Muslim, Kristen, profesi pedagang, dosen, bahasa Inggris, Cina, status sosial elite, menengah, bawah dan kekerabatan keluarga, clans.
c. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan
Pembagian kelompok ini diungkapkan oleh Theodore Newcomb pada tahun 1930-an. Ia melahirkan istilah membership group dan reference group.
Kelompom rujukan diartikan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur atau standar untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Jika Anda
menggunakan kelompok itu sebagai teladan bagaimana seharusnya bersikap, maka kelompok itu menjadi kelompok rujukan positif. Jika Anda
menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap, maka kelompok tersebut menjadi kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat
dengan kita secara nominal adalah kelompok rujukan kita, sedangkan yang memberikan kepada kita identifikasi psikologis adalah kelompok rujukan.
Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi 2005: 120 menjelaskan bahwa menurut teori kelompok rujukan, kelompok rujukan
mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi kompratif dan fungsi normatif. Tamotsu Shibutani 1967 menambahkan satu fungsi lagi, yaitu fungsi perspektif. Saya
menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang fungsi komparatif. Islam juga memberikan
kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki – kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya., sekaligus menunjukkan apa yang
seharusnya saya capai fungsi normatif. Selain itu, Islam juga memberikan
Universitas Sumatera Utara
kepada saya cara memandang dunia ini – cara mendefinikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbgai objek,
peristiwa, dan orang-orang yang saya temui fungsi perspektif.
d. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright Rakhmat, 2005:147, dari Illinois University, membagi kelompok pada dua kategori: deskriptif dan preskriptif.
Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Kategori preskriptif mengklasifikasikan
kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya.
Untuk kategori deskriptif, kita dapat “mengelompokkan” kelompok berdasarkan tujuannya. Barlund dan Haimann 1960 menjejerkan kelompok-
kelompok itu dari tujuan yang bersifat interpersonal sampai tujuan yang berkenaan dengan tugas task kelompok. Mereka menyusunnya dalam rentangan
kontinuum seperti berikut: Gambar 2
Pembagian Kelompok Deskriptif Berdasarkan Tujuan
Sumber: Rakhmat, 2005: 147
kelompok sepintas
kelompok katartis
kelompok belajar
kelompok pembuat
kebijaksanaan kelompok
aksi
Universitas Sumatera Utara
Kelompok sepintas casual group dibentuk hanya semata-mata untuk “membina hubungan manusiawi yang hangat”. Kelompok katartis dimaksudkan
untuk melepaskan tekanan batin atau frustrasi anggota-anggotanya. Kelompok belajar tentu dibentuk untuk menambah informasi. Kelompok pembuat
kebijaksanaan dan kelompok aksi keduanya dibentuk untuk menyelesaikan tugas berupa perumusan kebijakan atau tindakan.
Kelompok preskriptif, seperti yang telah dijelaskan di muka, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan
kelompok. Masih menurut Cragan dan Wright, ada enam format kelompok, yaitu diskusi meja bundar, simposim, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur
parlementer.
2.2.3 Karakteristik Komunikasi Kelompok
Karakteristik komunikasi dalam kelompok ditentukan oleh dua hal, yaitu norma dan peran. Norma adalah kesepakatan dan perjanjian tentang bagaimana
orang-orang dalam suatu kelompok berhubungan dan berperilaku satu dengan yang yang lainnya. Severin dan Tankard mengatakan norma-norma sosial social
norm terdiri dari dua jenis, yaitu deskriptif dan perintah. Norma-norma deskriptif menentukan apa yang umumnya dilakukan dalam sebuah konteks, sedangkan
norma perintah injunctive norm menentukan apa yang pada umunya disetujui oleh masyarakat. Keduanya mempunyai dampak pada tingkah laku manusia,
namun norma-norma perintah tampaknya mempunyai dampak yang lebih besar Bungin, 2006: 267.
Universitas Sumatera Utara
Norma oleh para sosiolog disebut juga dengan ‘hukum’ law ataupun ‘aturan’ rule, yaitu perilaku-perilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk
dilakukan dalam suatu kelompok. Ada tiga kategori norma kelompok, yaitu norma sosial, prosedural, dan tugas. Norma sosial mengatur hubungan di antara para
anggota kelompok. Sedangkan norma prosedural menguraikan dengan lebih rinci bagaimana kelompok harus beroperasi, seperti bagaimana suatu kelompok harus
membuat suatu keputusan, apakah melalui suara mayoritas ataukah dialakukan pembicaraan sampai tercapai kesepakatan. Dari norma tugas memusatkan
perhatian pada bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan Sendjaja, 2002: 3.6. Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan status. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran Soekanto, 2002: 242. Peran dibagi menjadi tiga, yaitu
peran aktif, peran parsitipatif, dan peran pasif. Peran aktif adalah peran yang diberikan oleh angora kelompok karena kedudukannya di dalam kelompok
sebagai aktivis kelompok, seperti pengurus, pejabat, dan sebagainya. Peran parsitipatif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok pada umumnya
pada kelompoknya, parsitipasi anggota macam ini akan member sumbangan yang sangat berguna bagi kelompok itu sendiri. Sedangkan peran pasif adalah
sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, di mana anggota kelompok menahan diri agar memberi kesempatan kepada fungsi-fungsi lain dalam
kelompok dapat berjalan dengan baik. Dengan cara bersikap pasif, seseorang telah memberikan sumbangan kepada terjadinya kemajuan dalam kelompok atau
Universitas Sumatera Utara
memberi sumbangan kepada kelompok agar tidak terjadi pertentangan dalam kelompok karena adanya peran-pran yang kontradiktif Bungin, 2006: 267-268.
