52 ditemukan spesies yang memakan buah atau biji M. teijsmannii selama observasi
berlangsung. Hal ini kemungkinan disebabkan M. teijsmannii menyukai habitat dengan kanopi yang rapat dan berada dalam interior hutan karena spesies ini
merupakan jenis yang toleran naungan. Di sisi lain, umumnya burung sebagai agen dispersal menyukai buah-buahan dari pohon-pohon yang berada di tepi hutan atau
pada gap Ganes Davidar 2001 atau pada pucuk-pucuk tajuk pohon sehingga mudah diakses Meehan et al. 2005. Sejenis merpati Ducula pacifica dilaporkan
merupakan agen dispersal M. hypargyraea di hutan tropis Tonga Meehan et al. 2005.
5.2.6 Karakteristik Habitat
5.2.6.1 Faktor Edafik
Berdasarkan peta tanah, seluruh kawasan Pulau Sempu dikategorikan memiliki jenis tanah calciustolls. Tanahnya relatif dangkal dengan kedalaman 20 –
50 cm di lokasi sampling, dan sebagian besar memiliki kandungan liat yang kuat dengan banyak batuan padas dari sedimen kapur di bagian bawah permukaan
sehingga menimbulkan pH pH H
2
O yang cenderung tinggi hingga mencapai 7,7 Tabel
12 . pH tinggi ini dapat disebabkan oleh kandungan basa kation yang tinggi
di lokasi penelitian karena pada tanah dengan pH mendekati netral atau basa, tempat pertukaran dalam tanah cenderung ditempati oleh kation-kation basa dapat
tukar seperti Ca, Mg, Na dan K menggantikan ion-ion hidrogen dan aluminium mengakibatkan konsentrasi ion hidrogen dalam tanah menurun yang berakibat
pada meningkatnya pH tanah Killham 1994. Pada beberapa lokasi, tanah di kawasan CAPS mengalami retak-retak
terutama dalam kondisi kering. Lokasi lain di mana dilaporkan pernah ditemukan M. teijsmannii
memiliki jenis tanah dystrandepts untuk kawasan Gunung Anjasmoro dan tanah vulkanik dari golongan stratovulcano di Gunung Wilis dan
Gunung Kawi. Hal ini dapat diartikan bahwa M. teijsmannii memiliki preferensi habitat pada jenis tanah yang subur dengan tipe tutupan lahan berupa hutan.
Sifat fisika tanah di lokasi penelitian dianalisis kandungan pasir, debu dan liat, kerapatan lindak, ruang pori total pori makro dan mikro serta kandungan
airnya, sedangkan sifat kimia tanah dianalisis dari rasio CN, kandungan kation, pH, kation dapat tukar dan kejenuhan basanya Tabel
12 . Untuk mengetahui
53 karakteristik edafik M. teijsmannii, perbandingan antara variabel edafik dengan
dan tanpa keberadaan M. teijsmannii dianalisis dengan metode statistik non- parametrik dengan beberapa variabel bebas dinyatakan dalam kategori Tabel 6.
Pengujian yang digunakan adalah tes Kruskal-Wallis untuk membandingkan 1 kelompok variabel bebas.
