8
2.1.7 Pola Penyebaran
Individu-individu dalam populasi dapat menyebar menurut tiga pola yaitu acak, seragam dan mengelompok Krebs 2002; Odum 1994; Ludwig Reynolds
1988. Banyak populasi tumbuhan maupun hewan penyebarannya bersifat mengelompok di alam, dan hanya sedikit yang populasinya menyebar dalam pola
yang teratur Krebs 2002. Pola penyebaran populasi ini perlu diketahui secara objektif melalui metode yang tepat agar dapat menjelaskan sifat populasi secara
biologis. Metode yang sering digunakan untuk mengetahui pola penyebaran adalah indeks penyebaran atau dispersal index. Indeks kesamaan yang paling banyak
diterapkan dalam bidang ekologi adalah indeks Morisita karena hampir tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel Krebs 2002. Indeks ini dinilai merupakan
metode pengukuran terbaik untuk kesamaan dalam penerapan ekologi Wolda 1982 dalam Krebs 2002.
Informasi mengenai pola penyebaran M. teijsmannii akan memiliki peranan penting dalam menentukan extent of occurrence atau daerah sebaran geografisnya
serta area of occupancy atau luas daerah yang ditempatinya di kawasan Pulau Jawa, sehubungan dengan keberadaannya yang kemungkinan besar tergolong
endemik. Kedua kriteria tersebut menjadi faktor penting dan direkomendasikan oleh IUCN dalam menentukan kategori kelangkaan spesies langka IUCN 2008.
2.1.8 Asosiasi Interspesifik
Hampir semua spesies tumbuhan tropis berada dalam interaksi kompleks atau asosiasi untuk melengkapi fase-fase dalam siklus kehidupannya
Widyatomoko 2001. Interaksi-interaksi species seperti ini sangat penting dalam ekologi suatu spesies sehingga studi untuk mengetahui adanya asosiasi spesies
dapat memiliki implikasi ekologis yang penting Ludwig Reynolds 1988. Namun demikian asosiasi antar spesies dalam komunitas pada akhir tahun 1980-an
masih menjadi sentral perdebatan Fritz et al. 1987. Ada kelompok ekologis yang berpendapat bahwa spesies hidup individualistis di lingkungannya dan cenderung
untuk berasosiasi secara acak, kelompok lain berpendapat bahwa spesies yang berkompetisi untuk sumber makanan akan berasosiasi negatif, sedangkan pendapat
kelompok lain mengarah pada kecenderungan untuk berasosiasi positif karena
9 respons serupa terhadap variasi dalam kualitas ataupun kuantitas sumber
makanannya. Beberapa proses ekologis dapat memperlihatkan asosiasi positif atau negatif antara dua spesies dalam suatu komunitas seperti diringkas dalam Tabel 1
Schluter 1984, dalam Ludwig Reynolds 1989. Penelitian ekologi mengenai M. teijsmannii Miq. sejauh ini belum pernah
dilaporkan, dan informasi mengenai spesies tumbuhan yang secara umum berasosiasi dengan spesies langka ini juga tidak didapatkan. Akan tetapi dengan
melihat distribusi geografis spesies ini yang menempati hutan hujan dataran rendah pada ketinggian 0-1000 m dpl, maka ada kemungkinan spesies ini berasosiasi
dengan anggota-anggota dari famili Dipterocarpaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Ebenaceae, Moraceae atau Burseraceae, karena famili-famili tersebut banyak
ditemukan dan menjadi karakteristik zona hutan hujan bawah Indriyanto 2006. Prediksi ini perlu mendapatkan pembuktian melalui penelitian ekologi untuk
mendapatkan data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tabel 1 Asosiasi di antara spesies akibat adanya interaksi antar spesies dan proses
ekologis
Contoh proses ekologis Tipe interaksi
Positif Negatif Tidak ada
Spesies memiliki respon yang sama terhadap suplai sumberdaya yang
terbatas Spesies memiliki kebutuhan
sumberdaya yang berbeda
Mutualisme Spesies satu dengan lainnya saling
mempertinggi daya survivalnya Sumberdaya diperebutkan dan
dipergunakan secara eksklusif oleh spesies
Kompetisi Spesies berfluktuasi selaras dengan
terbatasnya sumberdaya Gangguan antar spesies menghasilkan
keterasingan spesies lainnya Predasi
Predator berfluktuasi selaras dengan kepadatan mangsanya
Kepadatan predator yang tinggi menurunkan kepadatan mangsanya
Sumber: Schluter 1984 dalam Ludwig Reynolds 1988.
Data mengenai asosiasi interspesifik perlu dilakukan untuk M. teijsmannii untuk mendapatkan tambahan gambaran mengenai preferensi habitatnya, yang
salah satunya dapat diimplikasikan pada pendugaan distribusi populasi di skala regional yang lebih luas. Dengan mengetahui pendugaan distribusi populasinya
akan diperkirakan habitat-habitat yang sesuai bagi pertumbuhannya, yang dapat bermuara pada program konservasi spesies langka tersebut, antara lain program
reintroduksi.
10 Ludwig dan Reynolds 1988 menyatakan bahwa penentuan asosiasi
spesies melibatkan dua komponen yang berbeda: 1 uji statistik terhadap hipotesis bahwa dua spesies berasosiasi atau tidak, dan 2 pengukuran tingkat atau kekuatan
asosiasi. Uji statistik untuk mendeteksi asosiasi spesies dilakukan dengan tes chi- square Ludwig Reynolds 1988 atau tes varians rasio Schluter 1984, dalam
Ludwig Reynolds 1988. Tes varians rasio ini dapat diterapkan tidak hanya untuk asosiasi interspesifik namun juga untuk pola asosiasi intraspesifik Fritz et
al. 1987. Pengukuran tingkat asosiasi ini dapat diketahui dengan berbagai metode
dalam bentuk indeks asosiasi, antara lain Ochiai Index, Dice Index, Jaccard Index Ludwig Reynolds 1988 dan Yule’s V Index Slone Croft 2001; Ludwig
Reynolds 1988.
2.1.9 Status Kelangkaan dan Konservasi