Peran juga mencakup tiga hal yaitu: a peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dengan
denikian peran berfungdi membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat; b peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi; c peran juga menyangkut perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat Soekanto, 2002: 244.
2.2.4 Fungsi Komunikasi Kelompok
Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh fungsi- fungsi yang akan dilaksanakan. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi
hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, serta fungsi terapi. Semua fungsi itu dimanfaatkan untuk kepentingan
masyarakat, kelompok, dan para anggota kelompok itu sendiri Sendjaja, 2002: 3.8.
Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan
sosial di antara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang
informal, santai dan menghibur. Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana
sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan
Universitas Sumatera Utara
mempertukarkan pengetahuan. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan- kebutuhan dari para anggota kelompok, kelompok itu sendiri, bahkan kebutuhan
kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Namun demikian, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak,, bergantung
pada tiga factor, yaitu jumlah informasi baru yang dikontribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok, serta frekuensi interaksi di antara para anggota
kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompok membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru
yang disumbangkan oleh masing-masing anggota, mustahil fungsi edukasi ini akan tercapai.
Dalam fungsi persuasi, seorang anggota kelompok beruapaya mempersuasi anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang
telibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha-usaha persuasif tersebut
terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik,
dengan demikian malah membahayakan kedudukannya di dalam kelompok. Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan-kegiatannya untuk
memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah problem solving berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak
diketahui sebelumnya. Sedangkan pembuatan keputusan decision making berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan
masalah menghasilkan materi atau bahan untuk pembuatan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki
tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnya. Tentunya individu tersebut harus berinteraksi dengan
anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai konsesus.
Tindak komunikasi dalam kelompok-kelompok terapi dikenal dengan nama pengungkapan diri self-disclosure. Artinya, dalam suasana yang mendukung,
setiap anggota diajurkan untuk berbicara secara terbuka tentang apa yang menjadai permasalahannya. Jika muncul konflik, antara anggota dalam diskusi
yang dilakukan, orang yang menjadi pemimpin atau yang memberi terapi yang akan mengaturnya.
2.3 Komunikasi dan Pendidikan
2.3.1 Hubungan Komunikasi dengan Pendidikan
Seperti yang sudah disepakati bahwa fungsi utama komunikasi adalah informatif, edukatif, persuasif, dan rekreatif entertainment. Maksudnya secara
singkat adalah bahwa komunikasi berfungsi memberi keterangan, memberi data, atau fakta yang berguna bagi segala aspek kehidupan manusia. Di samping itu,
komunikasi juga berfungsi mendidik masyarakat, mendidik setiap orang dalam menuju pencapaian kedewasaannya bermandiri. Seseorang bisa banyak tahu
karena benyak mendengar, banyak membaca, dan banyak berkomunikasi. Menurut Jourdan 1984, bidang pendidikan tidak dapat berjalan tanpa ada
Universitas Sumatera Utara
dukungan komunikasi, bahkan pendidikan hanya bisa berjalan melalui komunikasi atau dengan kata lain tidak ada perilaku pendidikan yang tidak
dilahirkan oleh komuniksi. Bagaimana mungkin mendidik manusia tanpa berkomunikasi, mengajar orang lain tanpa komunikasi, atau memberi kuliah tanpa
berbicara. Semuanya membutuhkan komunikasi yang sesuai dengan bidang daerah yang disentuhnya Yusup, 1990: 1-2.
Perbedaan komunikasi dengan pendidikan terletak pada tujuannya atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan, tujuan komunikasi sifatnya
umum, sedangkan tujuan pendidikan sifatnya khusus. Kekhususan inilah yang dalam proses komunikasi komunikasi melahirkan istilah-istilah khusus seperti
penerangan, propaganda, indoktrinasi, agitasi, dan pendidikan. Tujuan pendidikan adalah khas atau khusus, yakni meningkatkan pengetahuan seseorang mengenai
suatu hal sehingga ia menguasainya. Jelas perbedaannya dengan tujuan penerangan, propaganda, indoktrinasi, dan agitasi. Tujuan pendidikan itu akan
tercapai jika prosesnya komunikatif, minimal harus demikian. Jika proses belajar itu tidak komunikatif, tidak mungkin tujuan pendidikan itu akan tercapai
Effendy, 2005: 101. Pada umumnya pendidikan berlangsung secara berencana di dalam kelas
secara tatap muka face-to-face. Karena kelompoknya relatif kecil, meskipun komunikasi antara pengajar dan pelajar dalam ruang kelas itu termasuk
komunikasi kelompok group communication, sang pengajar sewaktu-waktu bisa mengubahnya menjadi komunikasi antarpersona. Terjadilah komunikasi dua arah
atau dialog dimana si pelajar menjadi komunikan dan komunikator, demikian pula
Universitas Sumatera Utara
sang pengajar. Terjadinya komunikasi dua arah ini ialah apabila para pelajar bersikap responsif, mengetengahkan pendapat atau mengajukan pendapat, diminta
atau tidak diminta. Jika pelajar pasif saja, dalam arti kata hanya mendengarkan tanpa ada gairah unutk mengekpresikan suatu pernyataan atau pertanyaan, maka
meskipun komunikasi itu bersifat tatap muka, tetap saja berlangsung satu arah, dan komunikasi itu tidak efektif.