Berdasarkan hasil analisis sifat fisika, kandungan liat pada tekstur tanah kawasan ini termasuk tinggi, dengan kandungan pasir yang sangat rendah yaitu
pada kisaran ≤ 6. Kandungan pasir yang rendah dapat menjadi salah satu sebab
KTK kapasitas tukar kation tanah menjadi tinggi, sesuai dengan teori yang dipaparkan Hardjowigeno 1992. Tekstur tanah berdasarkan persentase
kandungan pasir, liat dan debu ini setelah diidentifikasi menggunakan segitiga tekstur tanah soil texture triangle menunjukkan tekstur liat, liat berdebu hingga
lempung berdebu. Terlihat bahwa unsur liat di kawasan penelitian ini cukup mendominasi. Berdasarkan Hardjowigeno 1992, tanah liat seperti ini mempunyai
pori-pori total yaitu jumlah pori makro pori kasar berisi udara dan air gravitasi dan pori mikro pori halus berisi air kapiler atau udara yang lebih tinggi daripada
tanah pasir. Hal ini dibuktikan dengan angka ruang pori total yang tinggi di lokasi penelitian pada umumnya Tabel 12, yaitu berkisar antara 55,5 – 66,6 vol pada
topsoil dan 55,5 – 65,5vol pada subsoil. Persentase ruang pori total yang tinggi 50 vol pada tanah dengan tekstur liat menunjukkan kandungan material
organik yang sangat kaya Meyer Anderson 1954. Ruang pori ini pada sebagian besar tanah ditempati oleh gas dan air pada proporsi yang bervariasi, bergantung
pada kandungan air dalam tanah. Ruang pori total inilah yang antara lain dapat menjelaskan keterkaitan adanya morfologi akar napas dan akar lutut yang
diperlihatkan M. teijsmannii dengan kondisi tanah di lokasi penelitian yang teksturnya liat hingga liat berdebu. Semakin kecil partikel tanah maka semakin
kecil ventilasinya karena pori-pori yang sempit pada tanah bertekstur halus terisi air kapiler Dwidjoseputro 1992. Kondisi ini memungkinkan akar M. teijsmannii
beradaptasi membentuk banyak struktur akar napas di atas permukaan tanah untuk memperoleh udara bagi respirasi akar.
Warna tanah yang dinyatakan dengan notasi Munsell hasil identifikasi warna menggunakan Munsell’s color chart diterjemahkan dan dipadankan dengan
54 standar penamaan warna Takehara 1970. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
warna tanah di lokasi penelitian berkisar antara hitam kemerahan, hitam kecoklatan hingga hitam menurut Munsell, namun seluruhnya digolongkan ke dalam warna
yang sama menurut standar penamaan warna, yaitu coklat tua keabuan. Tanah berwarna gelap seperti ini dikategorikan sebagai tanah yang subur karena
mengandung banyak bahan organik Hardjowigeno 1992. Oleh karena warna tanah tidak memberikan varians terhadap keberadaan M. teijsmannii, maka
variabel warna tidak diikutsertakan dalam pengujian statistik. Berdasarkan hasil analisis sifat kimia tanah, derajat keasaman tanah pH
H
2
O di lokasi penelitian berkisar antara 5,8 – 7,3 pada topsoil agak masam hingga netral dan 5,3 – 7,7 pada subsoil agak asam hingga agak alkalis. pH
tanah menunjukkan tingkat kemudahan unsur-unsur hara diserap tumbuhan dan pada umumnya pH tanah sekitar netral membuat unsur-unsur hara mudah diserap
karena pada kisaran tersebut unsur hara mudah larut dalam air Hardjowigeno 1992. pH yang agak masam pada topsoil dan subsoil memungkinkan
perkembangbiakan bakteri dan jamur. Kondisi pH sedemikian juga cukup menguntungkan dari segi mikroorganisme karena memungkinkan pertumbuhan
bakteri pengikat nitrogen dan bakteri nitrifikasi, yang tumbuh baik pada pH 5,5. Rasio CN di lokasi penelitian digolongkan ke dalam kandungan yang
rendah hingga sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah cukup banyak mengandung bahan organik halus. Kandungan N topsoil termasuk sedang rata-rata
0,2 , sedangkan N pada subsoil tergolong rendah rata-rata 0,11. Unsur K pada kedua lapisan tanah di lokasi penelitian tergolong tinggi,
yaitu pada kisaran 17,55 – 33,98 cmolkg topsoil dan 15,59 – 35,73 cmolkg subsoil. Tingginya kandungan Ca tanah di lokasi sampling erat kaitannya dengan
jenis batuan yang membentuk geologi kawasan CAPS, yang sebagian terbentuk dari batu sedimen berkapur. Kandungan Ca yang tinggi juga memberikan pH yang
cenderung alkalis pada tanah Tabel 12. Kandungan Mg menunjukkan angka yang cukup luas kisarannya baik pada lapisan topsoil maupun subsoil. Kandungan Mg
tertinggi pada kedua lapisan tanah ditemukan di lokasi Telaga Sat, mencapai 10 cmolkg. Kandungan dua kation lainnya yaitu K dan Na digolongkan pada kategori
sedang pada kedua lapisan tanah.
