Budidaya rumput laut Kima

Gambar 13 Ikan tuna gelondongan.

c. Budidaya rumput laut

Kegiatan budidaya rumput laut merupakan salah satu sumber mata pencarian masyarakat Wakatobi, termasuk Suku Bajodi Mola. Dari sekian pulau di Wakatobi terdapat 5000 ha pesisir yang berpotensi sebagai tempat budidaya rumput laut dan dapat memproduksi rumput laut 3.000-4.000 ton per bulan Hidayati et al 2007. Rumput laut selain sebagai alternatif sumber mata pencarian, juga dapat berpotensi sebagai objek wisata. Intensitas pemanfaatan rumput laut juga tergolong tinggi dan hampir berjalan sepanjang tahun. Selain itu budidaya rumput laut tidak membutuhkan waktu lama dan kegiatannya torgolong mudah. Lama budidaya rumput laut mulai budidaya sampai panen membutuhkan waktu selama 30-40 hari. Hasil survey dilapangan menemukan 15.71 responden yang memiliki lahan budidaya dengan hasil 200-500 kg setiap kali panen. Bila dikalikan dengan nilai jual rumput laut di Wakatobi saat ini yang mencapai Rp10.500kg, maka dapat dikatakan kegiatan budidaya rumput laut merupakan sumber ekonomi yang menjanjikan. Hanya saja yang menjadi kendala adalah minimnya lokasi budidaya di Pulau Wangi-wangi menyebabkan Suku Bajo sangat sulit untuk melakukan kegiatan ini, karena seluruh wilayah pesisir yang berada di Wakatobi merupakan wilayah adat masyarakat lokal dan dikelola oleh sara Hanan 2010. Ganbar 14 Kegiatan pemanenan rumput laut.

d. Kima

Kima Tridacna sp. dikenal sebagai kerang raksasa dan merupakan salah satu hewan laut yang dilindungi di seluruh dunia termasuk Indonesia dan masuk dalam Appediks II dari CITES. Pada tahun 1987 pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 12KptsII1987 yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 memasukkan ketujuh jenis kima yang hidup di Indonesia menjadi hewan yang dilindungi. Penetapan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa populasi kima di alam sudah sangat menurun terutama disebabkan oleh pemanfaatan manusia. Secara tradisional hewan ini memang dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar pantai baik yang digunakan untuk bahan makanan, bahan bangunan, kebutuhan rumah tangga dan sebagai souvenir maupun hewan akuarium yang sangat digemari Sya’rani 1987 dalam Ambariyanto 2007. Daging kima merupakan bahan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat Kepulauan Wakatobi, terutama masyarakat Bajo. Pemanfaatan kima di Wakatobi tergolong bebas, hal ini dibuktikan dengan sangat mudah ditemukannya daging kima segar di beberapa pasar tradisional Gambar 15, dan diperparah dengan belum adanya larangan dari pemerintah baik taman nasional, pemerintah daerah, maupun BKSDA tentang pemanfaatan dan perdagangan satwa ini. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha konservasi melalui sistem pengelolaan populasi kima yang tepat, termasuk didalamnya adalah penegakkan hukum dan peraturan, restoking dan usaha budidaya Ambariyanto 2007. Gambar 15 Daging kima basah di salah satu pasar tradisional. Secara ekologis, kima sangat penting untuk dilindungi mengingat kima merupakan salah satu organisme laut yang hidup di ekosistem karang. Beberapa spesies kima hidup di substrat pasir sedangkan beberapa jenis lain hidup menempel pada karang, bahkan beberapa spesies membenamkan diri dalam karang Gambar 16. Pengambilan kima di alam tidak saja akan menurunkan jumlah populasinya di alam, namun juga secara langsung akan merusak ekosistem karang disekitarnya. Sebagai contoh, kima yang hidup menempel atau membenamkan diri pada karang atau yang hidup di sela-sela karang, apabila diambil dapat dipastikan akan merusak karang di sekitar tempat dimana kima tersebut hidup, karena untuk mengambilnya harus membongkar karang tersebut. Sehingga apabila hal tersebut berlangsung secara terus menerus dibanyak tempat, maka akan semakin banyak karang yang rusak. Sumber: Balai TNW 2009 Gambar 16 Posisi kima yang melekat pada terumbu karang. Berdasarkan informasi dari beberapa responden kima diperairan Wakatobi tergolong banyak, terutama di Karang Kapota dan Karang Kaledupa. Dalam satu hari melaut biasanya dapat menggumpul kima sebanyak 20-50 ekor. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang seharusnya menjadi perhatian dari pemerintah baik pengelola TNW maupun Pemda. Bila dibiarkan terus terjadi memanfaatann jenis yang dilindungi ini, kemungkinan besar jenis ini akan punah. Hal ini dikarenakan aktifitas pemanfaatanya dapat dilakukan sepanjang tahun Lihat Tabel 7.

e. Penyu