Menurut Effendi dalam bukunya Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek 2005: 102, komunikasi yang paling efektif dalam proses belajar mengajar adalah
komunikasi dalam bentuk diskusi, baik antara pengajar dengan pelajar maupun di anatara para pelajar sendiri. Hal tersebut dianggap paling efektif karena
mekanismenya memungkinkan pelajar terbiasa untuk mengemukakan pendapat secara argumentative dan dapat mengkaji dirinya, apakah yang telah diketahuinya
itu benar atau salah. Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting
kedudukannya. Bahkan sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan. Orang sering berkata bahwa tinggi-rendahnya
suatu capaian mutu pendidikan dipengaruhi pula oleh faktor komunikasi ini, khususnya komunikasi pendidikan Yusup, 1990: 13.
2.3.2 Proses Komunikasi Dalam Pendidikan
Menurut Berlo Yusup, 1990: 10, proses belajar merupakan proses komunikasi. “Berbicara tentang komunikasi dalam konteks personal artinya
berbicara tentang bagaimana orang belajar”, katanya. Selanjutnya lagi, dengan
Universitas Sumatera Utara
atau tanpa media, proses belajar bisa terjadi, terutama apabila terjadi balikan atau umpan balik dari pihak sasaran komunikan kepada penyampai atau sumber
pesan secara berlanjut. Apabila proses komunikasi tersebut berakibat timbulnya perubahan perilaku pada pihak sasaran, terutama perubahan dalam domain
kognitif, afektif, dan psikomotorik, maka prosesnya sudah berada pada suasana pendidikan, suasana belajar. Dalam hal ini, belajar dan atau lebih luasnya
pendidikan juga membutuhkan komunikasi karena sebenarnya proses belajar merupakan suatu proses komunikasi.
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber melalui saluran atau media tertentu kepada
penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran atau media, dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Pesan yang akan
dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada di dalam kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, prang lain ataupun penulis buku dan produser
media, salurannya media pendidikan, dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru Sadiman, 1996: 11.
Pesan berupa isi ajaran dan didikan yang ada di kurikulum dituangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi baik simbol verbal
kata-kata lisan ataupun tertulis maupun simbol no-verbal atau visual. Proses penuangan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi itu disebut encoding.
Sedangkan penerima pesan siswa, peserta latihan, ataupun guru dan pelatihnya sendiri menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperoleh
Universitas Sumatera Utara
pesan. Proses penafsiran simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut disebut decoding.
Adakalanya penafsiran tersebut berhasil, dan adakalanya tidak. Penafsiran yang gagal atau kurang berhasilberarti kegagalan atau kekurangberhasilan dalam
memahami apa-apa yang didengar, dibaca, atau dilihat dan diamatinya. Media komunikasi sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan
dapat membantu mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya indera, cacat tubuh atau hambatan jarak geografis,
jaeak waktu dan lain-lain dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pendidikan. Media tersebut bisa berupa buku, poster, foto, program kaset audia,
film, ataupun kaset video.
2.4 Komunikasi Antarpribadi
2.4.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Pada dasarnya, komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi.
Sebagaimana diungkapkan oleh Devito 1997: 97, bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh
orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. Selanjutnya Devito 1997: 169-170 menjabarkan komunikasi antarpribadi
menjadi tiga pendekatan secara umum, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Komunikasi antarpribadi didefinisikan sebagai pengiriman pesan-pesan dari
seseorang dan diterima oleh orang lain. Atau sekelompok kecil orang, dengan efek dan umpan balik yang langsung.
b. Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara dua orang yang
memang telah ada hubungan di antara keduanya. c.
Interpersonal communication is seen a kind of progrestion or development from interpersonal communication at one extreme to personal communication
at the other extreme, yang artinya “Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk perkembangan atau peningkatan dari komunikasi dari satu sisi
menjadi komunikasi pribadi pada sisi yang lain”. Dalam bukunya “Komunikasi Antarpribadi” 1991: 12, Alo Liliweri
mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi anatarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini
dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku sesorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan dan arus balik bersifat
langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikank etika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikan mengetahui pasti apakah komunikasi itu
positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberikan kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Menurut Everet M. Rogers Liliweri 1991: 46 ada beberapa ciri komunikasi yang menggunakan saluran antarpribadi, yaitu :
1. Arus pesan yang cenderung dua arah
2. Konteks komunikasinya tatap muka
Universitas Sumatera Utara
3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi
4. Kemampuan mengatasi tingkat selektifitas terutama “selectivitas exposure’
yang tinggi 5.
Kecepatan jangkauan terhadap audiens yang besar relatif lambat 6.
Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap
2.4.2 Sifat-Sifat Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu dari mereka yang belum mengenal karena setiap pihak mengetahui secara baik
tentang liku-liku hidup pihak lain, pikiran, dan pengetahuannya, perasaanya, maupun menanggapi tingkah lakunya. Sehingga jika hendak menciptakan
komunikasi anatarpribadi yang lebih bermutu maka didahului dengan keakraban, dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan anatara dua orang
dapat digolongkan ke dalam komunikasi antarpribadi. Ada tujuh sifat yang menunjukan bahwa sesuatu komunikasi antara dua
orang merupakan sikap komunikasi anatarpribadi dan bukanya komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat Effendy 2003:.46 Sifat-sifat komunikasi
antarpribadi itu sendiri adalah : 1 melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal; 2 melibatkan pernyataan ataupun ungkapan yang spontan, scripted,
dan contrived; 3 tidak statis, namun dinamis; 4 melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi pernyataan satu dan harus berkaitan
dengan sebelumnya; 5 dipandu oleh tata aturan yang bersifat intrinsic dan
Universitas Sumatera Utara
ekstrinsik. 6 komunikasi antarpribadi merupakan satu kegiatan dan tindakan; 7 melibatkan didalamnya bidang persuasif Liliweri, 1991:31.
