Implikasi Karakter dan Interaksi Biologis M. teijsmannii terhadap

62 bahwa M. teijsmannii membutuhkan sinar matahari untuk pertumbuhan dan perkembangannya namun dalam intensitas yang tidak penuh sepanjang hari.

5.3 Aspek Konservasi

5.3.1 Implikasi Karakter dan Interaksi Biologis M. teijsmannii terhadap

Konservasi Struktur populasi M. teijsmannii di seluruh lokasi penelitian di dalam kawasan CAPS memperlihatkan kestabilan populasi, dengan kecenderungan kerapatan semakin tinggi pada fase-fase lebih muda Gambar 8 . Akan tetapi jika ditinjau per lokasi hutan, terdapat ketidakseimbangan struktur populasi di kawasan Telaga Lele, Telaga Sat, Air Tawar dan Teluk Semut. Di hutan kawasan Telaga Lele dan Telaga Sat tidak dijumpai individu M. teijsmannii tingkat semai yang menunjukkan bahwa regenerasi di kawasan ini tidak berlangsung semestinya, atau ada gangguan pada proses regenerasinya. Oleh karena itu, di kedua lokasi tersebut dapat dilakukan program reenforcement atau menanam kembali sejumlah individu untuk menambah jumlah individu dalam populasinya, dalam hal ini tingkat semai, yang berasal dari lokasi lain di kawasan CAPS. Sumber semai dapat berasal dari Teluk Semut yang memiliki kerapatan semai tertinggi. Ketidakseimbangan populasi terlihat pula di kawasan Teluk Semut. Selisih kerapatan tingkat semai dan tingkat individu pra-dewasa maupun dewasa yang sangat besar antara lain memberikan indikasi bahwa tingkat kesintasan semai di kawasan ini rendah. Diijinkannya pengunjung mendatangi kawasan ini dengan tujuan wisata, secara langsung ataupun tidak langsung dapat memberikan dampak negatif bagi kesesuaian kondisi lingkungan bagi biji untuk bertahan hidup mencapai fase-fase umur berikutnya. Oleh karena itu, kegiatan wisata ataupun kunjungan ke daerah ini perlu dibatasi dan dikelola sedemikian rupa sehingga dampak merugikan bagi kelangsungan populasi M. teijsmannii dapat ditekan. Berkaitan dengan hal ini, pihak pengelola perlu mengkaji kembali tugas pokok dan fungsi cagar alam seperti yang ditetapkan dalam UU No. 5 Tahun 1990 Dephut 1990, yaitu bahwa cagar alam tidak diperuntukkan sebagai kawasan wisata. 63 Tabel 17 Kemelimpahan M. teijsmannii dan karakteristik lingkungannya Lokasi penelitian Variabel yang diteliti Telaga Lele Waru- waru Telaga Sat Air Tawar Gua Macan Teluk Semut Jumlah total individu 5.00 59.00 7.00 34.00 28.00 22.00 Jumlah individu pohon 2.00 36.00 4.00 17.00 14.00 9.00 Kerapatan pohon indha 1.79 29.03 4.17 17.71 15.22 11.25 INP pohon 5.42 48.68 8.28 39.07 29.62 26.41 Jumlah individu tiang 2.00 10.00 3.00 0.00 7.00 5.00 Kerapatan tiang indha 7.10 32.26 12.50 0.00 43.48 25.00 INP tiang 3.34 18.27 5.82 0.00 19.27 14.23 Jumlah individu sapihan 1.00 10.00 0.00 5.00 6.00 4.00 Kerapatan sapihan indha 14.29 129.03 0.00 83.33 104.35 80.00 INP sapihan 1.80 6.10 0.00 6.53 5.86 5.44 Jumlah individu semai 0.00 3.00 0.00 3.00 1.00 4.00 Kerapatan semai indha 0.00 250.00 0.00 312.50 108.70 500.00 Parameter kemelimp ah an INP semai 0.00 6.19 0.00 6.14 3.05 13.80 Vegetasi dominan Sterc. Myrist. Sterc. Annon. Euph. Morac. Maca- ranga Sterc. Myrist. Garcinia Artocarpus Myrist. Sterc. Annon. Maranthes Euph. Sterc. Asosiasi jumlah species 7 7 4 6 6 8 Fakt o r bi ol ogi Agen dispersal Ada Ada tidak teramati Ada Ada Ada Ketinggian lokasi m dpl 50-102 15-87 30-65.5 40.5-85 41-77 17-69 Kehadiran m dpl 56-82 25-81 46-65.5 37-78 38-60 47-69 Faktor to po gr af i Kemiringan lokasi 0-90 0-43 0-90 0-40 0-27 0-15; 90 Kelembaban tanah 75-86 70-75 55-79 55 45-75 45-70 Suhu tanah C 26-28 26-28 25-28 24 26 25-26 Kelembaban udara 70-81 70-79 60-81 70-92 65-80 53-68 Faktor ik lim mi kr o Suhu udara C 26-29 27-30 25-26 22-25 25-26 25-28 pH lapangan 6.7-7.0 6.9-7.0 6.0-7.0 7.0 7.0 7.0 pH H 2 O 6.94 6.44 6.19 6.50 6.79 6.18 C vol 1.32 1.36 0.73 2.08 1.88 1.65 N vol 0.13 0.14 0.07 0.21 0.17 0.13 CN 10.63 10.21 11.20 9.59 11.19 12.31 Ca cmolkg 31.11 24.33 22.54 27.88 30.53 24.30 Mg cmolkg 3.32 3.35 8.40 3.14 2.94 4.80 K cmolkg 0.37 0.43 0.11 0.70 0.36 0.45 Na cmolkg 0.52 0.44 1.65 0.37 0.38 0.44 Fakt o r ki mi a ta nah KTK cmolkg 31.24 28.52 30.22 35.37 33.06 30.85 Kandungan air vol 46.19 45.68 49.71 47.78 42.85 44.50 Air tersedia vol 13.78 13.31 10.43 13.83 12.46 11.54 KL grcc 1.05 1.03 1.07 0.95 1.10 1.11 RPT vol 60.44 61.11 59.80 64.08 58.44 58.21 Pasir 2.06 5.50 2.38 3.75 3.00 3.88 Debu 41.38 42.38 33.38 45.25 43.88 47.38 Fakt o r fi si ka ta nah Liat 56.63 52.13 64.25 51.00 53.13 48.75 Keterangan: INP= indeks nilai penting; KTK=kapasitas tukar kation; KL=kerapatan lindak; RPT=ruang pori total. 