Selanjutnya Keraf 2002 menyatakan bahwa setiap komunitas masyarakat adat memiliki kearifan lokal sebagai pengetahuan mereka dalam berhubungan
dengan alam. Dalam penjelasannya kearifan lokal didefinisikan sebagai semua bentuk pengetahuan, keyakinan, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia didalam kehidupan dalam komunitas ekologis. Selanjutnya di dalam kehidupannya setiap komunitas masyarakat memiliki
tatanan nilai dan norma yang merupakan tuntunan berperilaku. Schwartz 1994 menyimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku
dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Penelitian Schwartz 1994 mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk memecahkan masalah apakah nilai-nilai yang dianut oleh manusia dapat
dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai value type. Salah satu tipe nilai yang dijelaskan adalah nilai tradisional yang diartikan sebagai nilai yang menggambarkan
simbol-simbol dan tingkah laku yang merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama, yang sebagian besar diambil dari keyakinan dan norma bertingkah
laku. Sulitnya memberi batasan mengenai nilai tradisional, maka dalam penelitian
ini yang dimaksud nilai tradisionala adalah segala bentuk tingkah laku atau kearifan lokal Suku Bajo yang didasarkan pada keyakinan mereka dalam pengelolaan
sumberdaya laut.
2.3 Interaksi Masyarakat dengan Kawasan Taman Nasional
Manusia dengan lingkungan hidupnya mewujudkan satu kesatuan dan memiliki interaksi yang sirkuler dan kompleks. Hasil interaksi tersebut sedikit
banyak mengubah lingkungan, perubahan yang terjadipun akan berpengaruh pada unsur-unsur lainnya dan cepat atau lambat akan berpengaruh terhadap manusia
Soemarwoto 1994. MacKinon 1982 menilai interaksi tersebut dapat diarahkan kepada suatu
tingkatan integrasi di mana kebutuhan masyarakat akan sumberdaya dapat terpenuhi tanpa menganggu atau merusak potensi kawasan hutan lindung. Salah satu alternatif
adalah membentuk daerah penyangga. Daerah penyangga dapat berupa kawasan
hutan fisik misalnya hutan serba guna ataupun berupa suatu penyangga sosial yang dapat mengalihkan perhatian masyarakat sehingga tidak merugikan hutan tersebut.
Pada umumnya suatu kawasan perlindungan seperti taman nasional dikelilingi ataupun berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk, lahan
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kegiatan perindustrian atau kerajinan rakyat maupun sektor lainnya. Keadaan seperti ini menyebabkan terjadinya interaksi
antara potensi sumberdaya alam yang ada dalam kawasan dengan masyarakat. Interaksi yang terjadi umumnya menguntungkan disatu pihak tetapi merugikan pihak
lainnya Alikodra 1987. Untuk mengatasi tekanan terhadap sumberdaya hutan sebenarnya yang diperlukan adalah suatu sistem terprogram pengelolaan kawasan
konservasi berbasis masyarakat yang dapat memadukan potensi kearifan masyarakat lokal dengan potensi sumberdaya alam yang ada sehingga dapat terwujud pola-pola
partisipatif pengelolaan sumberdaya alam Nopandry 2007. Sehingga dapat dibuktikan bahwa kawasan konservasi benar-benar dapat memberikan manfaat tanpa
harus dieksploitasi sumberdaya alamnya. Namun Setyadi 2006 menyatakan bahwa secara umum masyarakat menganggap kawasan taman nasional merupakan
sumberdaya umum common property yang memiliki akses terbuka open access. Implikasi dari barang publik ini menimbulkan kerusakan yang dipicu oleh hadirnya
banyak cukong yang menggerakkan masyarakat yang pada dasarnya tidak memiliki banyak pilihan.
Keraf 2002 menyatakan hal yang mempengaruhi hilangnya kearifan lokal yang di kenal seluruh dunia adalah:
1. Alam yang dipahami sebagai sakral oleh masyarakat adat dan menyimpan
sejuta misteri yang sulit dijelaskan dengan akal budi, kehilangan sakralitas dan misterinya dalam terang ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
2. Alam tidak lagi bernilai sakral tetapi bernilai ekonomi yang sangat tinggi,
ada harta melimpah dalam alam yang harus dieksploitasi demi mengubah kehidupan manusia.
3. Dominasi filsafat dari etika barat telah menguburkan dalam-dalam etika
masyarakat adat. Dengan melihat manusia sebagai mahluk sosial dan dengan membatasi etika hanya berlaku bagi komunitas manusia, etika masyarakat
adat telah dilupakan sama sekali oleh masyarakat modern.
4. Hilangnya hak-hak masyarakat adat termasuk hak untuk hidup dan bertahan
sesuai dengan identitas dan keunikan tradisi budaya serta hak untuk menentukan diri sendiri.
Setyadi 2006 menyatakan akomodasi kepentingan masyarakat sering berakar pada konflik penguasaan lahan dan akses atas sumberdaya alam, karenanya
kesepakatan penataan hak masyarakat harus diikuti secara tegas oleh penegakan fungsi taman nasional oleh negara, diikuti dengan pemberian intensif yang adil
sebagai kompetensi atas hilangnya hak dan akses masyarakat akibat penetapan fungsi tersebut.
2.4 Pengelolaan Sumberdaya Laut dan Pembangunan Daerah