2.4.3 Komponen Komunikasi Antarpribadi dan Proses Komunikasi
Antarpribadi
Menurut Effendy 2003:7, yang mencoba mengutip paradigma Laswell. Ada lima komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat berjalan
dengan baik, yaitu:
• Who komunikator
: pihak penyampaian pesan •
Says whatn pesan : pernyataan yang didukung oleh lambang-lambang
• In which channel media : sarana atau saluran penyampaian pesan
• To whom komunikan
: pihak penerima pesan •
With what effect efek : dampak yang timbul sebagai pengaruh dari pesan
Apabila digambarkan secara sederhana kelima komponen yang telah diuraikan di atas melalui proses sebagai berikut: Komunikator dan komunikan
dalam proses komunikasi antarpribadi dapat berganti peran, artinya suatu ketika komunikator dapat berganti peran, demikian juga sebaliknya dengan komunikan
Effendy, 2003:12.
2.5 Metode Pengajaran
2.5.1 Makna Mengajar
Sering di persoalkan tentang adanya makna dua istilah “mengajar atau pengajaran” dan “mendidik atau pendidikan”. Secara praktis mengajar dan
Universitas Sumatera Utara
mendidik adalah kegiatan bersama guru dan anak didik dalam interaksi pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Sedangkan secara toritis,
mengajar lebih bersifat menyampaikan pengetahuan, dan mendidik lebih beraksentuasi pada penanaman nilai. Pendidikan merupakan kegiatan yang
menyangkut seluruh kepribadian manusia. Makna pengajaran ini diperkuat dengan adanya istilah interactional effect yang biasanya berbentuk pengetahuan dan
keterampilan. Ki Hajar Dewantara juga berpendapat bahwa pengajaran adalah bagian dari pendidikan Thoifuri, 2008: 37-38
Perbedaan teoritis di atas tidak serta merta harus diterima secara logis, karena mengajar ilmu pengetahuan kepada anak didik akan berimplikasi pada
penanaman nilai atau perilaku juga. Artinya, semakin banyak peserta didik menguasai ilmu pengetahuan, maka akan semakin meyakinkan untuk berbuat
lebih baik, walaupun hal ini tidak menjamin kebenarannya. Akan tetapi, minimal dengan banyaknya ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang akan menjadikan ia
mampun mengontrol perilakunya apakah bernialai atau tidak. Dapat juga dianalogikan bahwa pengajaran identik dengan ilmu hal dan
pendidikan adalah ilmu amal. Ilmu hal yaitu ilmu yang terkait dengan perilaku sehari-hari sehingga dapat memperbaiki diri dan lingkungan dalam bentuk
perilaku yang positif. Sedangkan ilmu amal adalah ilmu yang dapat mengontrol atau menjaga perilaku tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendidikan adalah lebih luas ruang lingkupnya atau pengajaran adalah bagian dari kegiatan pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Silang pendapat makna di atas tidaklah menjadi suatu stigma dalam aktivitas pembelajaran. Pembelajaran tetap berjalan, baik itu menggunakan kata
pengajaran atau pendidikan. Pengajran dan pendidikan selalu mengikat tiga unsure, yaitu guru, siswa, dan materi ajar. Dan yang terpenting lagi adalah
bagaimana guru dalam bertindak di hadapan anak didik ketika mengajar atau mendidik. Artinya mengajar bertitik tolak pada penyampaian materi dan mendidik
berorientasi pada penanaman nilai, bukanlah seorang pengajar dan pendidik adalah manusia yang tidak luput dari kesalahan. Boleh jadi seorang guru pada saat
menghadapi anak didiknya akan dikategorikan mengajar, manakala tidak berperilaku baik, dan bisa juga pada waktu tetentu guru menjadi pendidik karena
memang benar-benar memberikan pencerahan pada anak didiknya yang mempunyai etika, moral, dan nilai dalam berperilaku. Ketidakpastian perilaku
guru sebagai manusia biasa inilah yang menjadikan kita sulit membedakan makna mengajar atau pengajaran dan mendidik atau pendidikan.
Mengajar adalah membimbing siswa belajar atau mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong
dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar. Willian H. Burton dikutip Clauhan memberikan arti mengajar adalah kegiatan yang memberi perangsang,
bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada anak didik agar terjadi proses belajar. Mengajar adalah kegiatan yang memberi pengaruh kepada peserta didik
untuk belajar dan difasilitasi. Makna ini lebih membuka peluang seluas-luasnya pada siswa student
centered karena perang guru adalah membimbing, mengatur, dan menumbuhkan
Universitas Sumatera Utara
siswa untuk mampu melakukan belajar. Guru mengajar dikatakan membimbing karena guru mengarahkan apa yang menjadai kebutuhan, minat, dan tujuan
siswanya. Guru mengajar dikatakan mengatur, karena guru dapat menciptakan situasi pembelajaran dalam lingkungan yang kondusif. Guru mengajar dapat
dikatakan menumbuhkan, karena guru mampu memberi motivasi terhadap anak didiknya.