55 Tabel
12 Hasil analisis sifat fisika dan kimia tanah di lokasi penelitian
LOKASI No. Lapisan
AT
vol
KL
grcc
RPT
vol
Pasir Liat
Debu pH
H
2
O
C N
CN Ca
cmol kg
Mg
cmol kg
K
cmo
l
kg
Na
cmol kg
KTK Telaga Lele
1 topsoil
12.6 1.07
59.6 1
48 51
6.3 2.31 0.24 9.63 26.76 6.39 0.69 0.51 30.83 subsoil
20.1 0.91
65.5 2
48 50
7.7 0.86 0.07 12.29 33.71 4.23 0.24 0.58 31.68 2
topsoil 12.4
1.07 59.8
2 29
69 6.7 1.63 0.21 7.76 29.59 3.53 0.25 0.62 28.04
subsoil 17.2
1.04 60.9
5 29
66 7.3 1.34 0.13 10.31 32.64 2.02 0.09 0.56 30.46
3 topsoil
11.6 1.12
57.7 1
35 64
7.3 1.38 0.18 7.67 33.31 2.31 0.48 0.41 36.51 subsoil
10.1 1.09
59.0 1
38 61
7.3 1.30 0.11 11.82 35.73 1.70 0.35 0.31 30.96 4
topsoil 8.6
1.11 58.3
2 43
56 6.1 1.65 0.20 8.25 24.83 4.89 0.85 0.53 31.10
subsoil 11.0
1.10 58.5
1 54
45 5.9 1.23 0.11 11.18 25.68 4.07 0.56 0.61 31.34
Waru-waru 1 topsoil 17.1 0.89 66.6 6 23 71 7.3 2.01 0.23 8.74 33.98 2.86 0.88 0.28 39.18 subsoil
9.6 1.12
57.6 6
21 73
7.5 1.50 0.13 11.54 32.10 2.14 0.60 0.27 29.03 2
topsoil 15.6
0.99 62.6
5 43
52 5.8 1.60 0.21 7.62 17.55 4.71 0.37 0.53 23.16
subsoil 15.0
1.00 62.3
5 70
25 5.3 0.92 0.09 10.22 15.59 4.27 0.12 0.62 26.23
Telaga Sat 1
topsoil 10.6
1.10 58.4
1 61
38 6.1 0.87 0.11 7.91 24.02 10.28 0.20 1.52 36.02
subsoil 9.0
1.07 59.8
1 62
37 6.2 0.73 0.07 10.43 25.80 10.33 0.09 2.11 33.73
2 topsoil
11.3 1.14
57.0 3
60 37
6.2 0.88 0.07 12.57 18.72 6.16 0.13 1.25 24.68 subsoil
11.5 1.03
61.2 4
69 27
6.2 0.63 0.05 12.60 20.06 6.60 0.09 1.37 26.61 Gua Macan
1 topsoil
11.6 1.08 59.2 3 48 49 7.1 2.51 0.20 12.55 29.96 2.05 0.60 0.24 33.47 subsoil
12.0 1.09
58.7 4
69 27
6.9 1.84 0.15 12.27 30.05 2.04 0.56 0.25 29.44 2
topsoil 17.9
0.91 65.7
3 30
67 6.1 2.58 0.24 10.75 27.07 4.62 0.28 0.53 34.61
subsoil 11.4
1.18 55.5
2 22
76 6.8 1.47 0.15 9.80 32.35 3.58 0.10 0.51 36.03
Teluk Semut 1
topsoil 11.7
0.94 64.5
4 31
65 6.3 3.47 0.26 13.35 25.14 5.65 0.67 0.36 33.35
subsoil 11.7
1.13 57.5
4 45
51 6.3 1.42 0.11 12.91 26.57 6.12 0.09 0.64 34.15
2 topsoil
13.7 1.07
59.8 6
57 37
6.2 1.92 0.17 11.29 22.26 4.57 0.86 0.28 29.87 subsoil
10.6 1.16
56.3 3
52 45
6.0 1.17 0.10 11.70 22.44 3.28 0.61 0.31 27.04 Air Tawar
1 topsoil
19.9 0.95
64.0 6
25 69
6.5 3.21
0.25 12.84
26.47 3.96
0.95 0.34
33.87 subsoil 11.8 0.95 64.1 3 52 45 6.5 1.70 0.20 8.50 28.35 2.87 0.62 0.38 35.87
Keterangan: AT= air tersedia; KL=kerapatan lindak; RPT=ruang pori total; KTK=kapasitas tukar kation
56 Secara keseluruhan, nilai KTK kapasitas tukar kation di lokasi sampling
termasuk tinggi di mana pada topsoil memiliki kisaran nilai KTK lebih lebar 23,16 – 39,18 cmolkg daripada KTK pada subsoil 26,23 – 36,03 cmolkg. KTK
merupakan sifat kimia tanah yang menjadi salah satu indikator kesuburan tanah karena tanah dengan KTK yang tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur
hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah Hardjowigeno 1992. KTK yang efektif, yaitu paling sedikit 4 meqkg, diperlukan untuk menahan sebagian
besar kation terhadap pencucian, terutama jika kation dapat tukarnya yang ada bersifat basa Sanchez 1992. KTK yang tergolong tinggi di lokasi penelitian
