilai daya ikat air pada sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK Isolat Protein Kedelai dapat dilihat pada Gambar 17. Nilai WHC Water Holding Capacity sosis ikan lele dumbo yaitu 78,42-84,79. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 27. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi IPK Isolat Protein Kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai WHC sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus. Terjadi peningkatan nilai WHC yang signifikan dari konsentrasi 10, 13, 16 dan 19. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10 VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13 XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16 FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19 Gambar 17 Histogram WHC sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi isolat protein yang ditambahkan maka akan meningkatkan nilai daya ikat air. Penambahan bahan pengikat dalam pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan daya ikat air karena IPK Isolat Protein Kedelai memiliki sifat higroskopis Koswara 1992. Semakin meningkatnya WHC atau daya mengikat air sosis dengan semakin tingginya kadar protein diduga terjadi karena adanya gugus-gugus polar dan non polar pada protein. Protein terdiri dari gugus polar dan nonpolar Kumar et al. 2002. Gugus-gugus polar tersebut akan berinteraksi dengan ion hidrogen dari air yang bersifat polar pula. Interaksi antara protein-protein dan protein-air akan membentuk jaringan tiga dimensi yang kaku dan mampu memperangkap sejumlah air. Semakin tinggi kandungan protein maka akan semakin banyak air yang terikat dan mengakibatkan nilai WHC pun akan meningkat. WHC atau daya ikat air pun sangat dipengaruhi oleh kandungan air, protein, dan penggunaan garam Kramlich 1971. d Stabilitas emulsi Stabilitas emulsi dari suatu produk khususnya sosis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, konsentrasi garam, jumlah penambahan air dan suhu penggilingan. Nilai stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus dengan perbedaan penambahan konsentrasi IPK dapat dilihat pada Gambar 18. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0,05 Kode: SA3 : Penambahan IPK konsentrasi 10 VB5 : Penambahan IPK konsentrasi 13 XC3 : Penambahan IPK konsentrasi 16 FD4 : Penambahan IPK konsentrasi 19 Gambar 18 Histogram stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus Nilai stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo Clarias gariepinus adalah 56,09-61,23. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 29. Perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi isolat protein kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai stabilitas emulsi sosis ikan lele dumbo. Nilai stabilitas emulsi pada sosis ikan ini mengalami fluktuasi dengan semakin tinggi konsentrasi IPK yang ditambahkan. Menurut Yulianti 2003, pembentukan gel protein dapat digunakan untuk peningkatan penyerapan air, pengikatan partikel dan stabilitas emulsi. Bahan pengikat IPK berfungsi sebagai emulsifier. Isolat protein yang ditambahkan sebagai emulsifier ke dalam sistem yang terdiri dari air dan lemak, maka yang terbentuk adalah emulsi fase dua cairan dan satu padatan. Partikel- partikel padatan akan menstabilkan emulsi bila berada di lapisan yang terletak diantara kedua cairan. Adsorpsi oleh protein terjadi karena interaksi hidrofobik antara protein dengan permukaan lemak. Pada suatu sistem emulsi yang berperan tidak hanya bahan pengikat saja, melainkan lemak dan air. Lemak selain berperan sebagai pemberi rasa lezat pada sosis, berperan pula untuk pembentukan emulsi. Jika lemak yag ditambahkan tidak tepat maka akan dihasilkan emulsi yang tidak kuat Kramlich 1971. Lemak yang ditambahkan pada pembuatan sosis ikan ini dalam konsentrasi yang rendah yaitu sebesar 3 untuk setiap perlakuan. Hal ini yang menyebabkan stabilitas emulsi pada konsentrasi 16 dan 19 nilainya menurun. Stabilitas emulsi sosis dipengaruhi oleh konsentrasi garam yang ditambahkan, jumlah penambahan air serta suhu penggilingan. Stabilitas emulsi akan rusak jika daging digiling pada suhu di atas 16 °C, hal ini disebabkan oleh pada suhu tersebut protein akan mulai terdenaturasi sehingga molekul lemak tidak dapat diikat lagi oleh molekul protein dalam suatu matriks ikatan. Dampak positif dari stabilitas emulsi yaitu menghasilkan sosis dengan sifat irisan halus, tekstur kenyal, kompak dan tidak berongga Chamidah 2008. Emulsifikasi juga dipengaruhi oleh konsentrasi isolat protein kedelai dan pH Torrezan 2006.

4.2.2 Karakteristik sensori gel ikan