2.5.2 Pengertian Metode Pengajaran
Metode pengajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat berdasarkan waktu yang telah
ditentukan sehingga diperoleh hasil yang maksimal Thoifuri, 2008: 55. Metode merupakan bagian dari komponen pengajaran yang menduduki posisi penting,
selain tujuan, guru, peserta didik, media, lingkungan, dan evaluasi. Dalam kata lain proses pembelajaran dapat dikatakan sulit mencapai hasil manakala guru
tidak menggunakan metode yang tepat sesuai dengan karakteristik bidang studi masing-masing. Oleh karena itu, guru hendaknya menguasai, mengetahui dan
memahami berbgai metode pengajaran baik kelebihan maupun kekurangannya. Guru yang tidak mengetahui beraneka ragam metode pengajaran akan menjadikan
siswa cepat bosan, ngantuk, dan bahkan siswa tidak mudah memahami pelajaran yang disampaikan guru.
Apabila diibaratkan guru adalah aktor sedangkan metode adalah seni. Aktor tidak akan menarik pada audiensnya jika kator tersebut tidak mempunyai gaya
seni dalam memerankan perannya. Aktor yang monoton di dalam panggung akan
Universitas Sumatera Utara
menjadikan penonton bergegas pulang tanpa kesan. Demikian pula manakala guru tidak mampu menggunakan metode yang bervariasi dan tidak tepat dengan tujuan
dan sifat bidang studi, maka siswa akan berbicara sendiri, bahkan mencemooh gurunya sendiri.
Mengajar yang baik adalah tentunya membutuhkan metode yang baik pula. Mengajar di sini tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa,
melainkan mengajar adalah menanmkan sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dasar dari seseorang yang telah mengetahui dan menguasainya pada
seseorang lainnya. Atau mengajar adalah membimbing seseorang atau sekelompok orang supaya belajar berhasil.
Pengertian ini lebih menuntut pentingnya posisi metode dalam pengajaran agar lebih efektif dan efisien. Guru inisiator tentunya kaya penguasaan metode
pengajaran yang disertai ruang lingkupnya. Dengan kekayaan penguasaan metode, guru inisiator selalu menggali persoalan yang menghambat proses pembelajaran,
baik di dalam maupun di luar kelas yang disebabkan oleh metode lainnya. Dengan demikian, hal yang perlu diperhatikan oleh guru inisiator dalam meilih metode
adalah: 1 Asas maju berkelanjutan, yaitu memberi kemungkinan pada siswa untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya. 2 Penekanan pada
belajar mandiri, yakni siswa diberikan kesempatan untuk mempelajari dan mencari sendiri bahan pelajaran lebih banyak lagi daripada yang diberikan guru.
3 Bekerja secara tim, yaitu siswa dapat mengerjakan suatu pekerjaan yang memungkinkan ia bekerja sama. 4 Multidispliner, maksudnya memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
siswa untuk mempelajari sesuatu dari berbagai sudut pandang. 5 Fleksibel, yaitu dapat dilakukan menurut keperluan dan keadaan.
2.5.3 Macam-Macam Metode Pengajaran
Guru perlu memilih metode pembelajaran yang cocok untuk strategi pembelajaran yang diterapkan menurut caranya sendiri. Pemilihan strategi
pembelajaran dalam rangka membelajarkan siswa harus dibangun atas dasar asumsi bahwa tidak ada syupun metode ataupun namanya yang dapat digunaklan
dengan baik untuk semua bahan kajian. Semua metode memiliki keunggulan dan kekurangan. Metode tertentu hanya baik untuk mencapai tujuan tertentu spesifik,
sementara metode yang lainnya baik digunakan untuk mencapai tujaun yang lain. Berikut adalah beberapa metode pembelajaran yang inovatif.
1. Metode Quantum
Menurut DePorter Suyatno, 2009: 39 metode pembelajaran quantum Quantum Learning and Teaching dimulai di Super Camp, sebuah program
percepatan berupa Quantum Learning yang ditawarkan Learning Forum, yaitu perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan
keterampilan akademis dan keterampilan pribadi. Metode Quantum diciptakan berdasarkan teori pendidikan seperti
Accelerated Learning Lazanov, Multiple Inteligences Gardner, Neuro- Linguistic Programming Grinder dan Bandler, Experiental Learning Hahn,
Universitas Sumatera Utara
Socratic Inquiry, Cooperative Learning Johnson and Johnson, dan Element of Effective Instruction Hunter.
Pada tahun 1940-an Freire sudah memaparkan konsep pendidikan seperti itu. Kemudian pada tahun 1954, George Lazanov, seorang psikolog, melalui
penelitian bahasa menemukan bahwa belajar menghitung dengan metode Lazanov dapat menjadi seratus kali lebih cepat jika dibandingkan dengan hitungan biasa.