menunjukkan bahwa tanah di kawasan ini dapat dikatakan tanah yang subur, mendukung laporan Goni et al. 1997. Menurut Hardjowigeno 1992, tanah
dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi memiliki KTK lebih tinggi daripada tanah berpasir, dan tanah dengan nilai kejenuhan basa yang tinggi
digolongkan tanah yang subur. Kejenuhan basa tinggi disebabkan kation-kation basa Ca, Mg, K, Na yang mudah tercuci belum banyak mengalami proses
pencucian atau leaching. Kation-kation inilah yang umumnya merupakan unsur- unsur hara yang diperlukan tumbuhan sehingga kejenuhan basa dijadikan sebagai
salah satu indikator kesuburan tanah. Angka kejenuhan basa KB dari hasil analisis mencapai nilai sangat tinggi
≥ 90, bahkan beberapa sampel memperlihatkan KB100, terutama pada lapisan subsoil. Hasil ini juga
memperkuat bukti bahwa lokasi penelitian di CAPS merupakan tanah yang termasuk subur ditunjukkan dari nilai KB yang sangat tinggi.
Individu M. teijsmannii dijumpai lebih banyak pada tanah dengan kandungan pasir lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang pasirnya rendah
Gambar 12
. Kandungan pasir di lokasi penelitian memang sangat rendah dengan kandungan liat dan debu yang tinggi memberikan ruang pori makro yang rendah.
Ruang pori makro yang rendah akan menyebabkan tanah lebih menahan air. Sifat M. teijsmannii
yang memiliki kecenderungan untuk hidup pada tanah dengan drainase baik membuatnya memerlukan kandungan pasir yang tidak terlalu rendah
agar air dapat turun ke lapisan bawah dan tidak menggenang di permukaan, apalagi kandungan liat yang tinggi menyebabkan tingginya ruang pori halus berisi air
kapiler dan udara. Hal ini mengimplikasikan bahwa tanah dengan kandungan liat
57 dan debu yang tinggi dan proporsi pasir yang tidak terlalu rendah adalah tanah
yang sesuai bagi habitat M. teijsmannii. Hasil uji korelasi antara kemelimpahan M. teijsmannii dengan variabel
edafik di lokasi penelitian menunjukkan korelasi tertinggi pada tekstur pasir dengan r
≥0,90 Tabel 13
. Jumlah individu seluruh fase pertumbuhan spesies ini memiliki hubungan yang paling erat dengan kandungan pasir di antara parameter-
parameter kemelimpahan dan variabel tanah yang diuji. Nilai korelasi signifikan diperlihatkan pada jumlah individu pada fase pohon r = 0.93; p = 0,008, tiang
r = 0.85; p =0.033 dan sapihan r = 0.90; p = 0.015. Nilai korelasi positif antara jumlah individu semai dengan tekstur pasir menunjukkan korelasi tinggi namun
kurang signifikan r = 0.80; p = 0.057. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi berpasir erat hubungannya dengan kolonisasi M. teijsmannii dewasa, atau dapat
dianggap bahwa rekrutmen semai menjadi fase-fase dewasa berkaitan dengan tekstur pasir pada substrat di mana spesies berada. Keterkaitan ini dapat menjawab
pertanyaan mengapa di lokasi Waru-waru ditemukan lebih banyak individu M. teijsmannii,
yaitu karena di lokasi tersebut persentase kandungan pasirnya relatif tinggi dibandingkan di lokasi lain Tabel 12.
