Reproduksi Autekologi M. teijsmannii

46 Gambar 10 Habitus Myristica teijsmannii. A. struktur akar di atas permukaan tanah, memperlihatkan akar lutut dan akar napas B. tajuk yang menempati lapisan kanopi C. pokok utama yang mengeluarkan getah merah D. buah

5.2.4 Reproduksi

Cara pemencaran biji M. teijsmannii yang berhasil diamati adalah berkaitan dengan perilaku tumbuhnya yang secara umum menyukai lereng dengan kemiringan landai hingga agak curam. Karena kemiringan lereng, buah-buah A B C D 47 masak yang jatuh tidak berdekatan dengan induknya sehingga memungkinkan spesies ini hidup cenderung mengelompok dengan yang usianya relatif sama. Oleh karena itu pula, selama penelitian berlangsung, jarang sekali ditemukan semai yang tumbuh bersamaan dalam satu plot dengan individu dewasa. Adanya mekanisme alelopatik yang menghambat germinasi biji pada spesies ini masih dipertanyakan, namun kemungkinan besar ketidakhadiran individu-individu semai di bawah naungan individu dewasa disebabkan oleh mikrohabitat yang tidak sesuai untuk perkecambahan serta ketahanan biji. Selain kondisi mikrohabitat, kehadiran individu semai yang relatif berjauhan dengan individu induk dapat berkaitan dengan sifat penyebaran biji. Penyebaran biji M. teijsmannii ini ditemukan dibantu oleh beberapa spesies hewan pemakan buah dari kelompok primata pasal 4.2.5.2, di mana kelompok ini memiliki mobilitas yang tinggi sehingga memungkinkan biji sisa dari buah yang dimakan tersebar lebih jauh. Pengamatan pada tahap germinasi M. teijsmannii di kawasan konservasi CAPS tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu. Namun demikian sejumlah kecil bijinya telah berhasil dikoleksi dan disemai di rumah kaca pembibitan Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI. Akan tetapi persentase keberhasilan germinasi sangat rendah 10 sehingga penelitian mengenai tahap perkecambahan tidak dilakukan dalam ulangan yang memadai. Hanya tiga individu yang berhasil berkecambah dan telah dipersiapkan untuk menjadi koleksi M. teijsmannii pertama di PKT Kebun Raya Bogor, melengkapi koleksi tumbuhan langka Indonesia di lokasi konservasi ex-situ ini. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ketiga biji yang berhasil berkecambah, M. teijsmannii memperlihatkan periode germinasi yang cukup lambat, yaitu 31 – 60 hari, sejak mulai disemai hingga munculnya daun pertama. Namun demikian, dibandingkan dengan penelitian Ng 1992 terhadap M. crassa dan M. malaccensis, periode germinasi spesies langka ini termasuk lebih singkat. Setelah 10 bulan pertumbuhannya, M. teijsmannii hanya mencapai tinggi 25-35 cm dari permukaan tanah Lampiran 2 . Biji pada umumnya berkecambah segera setelah masak apabila kondisi lingkungannya sesuai. Menurut Meyer dan Anderson 1954 sedikitnya ada tiga 48 kondisi lingkungan eksternal yang dibutuhkan untuk germinasi yaitu air, temperatur yang sesuai dan oksigen. Biji tidak mempersingkat aktivitas fisiologinya selama periode germinasi hingga biji mampu melakukan imbibisi sejumlah air. Ketiga faktor tersebut perlu diteliti sejauh mana pengaruhnya terhadap perkecambahan biji-biji M. teijsmannii untuk mendukung upaya propagasinya secara ex-situ. Berdasarkan kondisi di lokasi penelitian in-situ, kandungan air tersedia pada tanah termasuk rendah antara lain karena ruang pori total yang tinggi Tabel 12 sehingga dapat menjadi salah satu penyebab biji-biji M. teijsmannii yang berserakan di lantai hutan lebih lambat berkecambah. Selain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan eksternal, proses germinasi berkaitan dengan morfologi biji. Biji M. teijsmannii memiliki tiga lapisan selaput biji di lapisan sebelah dalam aril. Lapisan itu berturut-turut dari luar ke dalam adalah: 1 selaput biji bagian luar yang tipis dan halus, 2 lapisan tengah yang keras, dan 3 lapisan dalam yang berongga. Lapisan dalam ini menuju ke bagian albumen yang tebal membentuk garis-garis atau pita-pita membentuk suatu pola. Embrio berukuran kecil dan terletak di bagian basal biji. Pada saat berkecambah, kotiledon membesar di bagian basal biji tersebut. Adanya lapisan biji yang berlapis-lapis dan di antaranya terdapat lapisan yang keras juga dapat menentukan waktu perkecambahan di mana pada masa ini biji tidak melakukan aktivitas fisiologi hingga biji mampu melakukan imbibisi sejumlah air dari luar yang ditentukan pula oleh sifat selaput biji. Masa germinasi serta kecepatan pertumbuhan semai yang relatif lambat kemungkinan ada kaitannya dengan daya regenerasinya yang membuatnya memiliki tingkat seedling establishment yang rendah di alam. Hal ini dapat menjadi salah satu sebab keberadaannya di hutan alam menjadi semakin jarang.

5.2.5 Interaksi dengan komponen biologis