lebih. Padahal kegiatan penangkapannya biasanya menggunakan bahan kimia, tanpa menggunakan bahan kimia sangat sulit untuk menangkap ikan dalam kondisi hidup.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat, teridentifikasi jenis- jenis alat tangkap yang pernah dan masih digunakan sampai sekarang, yaitu bubu,
pancing senar, jaringlamba, tombak, potasium dan bom.
a. Bubu
Sebagian kecil masyarakat menggunakan bubu dasar untuk menangkap ikan di kawasan karang. Sebanyak 15,71 responden mengaku mengoperasikan sekitar
50 bubu dasar di sekitar kawasan karang. Sekali pasang nelayan mengoperasikan 5- 7 buah bubu dengan ukuran 100x50x30 cm di kawasan karang. Agar tidak hanyut
bubu tersebut ditindih atau dipagari dengan sekitar 20 bongkahan atau patahan karang yang masih hidup, dengan demikian untuk sekitar 50 bubu diperlukan sekitar
1.000 patahan karang. Bubu dipindah tempatkan selama 2 kali setiap minggunya, berarti selama sebulan bubu dipindah tempatkan sebanyak 8 kali dan membutuhkan
8.000 patahan karang, sehingga dapat dipastikan kegiatan nelayan dengan menggunakan bubu dapat mengancam kelestarian terumbu karang.
Gambar 20 Bubu ikan dasar.
b. Pancing senartonda
Pancing ini digunakan untuk menangkap ikan layang seperti ikan tuna dan cakalang. Pancing tonda merupakan alat pancing yang di buat secara tradisional
dengan mengikatkan bulu ayam pada kail. Bulu ayam pada kail tersebut merupakan umpan yang akan digunakan untuk memancing ikan. Umpan tersebut nantinya di
ikat dengan tali kemudian di hanyutkan di dalam air dan di tarik menggunakan perahu. Bila di tarik umpan tersebut akan kelihatan berjalan menyerupai ikan-ikan
kecil di atas permukaan laut yang nantinya akan dimakan oleh ikan besar. Pancing tonda merupakan alat pancing yang ramah lingkungan dan tidak merusak.
Memancing menggunakan pancing dilakukan diperairan dalam dan tidak disekitar karang, sehingga penggunaan pancing ini bukan persoalan bagi pengelola TNW.
Gambar 21 Alat pancing tonda.
c. Jaringlamba
Penurunan jumlah ikan di Wakatobi, selain karena metode bom dan bius, juga dikarenakan oleh penggunaan jaring mata kecil. Penurunan ini terlihat pada
jumlah ikan karang, bukan ikan laut dalam, karena aktifitas penangkapan ikan paling banyak terjadi di karang sepanjang Wakatobi. Jaring yang digunakan oleh nelayan
Bajo rata-rata berdimensi kurang dari 5 cm. Padahal menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor per.08men2008 tentang
penggunaan alat penangkapan ikan jaring, menyatakan ukuran mata jaring mesh size
tidak kurang dari 10 cm. Jaring mata kecil merupakan ancaman serius terhadap keberlangsungan ikan
karena penggunaannya berdampak negatif yaitu semua ukuran ikan terjaring padahal yang dijual atau dimakan cuma yang berukuran besar. Ikan yang berukuran kecil
tidak dimanfaatkan dan dibuang kembali ke laut dalam keadaan mati. Hal ini semakin memperparah penurunan jumlah ikan karena bibit ikan akan ikut terjaring
sekalipun tidak dimanfaatkan oleh manusia. Melihat bahwa tingkat ketergantungan, masyarakat Wakatobi terhadap ikan
sebagai sumber protein, maka penurunan jumlah ikan merupakan isu yang serius untuk keberlanjutan di masa mendatang. Implikasi yang lebih luas adalah ikan
merupakan sumber protein utama untuk masyarakat dunia dan penurunan jumlah
ikan dalam skala besar maupun kecil di salah satu area laut akan berdampak pada daerah lain karena lautan merupakan suatu ekosistem besar dimana seluruh
bagiannya saling mempengaruhi satu sama lain.
Gambar 22 Jaring sebagai salah satu alat tangkap masyarakat.
d. Tombakpanah