64 Kondisi hutan dan populasi M. teijsmannii di kawasan Waru-waru dan Gua Macan adalah yang terbaik. Dengan demikian, pihak pengelola Resort CAPS perlu mempertahankan kondisi ini, minimal menekan dampak pengunjung terhadap habitat di kawasan konservasi in-situ ini. Kawasan Teluk Semut perlu mendapat pengawasan dan pengelolaan yang lebih baik karena ketidakseimbangan populasi M. teijsmannii sebagai tumbuhan langka Jawa Timur, lokasi ini juga merupakan jalur jelajah lutung sebagai agen dispersal biji, dan merupakan habitat bagi macan dahan seperti yang teramati dalam penelitian, yang juga merupakan hewan yang dilindungi. 5.3.2 Implikasi Karakter dan Preferensi Habitat M. teijsmannii dengan Konservasi Analisis karakter habitat M. teijsmannii di Cagar Alam Pulau Sempu dapat menjadi data penting bagi program konservasi, antara lain dalam koridor reintroduksi spesies ke habitat alaminya maupun untuk pendugaan kesesuaian habitat di lingkup kawasan yang lebih luas. Pendugaan kesesuaian habitat ini dapat dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemetaan digital dalam sistem informasi geografis atau SIG Garzon et al. 2006; Guisan Zimmerman 2000. Teknik-teknik aplikasi SIG untuk memperkirakan habitat-habitat yang sesuai bagi suatu spesies akan dapat dilakukan dengan tepat jika data-data mengenai faktor- faktor pendukung atau faktor determinan bagi keberadaan populasinya tersedia. Data seperti ini penting karena program reintroduksi perlu dilakukan dengan memperhatikan karakter-karakter biologis dan ekologis suatu spesies di habitat alaminya sehingga faktor kematian karena ketidaksesuaian habitat baru dapat ditekan serendah mungkin. Berdasarkan analisis karakter habitatnya, M. teijsmannii di Pulau Sempu cenderung berkoloni di kawasan yang memiliki tanah-tanah dengan kandungan pasir lebih tinggi dilihat dari tingginya jumlah individu yang dijumpai di kawasan Waru-waru yang memiliki kandungan pasir paling tinggi dibandingkan dengan lima lokasi penelitian lainnya. Preferensi habitat pada tanah dengan kandungan C dan N yang relatif tinggi pada fase sapihan menunjukkan bahwa seedling recruitment dan seedling establisment cenderung membutuhkan tanah yang lebih 65 subur dibandingkan fase-fase yang lebih dewasanya. Faktor kimia lain dari variabel edafik yang berkorelasi kuat dengan keberadaan individu M. teijsmannii adalah kandungan basa kalium. Jenis tanah dengan kandungan C, N dan K yang relatif tinggi menjadi salah satu faktor pendukung bagi penilaian kesesuaian habitat spesies langka ini. Berdasarkan peta jenis tanah dan tutupan lahan, masih ada kawasan hutan dataran rendah di daratan Jawa yang masih berada dalam kawasan pesisir Malang selatan, relatif berdekatan dengan P. Sempu. Peta-peta pendukung tersebut menunjukkan jenis tanah dan tutupan hutan yang sama dengan jenis tanah dan hutan di P. Sempu. Oleh karena itu, ada kemungkinan yang cukup besar bahwa M. teijsmannii dapat ditemukan di kawasan tersebut, sehingga hutan-hutan tersebut perlu mendapat perhatian konservasi atau dijaga agar tidak terjadi perusakan. Dari variabel topografi, faktor arah lereng perlu mendapatkan perhatian sebagai faktor pendukung lain yang menentukan keberhasilan kolonisasi M. teijsmannii . Lokasi dengan kemiringan datar 0-8 hingga landai 8-15 dengan arah lereng utara-barat adalah yang dua faktor lingkungan yang penting bagi populasinya. Penelitian ini juga menyingkap keberadaan individu M. teijsmannii yang ditemukan hanya di interior hutan, yang dapat mengindikasikan bahwa spesies ini tidak toleran adanya gap yang bisa terjadi karena fragmentasi hutan. Berdasarkan literatur dan studi herbarium yang telah dilakukan, spesies yang kemungkinan endemik ini juga hanya dijumpai di hutan- hutan campuran dataran rendah. de Wilde 1998 dalam IUCN 2006 melaporkan bahwa M. teijsmannii mendapat ancaman dari degradasi habitat akibat konversi lahan. Alasan-alasan tersebut menunjukkan bahwa M. teijsmannii merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan akibat degradasi habitat dan fragmentasi hutan. Oleh karena itu, populasi yang baik di CAPS perlu dijaga dan dipertahankan antara lain dengan menjaga kawasan tersebut dari gangguan manusia dan peruntukan yang tidak tepat.

5.3.3 Status Kelangkaan