Kedua jenis variabel ini tidak dapat diagregasikan secara langsung, karena memiliki satuan pengukuran yang berbeda, misalnya: antara angka dalam
hari,minggu maupun rupiah dan persepsi 1 =sangat buruk, 2 = buruk, 3 = baik dan sampai dengan 4 = sangat baik. Karena itu, perlu dilakukan normalisasi
terlebih dahulu untuk menghilangkan satuan dari masing-masing variabel dengan rumus sebagai berikut:
= 100 ×
− �
�� − �
……………………………………………4.1 Selain itu, beberapa variabel nilainya perlu dibalik untuk memastikan
bahwa nilai yang lebih tinggi menunjukkan kinerja yang lebih baik. Misalnya,waktu yang lebih lama untuk mengurus sertifikat tanah, bukan
menunjukkan persepsi yang semakin baik, justru menunjukkan kinerja yang lebih buruk.Nilai-t untuk variabel-variabel seperti ini perlu dibalik dengan menghitung
t
rev
= 100 - t. 3 Penghitungan sub-indeks.
Berbagai variabel komposit dalam setiap indikator TKED dirata-ratakan untuk memperoleh sub-indeks. Pada tahap ini setiap variabel mempunyai bobot
yang sama. 4 Penghitungan indeks.
Tahap selanjutnya adalah penghitungan indeks akhir yang merupakan agregasi dari sembilan sub-indeks yang digunakan. Pada tahap ini digunakan
bobot berdasarkan penilaian pelaku usaha atas sub indikator mana yang menjadi hambatan utama dalam berusaha. Semakin besar tingkat hambatan suatu sub
indikator menurut persepsi pelaku usaha,semakin besar bobotnya.
4.8.3. Karakteristik Responden Jawa Timur
Dilihat dari ukuran perusahaan,respondensurvei TKED 2007 di Jawa Timur terdiri dari 49 perusahaankecil, 21 perusahaan menengah sedang
dan11 merupakan perusahaan besar Gambar 9. Namun di tahun 2010,
komposisi ini bergeser menjadi 8 perusahaan kecil, 48 perusahaan menengah dan 10 perusahaan besar, dan sisanya 27 adalah usaha mikro.
Sumber: KPPOD 2007 dan 2010, diolah
Gambar 9 Komposisi Responden Jawa Timurdalam Survei TKED 2007 dan 2010Menurut Skala Usaha
Sementara itu, dilihat dari sektor usaha Gambar 10 responden survei terdiri dari 44 sektor industri, 21 perdagangan dan sisanya 36 sektor jasa. Di
tahun 2011, distribusi responden survei tidak mengalami perubahan yang berarti Gambar 10.
Sumber: KPPOD, 2010
Gambar 10 Komposisi Responden Jawa Timur dalam Survei TKED 2007 dan 2010 Menurut Sektor Usaha
Responden yang disurvei dalam survei TKED ini adalah pengambil keputusan penting dalam perusahaan. Di tahun 2007, dari 1,927 perusahaan yang
disurvei di jawa Timur 62.3 posisi responden yang diwawancarai adalah pemilik usaha, disusul manajer 16.9. Sedangkan di tahun 2011, pemilik usaha
menempati posisi 68, diikuti dengan 7.6 manajer dan 4.1 direktur.Data ini menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh dalam survei ini merupakan
cerminan pendapat pelaku usaha, karena dari 1,927 perusahaan yangdisurvei,
10 20
30 40
50
2007 2010
Mikro Kecil
Menengah Besar
posisi respondennya adalah mereka yangpaham betul mengenai seluk beluk perusahaan, di mana mereka adalah pemilik owners dan manajer.
Sumber: KPPOD 2007 dan 2010, diolah
Gambar 11
Komposisi
Responden Jawa Timur dalam Survei TKED 2007 dan 2010Menurut Posisi Dalam Perusahaan
Sementara itu, dilihat dari tingkat pendidikan responden di Jawa Timur Gambar 11, 71-75 responden berpendidikan SMA ke bawah. Sementara
itu20 berpendidikan S1 ke atas dan sisanya 3-4 berpendidikan akademi dan setara akademi.
Sumber: KPPOD diolah
Gambar 12 Komposisi Responden Jawa Timur dalam Survei TKED 2007 dan 2011 Menurut Tingkat Pendidikan
20 40
60 80
100
2007 2010
Direktur Manajer
Pemilik Lainnya
20 40
60 80
100 2007
2010 SLTA ke bawah
Akademi S1 ke atas
4.8.4. Akses Lahan
Lahan merupakan tempat yang digunakan untuk memulai aktivitas usaha yang dibutuhkan oleh hampir setiap jenis kegiatan usaha dan merupakan aspek
penting untuk menciptakan iklim investasi yang baik bagi pelaku usaha. Kebijakan yang berpihak kepada kemudahan lahan akan mendukung terciptanya
investasi baru. Masalah utama yang dihadapi adalah permintaan terhadap lahan semakin tinggi, sedangkan ketersediaan lahan yang terbatas. Di samping itu,
masalah administrasi pertanahan pun sering muncul, seperti sengketa lahan karena adanya kepemilikan sertifikat ganda ataupun perubahan tanah ulayat.
Kewenangan atas administrasi tanah ini dikelola oleh Badan Pertananahan Nasional dan belum didesentralisasikan kepada Pemda.
Secara umum, hak atas tanah dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu hak legal formal, hak atas tanah adat dan hak untuk menggarap. Pasal 2 ayat
2Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Ketentuan Pokok-Pokok Agraria UUPA menjelaskan mengenai hak legal formal atas tanah.
Negara memiliki hak atas permukaan bumi tanah yang diantaranya adalah: 1. Hak milik HM adalah satu-satunya hak yang tidak memiliki batas waktu dan
merupakan hak yang paling kuat yang dapat dimiliki seseorang atau badan hukum, serta dapat diwariskan secara turun temurun.
2. Hak Guna Usaha HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
3. Hak Guna Bangunan HGB adalah hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dengan jangka waktu tertentu.
4. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang, dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikan atau dalam perjanjian dengan pemilik.
Gambaran Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengenai akses lahan diatur dalam Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah, Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota. Berikut adalah