Teori Pertumbuhan Ekonomi TINJAUAN PUSTAKA
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dapat dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda, yaitu 1 sebagai suatu strategi untuk
merespon tuntutan masyarakat daerah terhadap sharing of income distribution dan kemandirian sistem manajemen di daerah dan 2 memperkuat perekonomian
daerah untuk memperkokoh perekonomian nasional dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas.
Selain itu, otonomi daerah yang diberlakukan sejak Januari 2001 juga memberikan kesempatan yang luas bagi daerah untuk meningkatkan kinerja
daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Prinsip otonomi bukanlah berdiri sendiri, melainkan merupakan subsistem dari sistem
pemerintahan nasional. Ada 4 tipe dari desentralisasi menurut Rodindelli Mellis 1986, Blair
1998: 1.
Deconcentration Tahap dekonsentrasi merupakan peralihan desentralisasi, yaitu peubahan
institusi dengan pemusatan dan penyebaran pegawai negeri sipil ke daerah-daerah.
2. Devolution
Pada tahap ini tanggung jawab dan sumber daya ditransfer kepada daerah secara lebih luas untuk mengatur penggunaan sumber daya.
3. Delegation
Daerah punya autonomous source of revenue, termasuk kewenangan untuk meminjam dari capital market serta transfer sumber daya.
4. Privatisation and partnerships Ada transfer tanggung jawab kepada perusahaan swasta dan civil society
organizations untuk mobilitas capital dan inisiatif. Peran pemerintah pusat
hanya melakukan ex-post control terhadap penggunaan sumber daya, dan tidak mencampuri urusan anggaran ataupun perencanaan.
Adapun asas desentralisasi yang diterapkan di Indonesia ditunjang oleh dua asas lainnya yaitu dekonsentrasi dan perbantuan.Kebijakan nasional di
seluruh wilayah NKRI adalah bersifat mengikat dan harus dipatuhi daerah- daerah.Ini berarti kebijakan pembangunan nasional dilakukan Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah berhak menetapkan kebijakan daerah sebagai penjabaran dari kebijakan nasional.
Dasar hukum dari pelaksanaan otonomi daerah adalah UU no. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25
Tahun 1999 jo UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pada intinya, UU No. 32 Tahun 2004 mendesentralisasikan kewenangan
kepada pemerintah daerah untk mengambil keputusan mengenai perencanaan, pelaksanaan pembangunan kepada pemerintah daerah, sedangkan UU No. 33
Tahun 2004 merubah secara mendasar keseimbangan keuangan pusat dan daerah melalui bagi hasil revenue sharing baik dari pendapatan pajak maupun bukan
pajak. Kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah pemerintah daerah
diberi kewenangan yang lebih luas,nyata dan bertanggung jawab dalam mengelola administrasi pemerintahan dan keuangan, yang dituangkan dalam UU No. 18
Tahun 1997 jo UU No. 34 Tahun 2000. Inti dari UU ini adalah mengakomodir kabupaten dan kota dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan
menetapkan jenis pajak dan retribusi daerah. Keleluasaan yang diberikan kepada daerah untuk mengoptimalkan
Pendapatan Asli Daerah PAD tersebut dapat memberikan pengaruh baik negatif maupun positif.Pengaruh positifnya tentu saja kontribusi PAD untuk menunjang
pembangunan daerah semakin meningkat.Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan
dan kemudahan
dalam hal
perizinan perlu
terus dipertahankan.Perizinan penanaman modal seperti PMA yang tadinya harus
dilakukan di pusat, kini dapat diselesaikan di daerah. Pelimpahan wewenang ini diharapkan dapat mempermudah proses perizinan dengan biaya murah sehingga
menciptakan iklim investasi yang kondusif serta menarik untuk calon investor. Tetapi di sisi lain, peningkatan pajak dan retribusi akan menimbulkan
high cost of economy dan malah makin memperlemah investasi, jika tidak
memperhitungkan daya dukung perekonomian lokal dan nasional. Contohnya 1 pengenaan pungutan atas lalu lintas barang dan penumpang antar provinsi atau
antar kabupatenkota, dan 2 munculnya peraturan-peraturan daerah Perda yang
tumpang tindih,menyebabkan pemungutan pajak ganda dan disinyalir menghambat masuknya investasi swasta.
Dampak positif dan negatif desentralisasi pun dikemukakan oleh Bahl 1998. Dampak positifnya antara lain 1 kesejahteraan akan lebih tinggi karena
penyediaan jasa dan barang publik lebih memenuhi preferensi masyarakat, 2 pemerintah daerah lebih bertanggung jawab untuk kualitas barang dan jasa yang
disediakan, 3 penduduk memiliki keinginan untuk membayar lebih tinggi atas barang dan jasa publik karena preferensi mereka lebih dihargai, dan 4
meningkatkan pendapatan pemerintah karena pemerintah daerah lebih mengenal dan menggali objek pajaknya. Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi
adalah 1 kontrol terhadap inflasi lebih sulit karena pengeluaran pemerintah daerah sulit dikendalikan, 2 usaha-usaha pengoptimalan sumber dana dalam
pembangunan pertanian, industri, dan infrastruktur publik akan lebih sulit sehingga 3 ketimpangan daerah menjadi lebih tinggi.