Metode Lazanov dinamakan pendekatan Sugestopedia karena memanfaatkan sugestif dalam pembelajarannya. Kemudian Bobby DePorter
1992 mengembangkan konsep sugestopedia melalui berbagai penelitian sehingga
menyodorkan konsep Quantum Learning QL. Dalam metode QL, yang dipentingkan adalah pemercepatan belajar,
fasilitasi, dan konteks dengan prinsip segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum menemukan, akui setiap usaha pembelajar, dan jika layak
dipelajari berarti layak untuk dirayakan. QL mengutamakan konteks dan isi. Konteks tersebut berisi tentang: 1 suasana yang memberdayakan, 2 landasan
yang kukuh, 3 lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Adapun isi terdiri atas 1 penyajian yang prima, 2 fasilitas yang luwes,
3 keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup. Metode kuantum mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan
lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses balajar. Metode kuantum adalah perubahan bermacam-
macam interaksi yang ada di dalam dan sekitar momen belajar dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan secara
Universitas Sumatera Utara
sengaja menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pangajaran yang sesuai, cara efektif pembelajaran, dan keterlibatan aktif siswa
dan guru. Asas yang digunakan adalah “Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”.
Ada lima prinsip yang mempengaruhi seluruh aspek metode kuantum. Prinsip tersesbut adalah: 1 segalanya berbicara,2 segalanya bertujuan, 3
pengalaman sebelum pemberian nama, 4 akui setiap usaha, dan 5 jika layak dipelajari, layak pula dirayakan. Konteks dan isi sangat mendominasi dalam
pelaksanaan pembenlajaran kuanttum. Konteks adalah latar untuk pengalaman pembelajaran. Konteks dianggap sebagai suasana yang mampu memberdayakan,
landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Adapun isi berkaitan dengan penyajian yang prima, fasilitas yang luwes,
keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup. Menurut Suyatno 2009: 42, oleh metode kuantum, siswa dianggap sebagai
pusat keberhasilan belajar. Saran-saran yang di kemukakan dalam membangun hubungan dengan siswa adalah:
1. Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat.
2. Ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka, dan perasaan mereka.
3. Bayangkan apa yang mereka katakan kepada diri sendiri dan mengenai diri
sendiri. 4.
Ketauhilah apa yang menghambat mereka untuk memperoleh hal yang benar- benar mereka inginkan jika guru tidak tahu tanyakanlah kepada siswa.
Universitas Sumatera Utara
5. Berbicaralah dengan jujur kepada mereka dengan cara yang membuat mreka
mendengarnya dengan jelas dan halus. 6.
Bersenang-bersenanglah kepada mereka.
2. Metode Parsitipatori
Metode pembejaran parsitipatori lebih mnekankan keterelibatan siswa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa
didudukan sebagai subjek belajar. Dengan berpartisipasi aktif, siswa dapat menemukan hasil belajar. Guru hanya bersifat sebagai pemandu atau fasilitator
Suyatno, 2009: 44. Berkaitan dengan penyikapan guru kepada siswa, partisipatori beranggapan
bahwa: 1.
Setiap siswa adalah unik. Setiap siswa mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, proses penyeragaman dan penyemarataan akan membunuh
keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar lebih berkembang.
2. Anak buakn orng dewasa dalam bentuk kecil. Jalan pikir anak tidak selalu
sama dengan cara pikir orang dewasa. Orang dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan berpikir anak-anak.
3. Dunia anak adalah dunia bermain.
4. Usia anak adalah usai yang paling kreatif dalam hidup manusia.
Dalam metode partisipatori, siswa aktif, dinamis, dan berlaku sebagai objek. Namun bukan berarti guru harus pasif, tetapi guru juga aktif dalam memfasilitasi
Universitas Sumatera Utara
belajar siswa dengan suara, gambar, tulisan dinding, dan sebagainya. Guru berperan sebagai pemandu yang penuh motivasi, pandai berperan sebagai
mediator, dan kreatif. Konteks siswa menjadi tumpuan utama. Metode partisipatori mempunyai ciri-ciri pokok: 1 belajar dari rellitas dan
pengalaman, 2 tidak menggurui, dan 3 dialogis. Kemudian, panduan system prosesnya disusun dari daur belajar dari pengalaman yang di strukturkan saat itu
structural experiencies learning cycle. Proses tersebut sudah di uji sebagai satu proses yang mempenuhi tuntutan pendidikan partisipatori. Berikut ini adalah
rincian proses berdasarkan tahapannya: 1.
Rangkai- Ulang 2.
Ungkapan 3.
Kaji garis urai 4.
Kesimpulan 5.
Tindakan Hal di atas sebagai metode pertama. Kemudian metode berikutnya siswa
sebagai subjek, pendekatan prosesnya menerapkan pola induktif, kemudian tahapannya sebagai berikut:
1. Persepsi.
2. Identifikasi diri
3. Aplikasi diri
4. Penguatan diri
5. Pengukuhan diri
6. Reflefksi diri.
Universitas Sumatera Utara
Semua metode tersebut tentunya memperhatikan tujuan yang akan dicapai, bentuk pendidikan, proses yang akan dilakukan , meteri yang akan disajiakan,
media atau sarana yang perlu disiapkan, dan peran fasilitator atau pemandu.
3. Metode kolaboratif
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar seseorang harus memiliki pasangan atau
teman. Pada tahun 1916, John Dewey menulis sebuah buku Democracy and Education. Dalam buku tersebut Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa
kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran dewey yang utama
tentang pendidikan adalah: 1 siswa hendaknya aktif, learning by doing, 2 belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik, 3 pengetahuan adalah
berkembang, tidak bersifat tetap, 4 kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa, 5 pendidikan harus mencakup kegiatan belajar
dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting, 6 kegiatan belajar hendaknya berhubungan
dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut Suyatno, 2009: 46-47.
