Model Determinan Investasi Swasta di Jawa Timur
indikator input, bukan indikator dampak, sehingga sebenarnya kurang sesuai sebagai unsur IPM. Walaupun demikian UNDP tetap
mempertahankannya karena indikator lain yang sesuai tidak tersedia secara global. Selain itu, dipertahankannya indikator input juga merupakan
argumen, bahwa selain usia hidup dan pengetahuan masih banyak variabel input
yang pantas diperhitungkan dalam perhitungan IPM. Akan tetapi, memasukkan banyak variabel atau indikator akan menyebabkan indikator
komposit menjadi tidak sederhana. Dengan alasan itulah maka GDP riil perkapita yang telah disesuaikan dianggap mewakili indikator input IPM
lainnya. Sementara itu IPM menurut versi Badan Pusat Statistik sedikit berbeda
dengan versi UNDP. Untuk kedua indikator pertama ,yaitu usia hidup dan pendidikan,hampir sama dengan versi UNDP, BPS melakukan pendekatan dari
dimensi Angka Harapan Hidup, Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf. Sedangkan untuk indikator ketiga yaitu Standar Hidup Layak, BPS
melakukan pendekatan dari dimensi rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan. Indeks akhir IPM dihitung dari rata-rata sederhana dari tiga indikator
seperti yang dijelaskan di atas. IPM Jawa Timur mengalami peningkatan 7 poin dari tahun 2002 ke 2010
dan peringkatnya cenderung stabil dibandingkan propinsi-propinsi lainnya di Indonesia Tabel 7. Hal ini menunjukkan baik angka harapan hidup, angka melek
huruf dan standar hidup layak di provinsi Jawa Timur dalam indeks komposit 71,62 berada dalam standar Menengah Atas, menurut hasil Susenas BPS.
Tabel 5 Indeks Komposit IPM dan Posisi Ranking Jawa Timur Secara Nasional Tahun
Jawa Timur
IPM Ranking
2002 64.1
25 2004
66.8 23
2005 68.42
22 2006
69.18 20
2007 69.78
19 2008
70.38 18
2009 71.06
18 2010
71.62 18
Sumber: BPS, 2011
4.6. Kondisi Perekonomian 4.6.1. PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yangdiperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat
daripertumbuhan angka Produk Domestik Bruto PDRB, baik atas harga berlakumaupun berdasarkan atas harga konstan.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa PDRB Jawa Timur di tahun 2010 didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 29.47 dan diikuti oleh
industri pengolahan yaitu sebesar 27.49 . Di sisi lain, sektor pertanian yang pada dasarnya merupakan basis utama, hanya menyumbang share PDRB sebesar
15.75. Sementara itu kontribusi terendah PDRB Jawa Timur disumbangkan oleh sektor Listrik, Gas dan Air, Pertambangan dan Konstruksi. Sektor Listrik Gas dan
Air, walaupun menempati kontribusi terkecil merupakan bidang usaha yang paling diminati oleh PMA di Jawa Timur Tabel 8.
Tabel 6PDRB Jawa Timur menurut lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan dan Distribusi PDRB 2010
No Lapangan usaha Atas dasar
harga berlaku Juta Rp
Atas dasar harga konstan Juta
Rp. Distribusi
PDRB 2010
2010 persen
1 Pertanian 122,623.97
51,279.55 15.75
2 Pertambangan dan Penggalian
17,030.74 7,757.32
2.19 3 Industri Pengolahan
214,024.73 86,923.89
27.49 4 Listrik,Gas dan Air Bersih
11,768.64 4,642.08
1.51 5 Konstruksi
34,933.98 10,992.60
4.5 6 Perdagangan, hotel
dan Restoran 229,404.87
106,229.11 29.47
7 Pengangkutan dan Komunikasi
42,947.76 25,076.43
5.52 8 Keuangan, Persewaan
dan Jasa 38,055.17
18,659.49 4.89
9 Jasa-jasa 67,605.91
30,693.41 8.68
PDRB 778,455.77
342,253.88 100
Sumber: BPS 2011
Data laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010 yang diperoleh dari BPS Propinsi Jawa Timur dapat dilihat padaGambar 8.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sejak periode 2001 sampai 2010 cenderung mengalami kenaikan, namun pada saat terjadi krisis global di tahun 2008-2009,
ternyata pertumbuhan ekonomi turut terkena imbasnya, sehingga turun menjadi 4.95 di tahun 2009. Namun di Tahun 2010 provinsi Jawa Timur bangkit
sehingga pertumbuhan ekonominya mencapai 6.60.
Sumber: BPS 2011, diolah
Gambar 8 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur 2001-2010