Seluruh parameter kemelimpahan pohon menunjukkan korelasi positif yang signifikan terhadap tekstur pasir, namun tidak demikian dengan kandungan debu
dan liatnya. Ini menunjukkan hubungan yang menarik antara organisme dengan substratnya dan dapat menjadi dasar argumen pada adaptasi morfologi akar napas
yang menjadi karakter spesies M. teijsmannii de Wilde 2000. Struktur akar napas antara lain dapat ditemukan pada organisme terestrial yang tumbuh pada kondisi
tanah yang anaerobik seperti tergenang atau rawa Gill Tomlinson 1978. Kondisi anaerobik atau kurangnya ventilasi udara ini dapat disebabkan oleh
kandungan pori-pori kapiler tanah yang terisi oleh air karena jumlah ruang pori mikro yang tinggi berkaitan dengan tingginya kandungan liat dalam tanah Meyer
Anderson 1954. Berbeda dengan fase pohon, tiang dan semai yang hanya memiliki korelasi
signifikan dengan satu variabel tanah yaitu kandungan pasir, fase sapihan memiliki korelasi kuat dengan beberapa variabel tanah lainnya. Kerapatan dan jumlah
individu sapihan berkorelasi erat dengan kandungan pasir r = 0.84. Telaga Lele
58 memiliki kandungan pasir relatif rendah dibandingkan persentase pasir di lokasi
penelitian lainnya. Ada kemungkinan hal inilah yang mempengaruhi tidak dijumpainya individu sapihan di lokasi tersebut Gambar
8 . Selain itu, dominasi
fase sapihan yang berdiameter ≤ 3 cm berdasarkan luas basal area di lokasi
penelitian, dan nilai pentingnya dalam komunitas sapihan di lokasi penelitian menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan kandungan C dan N, sementara
frekuensi keterdapatannya berkorelasi kuat dengan kandungan K pada tanah. Sebaliknya, nilai penting fase sapihan spesies ini berbanding terbalik dengan
kandungan Na tanah di lokasi penelitian. Hal ini mungkin dapat menjelaskan bahwa pada kondisi tanah dengan kandungan C, N dan Na tertentu saja yang sesuai
untuk rekrutmen semai menjadi fase sapihan. Fenomena ini terjadi di Telaga Sat, di mana tidak ditemukan individu-individu sapihan karena dilihat dari faktor C dan
N tersebut, lokasi ini memiliki kandungan C dan N yang sangat rendah dan paling rendah di antara lokasi penelitian lainnya.
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00
Telaga Lele Waru-waru
Telaga Sat Gua Macan Teluk Semut
Air Tawar
Lokasi penelitian
C N
K cmolkg Pasir
Gambar 12 Beberapa variabel
tanah yang berkorelasi nyata dengan kemelimpahan M. teijsmannii.