Metode kolaboratif dalam pembelajaran lebih menekankan pada pembangunan makna oleh siswa dari proses sosial yang bertumpu pada konteks
belajar. Metode kolaboratif ini lebih jauh dan mendalam dibandingkan hanya sekedar kooperatif. Dasar dari metode kolabooratif adalah teori interaksional yang
Universitas Sumatera Utara
memandang balajar sebaai suatu proses membangun makna melalui interaksi sosial.
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktik-praktik pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran
technology for instruction, pembelajaran kolabotaif melibatkan partisipasi aktif siswa dan meminimalisasi perbedaan-perbedaan antarindividu. Pembelajaran
kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu: 1 realisasi praktik, bahwa di luar kelas
memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata, 2 menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan
pembelajaran bermakna. Menurut Smith dan McGregor Suyatno, 2009: 47 metode kolaboratif
didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai proses belajar sebagai berikut: 1.
Belajar itu aktif dan konstruktif. Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan
bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru dan terkait dengan
bahan pelajaran. 2.
Belajar itu bergantung konteks. Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah
dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.
Universitas Sumatera Utara
3. Siswa itu beraneka latar belakang. Para siswa mempunyai perbedaan dalam
banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan
bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
4. Belajar itu bersifat sosial. Proses belajar merupakan proses interaksi sosial
yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama. Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran kolaboratif:
1. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dana membagi tugas
sendiri-sendiri. 2.
Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis. 3.
Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemonstrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-
jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri. 4.
Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak selanjutnya diupayakan
agar semua kelompok dapat giliran ke depan untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok
lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan lebih kurang selama 20-30 menit.
6. Setiap siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan
revisi bila diperlukan terhadap laporan yang dikumpulkan.
Universitas Sumatera Utara
7. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan,
disusun per kelompok kolaboratif. 8.
Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.
4. Metode Kooperatif
Pembelajaran kooperatif cooperative learning sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain,
mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar kelompok secara
kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi sharing pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih berinteraksi – komunikasi – sosialisasi karena kooperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok heterogen saling
membantu satu sama lain, bekerja sama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun
individual. Jadi, model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif kompak-parsitipatif, tiap anggota kelompok terdiri atas 4-5
orang, siswa heterogen kemampuan, gender, karakter, ada control dan fasilitasi,
Universitas Sumatera Utara
dan menerima tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. Langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut Suyatno, 2009: 51-52:
a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
b. Menyajikan informasi
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
d. Membimbing kelompok belajar dan bekerja
e. Evaluasi
f. Memberikan penghargaan
2.6 Persepsi
2.6.1 Definisi Persepsi
Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perception, dari percipere, yang artinya menerima atau
mengambil Sobur, 2003: 445. Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terjadi dalam
pengamatan seseorang terhadap orang lain. Pemahaman terhadap suatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi,
berhubungan atau bekerjasama, jadi setiap orang tidak terlepas dari proses persepsi.
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu Sobur, 2003: 445.
Universitas Sumatera Utara
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku kita Mulyana, 2007: 179. Definisi lain tentang persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi, menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi sensory
stimuli Rakhmat, 2001: 57. Lahlry 1991 mendefinisikan persepsi sebagai proses yang kita gunakan
untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Data-data sensoris sampai kepada kita melalui lima indera kita Severin, 2005: 83.
Sementara Joseph A. Devito mendefinisikan persepsi sebagai proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya yang mempengaruhi indera kita Mulyana,
2007: 180. Brian Fellows juga mendefinisikan persepsi sebagai proses yang
memungkinkan kita memperoleh kesadaran menerima dan menganalisis informasi Mulyana, 2007: 180.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan
menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang datang dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang
diterimanya tersebut diolah, selanjutnya diproses.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. David Krech dan Richard S. Crutchfield 1977 dalam
Rakhmat, 2001:58 menyebutnya sebagai faktor fungsional, faktor struktural, faktor situasional, dan faktor personal.
1. Faktor Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Dari sisi Krech dan
Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama, yaitu: persepsi bersifat selektif. Ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi
kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
2. Faktor Struktural
Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Dari sini Krech dan
Cruthfield melahirkan dalil persepsi yang kedua, yaitu: medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti.
3. Faktor Situasional
Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik adalah beberapa
dari faktor-faktor situasional yang mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
4. Faktor personal
Faktor personal terdiri atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Pengalaman bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi.
Sementara motivasi adalah faktor yang mempengaruhi stimuli yang akan diproses. Sedangkan kepribadian adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran
yang memiliki pola tetap yang dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seorang individu.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran interpretasi adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-penyandian balik decoding
dalam proses komunikasi Mulyana, 2007:170. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat,
tidak mungkin kita berkomunikasi efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat
kesamaan persepsi antarindividu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk
kelompok budaya atau kelompok identitas Mulyana, 2007:180.
2.6.3 Proses Persepsi
Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subproses psikologis
lainnya adalah pengenalan, penalaran, perasaan, tanggapan. Seperti dinyatakan dalam bagan berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3 Variabel Psikologis di Antara Rangsangan dan Tanggapan
Penalaran Rangsangan
Persepsi Pengenalan
Tanggapan Perasaan
Sumber: Sobur, 2003:447
Dari bagan di atas, digambarkan bahwa persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan psikologis. Bahkan diperlukan bagi orang yang paling
sedikit terpengaruh atau sadar akan adanya rangsangan menerima dan dengan suatu cara menahan dampak dari rangsangan.
