Menghayati Ajaran Gereja tentang Bunuh Diri dan Euthanasia

149 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

F. Hukuman Mati

Yohanes Paulus II menegaskan bahwa status sah yang memungkinkan pelak- sanaan hukuman mati ini tidak terletak lagi pada pertimbangan berat ringannya suatu tindak kejahatan yang dilakukan, tetapi pada ketidakmampuan masyarakat di dalam mempertahankan dirinya dengan cara-cara lain. Menurutnya, status keti- dakmampuan masyarakat melindungi dan mempertahankan dirinya dengan cara- cara lain adalah faktor yang menentukan di dalam memutuskan apakah hukuman mati diperbolehkan atau tidak bagi seseorang yang melakukan kejahatan. Doa: Ya Bapa, Berkatilah kami dalam pelajaran ini, agar memahami ajaran Gereja tentang hukuman mati, dan ikut berusaha untuk terlibat aktif dalam memperjuangkan budaya kehidu- pan, dan menghindari budaya kematian. Demi Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami. Amin.

1. Makna Hukuman Mati

a. Melihat kasus Indonesia termasuk negara yang masih melakukan hukuman mati. Sudah ratusan orang meregang nyawa di hadapan regu tembak kepolisian Indonesia. Salah satu ka- sus hukuman mati yang pernah menghebohkan masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri, bahkan hingga Paus Yohanes Paulus II alm mengirimkan surat kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, adalah kasus yang menimpa bapa Fabianus Tibo, dan kawan-kawan di Poso. Berkaitan dengan hal tersebut, cobalah menyimak artikel berikut ini, kemudian berikan analisis pandanganan tentang hukuman mati. Lonceng Kematian Rasa Keadilan Fabianus Tibo 60, Dominggus da Silva 42, dan Marinus Riwu 52 akhirnya dieksekusi juga di hadapan tiga regu tembak pasukan Brimob Polda Sulawesi Tengah. Prosesi penembakan yang berlangsung secara serentak mulai pukul 01.10 sampai dengan pukul 01.15 Wita itu dilaksanakan di sebuah tempat rahasia di pinggiran Kota Palu Kompas Cyber Media, 2292006. Puluhan tahun kehidupan yang dianugerahkan Tuhan lenyap hanya dalam lima menit di tangan eksekutor. Melayang sudah nyawa ketiga warga bangsa itu, bukan 150 Kelas XI oleh tangan Tuhan, melainkan oleh keputusan kekuasaan. Mereka mati bukan atas kehendak Yang Mahakuasa, melainkan oleh arogansi otoritas penguasa. Kematian Fabianus, Do- minggus, dan Marinus juga menggemakan lonceng kematian rasa keadilan di negeri ini. Kasus yang menjerat Tibo cs memang penuh dengan kontroversi ketidakadilan. Mereka menjadi korban peradilan yang sesat. Mereka menjadi tumbal ketidakadilan dan proses hukum yang inskonstitusional. Eksekusi mati terhadap Tibo dan kedua kawannya merupakan manifestasi ketidakpekaan penguasa terhadap rasa keadilan. Lebih lagi, eksekusi mati terhadap orang yang masih berupaya mengais keadilan merupakan bukti tiadanya perikemanusiaan yang adil dan beradab. Eksekusi mati terhadap Tibo cs merupakan bukti bahwa penguasa republik ini menyandang cacat tuna kemanusiaan, tunakeadilan, dan tunakeadaban Kenekatan mengeksekusi Tibo dan dua rekannya oleh pihak penguasa menunjukkan tiadanya kepekaan penguasa dalam menyelesaikan kasus Poso pada umumnya, dan nasib Tibo cs pada khususnya. Di tengah maraknya desakan moral lintas agama dan tokoh-tokoh masyarakat maupun tokoh-tokoh agama serta pembela hak asasi manusia yang menolak hukuman mati, penguasa negeri ini tetap saja memaksakan kehendaknya dengan tega menghabisi nyawa warga bangsanya. Kian jelas ketidakpekaan itu sebab secara hukum terdapat bukti kuat, Tibo cs hanya korban Menurut catatan Antonius Sujata, Ketua Komisi Ombudsman Nasional, sejak awal Tibo cs menyangkal telah melakukan rangkaian perbuatan yang didakwakan. Bahkan, pada saat kejadian, mereka tak berada di tempat dimaksud. Fabianus Tibo menyampaikan enam belas nama orang yang menurut dia terlibat. Putusan pengadilan pun menyatakan, Tibo cs bukan pelaku langsung. Namun, tidak pernah disebutkan siapa pelaku langsungnya dan bagaimana hubungan antara Tibo cs sebagai bukan pelaku langsung dader dan para pelaku langsung Suara Pembaruan, 2192006. Namun, Tibo dan dua kawannya lah yang harus menanggung risiko mereguk cawan ketidakadilan yang mematikan. Itulah buah ketidakpekaan penguasa. Ketidakpekaan penguasa itu, meminjam analisis sosiolog Tamrin Amal Tomagola, dapat diretas sekiranya Susilo Bambang Yudhoyono mau menggunakan hak prerogatifnya sebagai Presiden untuk menghapus hukuman mati di republik ini. Dua alasan yang amat fundamental diajukan Tamrin Amal Tomagola. Dan itu berakar pada Pancasila sebagai dasar negara kita. Pertama, hukuman mati bertentangan dengan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Alasannya, hanya Tuhan-lah yang berhak mutlak atas nyawa manusia. Kedua, hukuman mati bertentangan dengan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Kompas, 049 2006. Sumber: Penulis Gambar 6.5