44 Telaga Lele. Ilustrasi tersebut mendukung hasil perhitungan dalam pola
penyebaran M. teijsmannii yang mengelompok.
5.2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan
Berdasarkan pengamatan morfologi pohon, M. teijsmannii menunjukkan percabangan mengikuti model arsitektur Massart. Percabangannya plagiotropik,
dengan 2 – 3 cabang dari pangkal percabangan yang sama. Secara umum, individu M. teijsmannii ditemukan pada kawasan yang
landai kemiringan 0-8 hingga agak curam 30-40. Ciri morfologi yang menarik ditemukan adalah sifat akar di atas tanahnya memiliki karakter yang unik,
yaitu berupa akar udara atau akar lutut Gambar 10, yang strukturnya menyerupai
akar tumbuhan lahan basah. Oleh karena habitat M. teijsmannii bukan di kawasan basah, adanya akar lutut ini tampaknya merupakan salah satu bentuk adaptasi dari
beberapa faktor lingkungan di habitatnya. Dickinson 2000 menyatakan bahwa perubahan-perubahan adaptif yang dilakukan akar dapat terjadi selama periode
cekaman kekeringan dan kondisi tergenang. Tipe akar seperti ini berfungsi sebagai organ pendukung sekaligus pelindung, serta memiliki peranan penting dalam
translokasi serta pertukaran udara. Perakaran juga dapat dipengaruhi oleh struktur batuan Hardjowigeno 1992. Berdasarkan dua argumen tersebut, adanya struktur
akar udara dan akar napas pada M. teijsmannii dapat terjadi berkaitan dengan tempat tumbuhnya pada kemiringan dengan lapisan tanah relatif dangkal sehingga
memiliki akar-akar khusus untuk menopang tegaknya individu. Selain itu, berkaitan dengan keadaan batuan atau tekstur tanah di lokasi penelitian yang
membuat kondisi tanah kurang menyediakan aerasi yang cukup bagi akar M. teijsmannii.
Kondisi umum tanah di lokasi penelitian tergolong relatif dangkal dengan batu-batuan padas yang keras di lapisan bawah.
Individu dewasa M. teijsmannii di kawasan CAPS tampaknya menempati lapisan tajuk dengan ketinggian pohon antara 3 – 16 m, namun tidak ditemukan
individu yang menempati lapisan emergent. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa M. teijsmannii menempati stratum C C-storey yaitu lapisan tajuk yang
tingginya 4–20 m, dan stratum D D-storey yaitu lapisan tajuk yang dibentuk oleh semak dan perdu setinggi 1–4 m. Berdasarkan pengamatan juga ditemukan bahwa
individu M. teijsmannii tidak pernah ditemukan di tepi hutan forest edge
45 melainkan selalu ditemukan pada interior hutan forest interior. Hal ini
menunjukkan bahwa spesies ini menyukai naungan atau tidak menyukai intensitas cahaya tinggi pada sebagian dari tahap perkembangannya, atau disebut spesies
toleran naungan shade-tolerant atau semi toleran naungan. Dugaan ini didukung oleh adanya asosiasi positif dengan spesies-spesies pohon yang relatif besar dan
tinggi yaitu antara lain dengan Pterospermum javanicum, Cryptocarya ferrea, Artocarpus elasticus
dan Aglaia elliptica Tabel 11. Kerapatan dan dominasi populasi M. teijsmannii juga ditemukan pada lokasi pengamatan dengan kehadiran
spesies-spesies dengan tajuk yang lebar atau spesies pohon tinggi Lampiran 5. Pohon yang bersifat toleran terhadap naungan akan tumbuh dengan baik
jika mendapat naungan dari pohon-pohon lain yang lebih tinggi, bahkan perlu berdampingan dengan pohon lain sebagai penaung agar pertumbuhannya optimal
Indriyanto 2006. Spesies yang tergolong toleran naungan rentan terhadap pembukaan hutan, terutama pembukaan yang sifatnya luas karena intensitas cahaya
matahari yang semakin tinggi. Deforestasi akan menyebabkan spesies ini semakin rentan terhadap kepunahan. Oleh karena itu, degradasi dan konversi hutan hujan
dataran rendah di Jawa Timur yang selama ini masih terus terjadi tentu akan menyebabkan populasi spesies ini semakin lama akan semakin kecil dan terisolasi
di CAPS jika deforestasi kawasan hutan hujan dataran rendah di Jawa Timur tidak segera dihentikan.
Pada saat penelitian dilakukan, sebagian individu dewasa sedang berbuah akan tetapi umumnya periode berbuah ini masih dalam tahap pertengahan.
Sebagian individu populasi menunjukkan masa berbuah akhir menuju kematangan. Berdasarkan pengamatan tersebut, kemungkinan masa berbuah M. teijsmannii
adalah Mei hingga akhir Agustus. Kemungkinan ini diperkuat dengan tidak ditemukan lagi individu yang berbuah pada bulan September tahun yang sama
Sujoto, komunikasi pribadi. Hal ini berbeda dari laporan Heyne 1987 yang menyatakan bahwa periode berbuah spesies ini adalah bulan Mei hingga Juni.
Perbedaan atau pergeseran masa berbuah dapat disebabkan tidak serempaknya musim berbuah dan berbunga pada populasi di kawasan CAPS yang disebabkan
perbedaan kondisi lingkungan.
46
Gambar 10 Habitus Myristica teijsmannii.
A. struktur akar di atas permukaan tanah, memperlihatkan akar lutut dan akar napas
B. tajuk yang menempati lapisan kanopi
C. pokok utama yang mengeluarkan getah merah
D. buah
5.2.4 Reproduksi