Secara singkat persepsi dapat didefinisikan sebagai cara manusia menangkap rangsangan. Kognisi adalah cara menusia memberi arti terhadap
rangsangan. Penalaran adalah proses sewaktu rangsangan dihubungkan dengan rangsangan lainnya pada tingkat pembentukan psikologi. Perasaan adalah konotasi
emosional yang dihasilkan oleh rangsangan baik sendiri atau bersama-sama dengan rangsangan lain pada tingkat kognitif atau konseptual.
Dari segi psikologis dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh sebab itu untuk mengubah tingkah laku
seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya Sobur, 2003:446. Persepsi adalah sumber pengetahuan kita tentang dunia, kita ingin
mengenali dunia dan lingkungan yang mengenalinya. Pengetahuan adalah kekuasaan. Tanpa pengetahuan kita tidak dapat bertindak secara efektif. Persepsi
adalah sumber utama dari pengetahuan itu. Dari definisi yang dikemukakan oleh Pareek Sobur, 2003:451 yaitu: “persepsi adalah proses menerima, menyeleksi,
Universitas Sumatera Utara
mengorganisir, mengartikan, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera dan data”, tercakup beberapa segi atau proses yang selanjutnya dijelaskan
sebagai berikut: 1.
Proses menerima rangsangan Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari
berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui panca indera. Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya
sehingga kita mempelajari segi-segi lain dari sesuatu itu. 2.
Proses menyeleksi rangsangan Setelah rangsangan diterima atau data diseleksi. Tidaklah mungkin untuk
memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring dan diseleksi
untuk proses yang lebih lanjut. 3.
Proses pengorganisasian Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk.
Ada tiga dimensi utama dalam pengorganisasian rangsangan, yakni pengelompokkan berbagai rangsangan yang diterima dikelompokkan dalam
suatu bentuk, bentuk timbul dan datar dalam melihat rangsangan atau gejala, ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada gejala-gejala
tertentu yang timbul menonjol, sedangkan gejala atau rangsangan yang lain berada di latar belakang, kemantapan persepsi ada suatu kecenderungan
untuk menstabilkan persepsi, dan perubahan-perubahan konteks tidak mempengaruhinya.
Universitas Sumatera Utara
4. Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi
persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada dasarnya memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima.
5. Proses pengecekan
Setelah data diterima dan ditafsirkan, si penerima mengambil tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses ini terlalu cepat dan
orang mungkin tidak menyadarinya. 6.
Proses reaksi Tahap terakhir dari proses perseptual adalah tindakan sehubungan dengan apa
yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang bertindak sehubungan dengan persepsinya.
2.7 Model SOR
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response, ini semua berasal dari psikologi. Objek material dari psikologi dan komunikasi adalah sama
yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, konasi. Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya
perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang stimulus yang berkomunikasi dengan organisme.
Elemen-elemen dari model ini adalah pesan stimulus, komunikan organism, efek response. Model S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4 Model S-O-R
Proses diatas mengambarkan perubahan sikap dan bergantung kepada proses yang terjadi pada individu. Stimulus yang diberikan kepada organisme dapat
diterima atau dapat ditolak. Jika pada proses selanjutnya terhenti. Ini berarti stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi organisme, maka tidak ada
perhatian attention dari organisme. Jika stimulus diterima oleh organisme berarti adanya komunikasi dan perhatian dari organisme, dalam hal ini stimulus efektif
dan ada reaksi. Langkah selanjutnya adalah jika stimulus telah mendapat perhatian dari organisme, kemampuan dari organisme inilah yang dapat melanjutkan proses
berikutnya. Pada langkah berikutnya adalah organisme dapat menerima secara baik apa yang telah diolah sehingga dapat terjadi kesediaan dalam mengubah
sikap. Dalam perubahan sikap dapat dilihat bahwa sikap dapat berubah hanya jika rangsangan yang diberikan melebihi rangsangan semula. Perubahan berarti bahwa
stimulus yang diberikan dapat meyakinkan organisme, dan akhirnya secara efektif dapat merubah sikap.
Organism:
- Perhatian - Pengertian
- Penerimaan
Response :
Perubahan sikap
Stimulus
Universitas Sumatera Utara
Hovland beranggapan bahwa perubahan sikap adalah serupa dengan proses belajar. Dalam mempelajari sikap yang baru ada tiga variabel penting yang
menunjang proses belajar tersebut yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan Effendy, 2003: 255.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
3.1.1 Latar Belakang Pendirian Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah
YPSA Medan
Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyah YPSA
• Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang
berilmu pengetahuan beberapa derajat Q.S Al-Mujadalah : 11
didirikan pada tanggal
20 Desember 1997 19 Syaban 1418 H oleh Hj. Djamaliah di atas tanah seluas 3,5 Ha dengan tata ruang berstandar internasional. Yayasan ini didirikan dengan
dilatarbelakangi oleh beberapa ayat Alqur’an yang berbunyi:
• Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Q.S Annisa : 9
• Tidak sepatutnya orang mukmin pergi mengurus keduniaan, mengapa tidak
pergi dari tiap golongan diantara mereka untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama. Q.S At-Taubah : 122
Serta beberapa hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi: •
• Semua anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrahsuci, maka kedua
orangtuanyalah yang mendidiknya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Didiklah putra-putrimu sesuai dengan zaman yang akan dihadapinya, sebab
mereka dilahirkan berbeda dengan zaman yang kau hadapi. Al Hadits.
Universitas Sumatera Utara