59 Tabel 13 Nilai korelasi antara parameter kemelimpahan M. teijsmannii dengan variabel edafik di lokasi penelitian
Kation dapat tukar cmlkg Faktor drainase
Tekstur Tanah Fase
Parameter Kemelimpahan
pH H2O
C N CN Ca Mg K Na
KTK KA AT KL RPT Pasir
Debu Liat POHON
Jumlah individu
-0.10 0.26 0.35 -0.45 -0.22 -0.43 0.38 -0.42 -0.24 -0.23 0.38 -0.34 0.33 0.93 -0.41 0.28 Dominasi
-0.07 0.32 0.42 -0.49 -0.17 -0.48 0.45 -0.47 -0.18 -0.23 0.44 -0.39 0.38 0.93 -0.45 0.33 Frekuensi
-0.08 0.52 0.60 -0.52 -0.11 -0.54 0.62 -0.55 0.07 -0.23 0.48 -0.48 0.47 0.90 -0.47 0.35 Kerapatan
-0.13 0.42 0.47 -0.40 -0.18 -0.48 0.48 -0.49 -0.09 -0.30 0.37 -0.33 0.31 0.93 -0.43 0.30 INP
-0.15 0.57 0.61 -0.39 -0.14 -0.53 0.62 -0.58 0.08 -0.32 0.40 -0.38 0.36 0.92 -0.46 0.33 H
0.62 -0.02 0.06 -0.32 0.47 -0.25 -0.30 0.01 0.03 -0.24 0.19 0.05 -0.07 -0.15 -0.15 0.18 TIANG
Jumlah individu
-0.09 0.57 0.65 -0.50 -0.08 -0.52 0.61 -0.52 0.18 -0.24 0.42 -0.47 0.45 0.85 -0.41 0.30 Dominasi
0.03 0.02 -0.07 0.20 -0.09 -0.24 -0.22 -0.24 -0.50 -0.64 -0.07 0.47 -0.48 0.54 -0.26 0.19 Frekuensi
-0.18 -0.10 -0.18 0.22 -0.33 -0.14 -0.20 -0.19 -0.67 -0.50 -0.12 0.41 -0.42 0.70 -0.20 0.10 Kerapatan
0.04 0.11 -0.05 0.43 0.00 -0.21 -0.25 -0.25 -0.34 -0.76 -0.21 0.65 -0.67 0.36 -0.21 0.17 INP
-0.07 0.08 -0.08 0.43 -0.13 -0.20 -0.20 -0.27 -0.46 -0.74 -0.20 0.62 -0.64 0.50 -0.24 0.17 H
0.16 -0.79 -0.72 0.05 -0.14 0.30 -0.76 0.45 -0.79 0.13 -0.18 0.32 -0.32 -0.11 0.19 -0.18 SAPIHAN Jumlah
individu 0.02 0.47 0.50 -0.31 -0.03 -0.61 0.47 -0.62 -0.12 -0.51 0.43 -0.18 0.17 0.90 -0.58 0.46
Dominasi 0.25 0.84 0.83 -0.35 0.33 -0.77 0.68 -0.77 0.41 -0.60 0.53 -0.27 0.24 0.61 -0.65 0.59
Frekuensi -0.15 0.77 0.79 -0.35 -0.02 -0.60 0.90 -0.72 0.36 -0.27 0.51 -0.50 0.49 0.76 -0.54 0.45
Kerapatan 0.01 0.64 0.60 -0.17 0.03 -0.65 0.55 -0.71 0.05 -0.63 0.37 -0.09 0.07 0.84 -0.60 0.49
INP 0.05 0.86 0.81 -0.21 0.17 -0.74 0.79 -0.83 0.34 -0.60 0.49 -0.24 0.22 0.73 -0.67 0.58
H 0.14 0.09 0.33 -0.86 -0.01 -0.23 0.23 -0.04 0.10 0.28 0.43 -0.71 0.70 0.43 -0.11 0.04
SEMAI Jumlah
individu -0.47 0.55 0.47 0.05 -0.33 -0.33 0.68 -0.56 0.06 -0.29 0.16 -0.17 0.16 0.80 -0.35 0.24
Dominasi -0.54 0.17 -0.06 0.72 -0.37 0.07 0.17 -0.23 -0.17 -0.35 -0.33 0.47 -0.46 0.27 -0.04 0.00
Frekuensi -0.52 0.45 0.26 0.45 -0.32 -0.16 0.47 -0.45 0.02 -0.39 -0.11 0.19 -0.19 0.53 -0.21 0.14
Kerapatan -0.50 0.55 0.42 0.22 -0.31 -0.26 0.63 -0.52 0.11 -0.32 0.05 -0.04 0.04 0.65 -0.28 0.19
INP -0.51 0.47 0.30 0.38 -0.34 -0.20 0.51 -0.48 0.00 -0.40 -0.05 0.14 -0.14 0.61 -0.25 0.17
H -0.04 -0.36 -0.24 -0.35 -0.30 0.05 -0.33 0.20 -0.54 0.07 0.00 -0.08 0.07 0.48 0.07 -0.15
Keterangan: KA=kandungan air; AT= air tersedia; KL=kerapatan lindak; RPT=ruang pori total; KTK=kapasitas tukar kation; signifikan p ≤0.05
60
5.2.6.2 Faktor klimatik