48 Kelas XI
asuhan Pater van Lith, SJ telah menjadi teladan bagaimana berpolitik semestinya dihidupi dan mengabdi kepada kepentingan rakyat.
Pernah menjadi murid Pater van Lith, SJ di Sekolah Guru Muntilan, IJ. Kasimo muda banyak mengabdikan diri dan karyanya di bidang pendidikan. Selain
pendidikan, pernah juga IJ. Kasimo muda bekerja sebagai mandor perkebunan karet . Namun karena keberanian IJ. Kasimo membela buruh-buruh yang ditindas,
IJ. Kasimo akhirnya dipindah kembali menjadi guru pertanian. Kedalamannya akan penghayatan iman katolik dalam hidup nyata di masyarakat dan bangsanya sangat
dipengaruhi oleh pemahaman IJ. Kasimo tentang Ajaran Sosial Gereja. Inspirasi dari ASG yang menekankan kemerdekaan, persamaan hak dan persatuan bangsa
mendorong IJ. Kasimo untuk mulai aktif di berbagai organisasi pergerakan dan politik.
Peranan IJ. Kasimo dalam perjuangan kebangsaan dimulai dari kegigihannya membela dan memperjuangkan hak-hak kemerdekaan di dalam Volksraad Dewan
Rakyat dari tahun 1931-1943. Pidato terkenalnya di Volksraad adalah ketika dia menyerukan kemerdekaan untuk bangsa Indonesia dalam sidang Volksraad 19 Juli
1932.
Bagi kalangan Katolik sendiri IJ. Kasimo dipandang sebagai “bapak politik” bagi umat Katolik Indonesia. Lewat Partai Katolik yang didirikannya IJ. Kasimo mau
menggarisbawahi bahwa iman katolik adalah iman yang harusnya menggema dalam hidup bermasyarakat sehari-hari.
IJ. Kasimo melihat politik sebagai sebuah sarana perjuangan yang harus dilaksanakan dengan menjunjung kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat. Dan
ini semua dia yakini sebagai sebuah penghayatan akan iman Katoliknya. Sebagai seorang Katolik, IJ. Kasimo berani berdiri di persimpangan, mewartakan yang benar,
dan atas keyakinan dan imannya dia berani memperjuangkan kebenaran itu.
Diangkatnya IJ. Kasimo menjadi Pahlawan Nasional seharusnyalah membuat kita umat Katolik diajak untuk kembali bercermin pada sosok IJ. Kasimo. Dewasa ini, baik
para Uskup, umat dan kita semua, tidak banyak yang berdiri di “persimpangan” untuk mewartakan kebenaran. Mungkin tidak ada lagi para Uskup atau awam yang berani
bersuara lantang secara individu atas ketidakadilan baik yang menimpa umat Katolik atau masyarakat pada umumnya. Bagaimana politikus Katolik? Kita patut prihatin
misalnya beberapa skandal di DPR baik hukum dan keuangan malah melibatkan politisi Katolik, yang tidak berani bersuara melantangkan kebenaran.
IJ. Kasimo adalah potret bagaimana iman bersuara dan mungkin merupakan sebuah “sketsa” Gereja yang bersuara. Dia adalah potret bagaimana iman itu
menggema dalam hidup dan memberanikan diri berpijak pada “yang benar”. Semoga kita dan Gereja Katolik Indonesia tidak semakin takut kepada “yang bayar” atau
malu-malu berbicara lantang tentang “yang benar”. Bila kita takut, semoga bercermin pada Ignatius Joseph Kasimo dan Yesus sendiri membuat kita berani bangkit.
Sumber: http:www.pmkri.or.id dari berbagai sumber
49 Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti
• Setelah menyimak cerita tersebut, cobalah merumuskan beberapa pertanyaan untuk mendalami artikel tersebut bersama-sama teman sekelas dengan fokus
perhatian pada beberapa hal, yaitu; siapa jati diri tokoh yang di ceritakan, bagaimana hidup dan karyanya sebagai orang Katolik, apa pandangan politik
yang ia perjuangkan, serta nilai keteladanan apa yang dapat diikuti generasi muda Katolik.
2. Makna Awam dan Kerasulan Awam dalam Ajaran Gereja Katolik
Simaklah dan diskusikan makna awam dan kerasulan awam menurut ajaran Gereja Katolik
“Yang dimaksud dengan istilah awam disini ialah semua orang beriman kristiani kecuali mereka yang termasuk golongan Imam atau status religius yang diakui
dalam Gereja. Jadi kaum beriman kristiani, yang telah dibabtis menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi Umat Allah, dengan cara itu mereka sendiri
ikut mengemban tugas Imamat, kenabian dan rajawi Kristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenap Umat
kristiani dalam Gereja dan di dunia. Ciri khas dan istimewa kaum awam yakni sifat keduniaannya. Sebab mereka yang termasuk golongan Imam, meskipun kadang-
kadang memang dapat berkecimpung dalam urusan-urusan keduniaan, juga dengan mengamalkan profesi keduniaan, berdasarkan panggilan khusus dan tugas mereka
terutama diperuntukkan bagi pelayanan suci. Sedangkan para religius dengan status hidup mereka memberi kesaksian yang cemerlang dan luhur, bahwa dunia tidak
dapat diubah dan dipersembahkan kepada Allah, tanpa semangat sabda bahagia. Berdasarkan panggilan mereka yang khas, kaum awam wajib mencari kerajaan Allah,
dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, artinya: menjalankan segala macam tugas dan pekerjaan
duniawi, dan berada ditengah kenyataan biasa hidup berkeluarga dan sosial. Hidup mereka kurang lebih terjalin dengan itu semua. Di situlah mereka dipanggil oleh
Allah, untuk menunaikan tugas mereka sendiri dengan dijiwai semangat Injil, dan dengan demikian ibarat ragi membawa sumbangan mereka demi pengudusan dunia
bagaikan dari dalam. Begitulah mereka memancarkan iman, harapan dan cinta kasih terutama dengan kesaksian hidup mereka, serta menampakkan Kristus kepada
sesama. Jadi tugas mereka yang istimewa, yakni; menyinari dan mengatur semua hal-hal fana, yang erat-erat melibatkan mereka, sedemikian rupa, sehingga itu semua
selalu terlaksana dan berkembang menurut kehendak Kristus, demi kemiliaan Sang Pencipta dan Penebus”.
Lumen Gentium, Art. 31
50 Kelas XI
3. Hubungan Kaum Awam dan Hierarki
Simaklah artikel berikut ini “Dari harta-kekayaan rohani Gereja kaum awam, seperti semua orang beriman
kristiani, berhak menerima secara melimpah melalui pelayanan para Gembala hirarkis, terutama bantuan sabda Allah dan sakramen-sakramen. Hendaklah para
awam mengemukakan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka kepada para Imam, dengan kebebasan dan kepercayaan, seperti layaknya bagi
anak-anak Allah dan saudara-saudara dalam Kristus. Sekadar ilmu pengetahuan, kompetensi dan kecakapan mereka para awam mempunyai kesempatan, bahkan
kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyatakan pandangan mereka tentang hal- hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja. Bila itu terjadi, hendaklah itu dijalankan
melalui lembaga-lembaga yang didirikan Gereja untuk itu, dan selalu dengan jujur, tegas dan bijaksana, dengan hormat dan cinta kasih terhadap mereka, yang karena
tugas suci bertindak atas nama Kristus.
Hendaklah para awam, seperti semua orang beriman kristiani, mengikuti teladan Kristus, yang dengan ketaatan-Nya sampai mati, membuka jalan yang
membahagiakan bagi semua orang, jalan kebebasan anak-anak Allah. Hendaklah mereka dengan ketaatan kristiani bersedia menerima apa yang ditetapkan oleh para
gembala hierarkis sejauh menghadirkan Kristus, sebagai guru dan pemimpin dalam Gereja. Dan janganlah mereka lupa mendoakan di hadirat Allah para Pemimpin
mereka, sebab para Pemimpin itu berjaga karena akan memberi pertanggungjawaban atas jiwa-jiwa kita, supaya itu mereka jalankan dengan gembira tanpa keluh-kesah
lih. Ibr 13:1.
Sebaliknya hendaklah para Gembala hirarkis mengakui dan memajukan martabat serta tanggung jawab kaum awam dalam Gereja. Dan hendaklah mereka diberi
kebebasan dan keleluasaan untuk bertindak; bahkan mereka pantas diberi hati, supaya secara spontan memulai kegiatan-kegiatan juga. Hendaklah para gembala
dengan kasih kebapaan, penuh perhatian dalam Kristus, mempertimbangkan prakarsa-prakarsa, usul-usul serta keinginan-keinginan yang diajukan oleh kaum
awam. Hendaklah para Gembala dengan saksama mengakui kebebasan sewajarnya, yang ada pada semua warga masyarakat duniawi.
Dari pergaulan persaudaraan antara kaum awam dan para gembala itu boleh diharapkan banyak manfaat bagi Gereja. Sebab dengan demikian dalam para awam
diteguhkan kesadaran bertanggungjawab dan ditingkatkan semangat. Lagi pula tenaga kaum awam lebih mudah digabungkan dengan karya para gembala. Sebaliknya,
dibantu oleh pengalaman para awam, para gembala dapat mengadakan penegasan yang lebih jelas dan tepat dalam perkara-perkara rohani maupun jasmani. Dengan
demikian seluruh Gereja, dikukuhkan oleh semua anggotanya akan menunaikan secara lebih tepat guna perutusannya demi kehidupan dunia”.
Lumen Gentium artikel 37