Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari komunikasi. Setiap aktivitas yang kita lakukan selalu disertai dengan komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal, secara sengaja maupun tidak. Ketika kita berbicara dengan orang lain, berbelanja di pasar, belajar, maupun ketika melakukan kegiatan lainnya, semuanya dengan dan melalui komunikasi. Melalui komunikasi, kita mampu untuk belajar, memahami sesuatu, bergaul, bermusuhan, dan lain sebagainya. Ada beberapa bentuk komunikasi yang kita kenal, salah satunya adalah komunikasi antarpribadi. Sebagian besar komunikasi yang kita lakukan dalam aktivitas sehari-hari berlangsung dalam konteks komunikasi antarpribadi. Komunikasi jenis ini biasanya dapat kita temukan dalam konteks kehidupan dua orang, keluarga, kelompok, maupun organisasi. Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang individu kepada individu atau kepada kelompok lain dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, terutama lambang bahasa. Penggunaan lambang bahasa lisan yang bersifat verbal biasanya selalu disertai dengan bahasa nonverbal atau bahasa tubuh body language seperti tersenyum, tertawa, menganggukkan atau menggelengkan kepala, menggerakkan tangan, dan bahasa isyarat lainnya. Komunikasi antarpribadi biasanya lebih bersifat pribadi private dan dilakukan secara tatap muka face to face. Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan penggunaan lambang bahasa verbal, kita harus bisa menyesuaikan bahasa yang kita gunakan dengan bahasa yang digunakan dan dipahami oleh komunikan. Ketika kita berkomunikasi dengan orang Jawa, sebisa mungkin kita menggunakan bahasa Jawa juga. Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku Batak, kita bisa menggunakan bahasa Batak, atau kita juga bisa menggunakan bahasa Indonesia saja karena itu merupakan bahasa yang dipakai dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Begitu juga ketika kita berkomunikasi dengan orang yang berasal dari negara lain. Kita harus berusaha untuk berkomunikasi dengan bahasa yang mereka gunakan atau pun bahasa yang dapat mereka pahami. Namun seiring dengan perkembangan zaman, saat ini kita bisa berkomunikasi dengan orang dari berbagai negara dengan menggunakan bahasa Inggris, karena bahasa Inggris telah menjadi bahasa internasional yang digunakan dalam berbagai bidang, baik ekonomi, politik, pariwisata, pendidikan, dan lain sebagainya. Di dunia, bahasa Inggris merupakan bahasa kedua yang pertama dipelajari http:id.wikipedia.orgwikiBahasa_Inggris. Indonesia termasuk salah satu negara yang menjadikan bahasa Inggris penting untuk dipelajari. Hampir seluruh sekolah di Indonesia, dari mulai SD sampai dengan perguruan tinggi, menjadikan bahasa Inggris sebagai kurikulum pelajaran. Berbagai cara dilakukan dan berbagai program ditawarkan untuk meningkatkan mutu pendidikan bahasa Inggris. Salah satu program yang ditawarkan antara lain dengan menyediakan kelas internasional di sekolah-sekolah menengah umum. Bahkan saat ini telah tersedia Sekolah Bertaraf Internasional Universitas Sumatera Utara SBI yang pengajarannya dengan menggunakan bahasa Inggris dan meniru sistem pendidikan luar negeri. SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik berbasis Standar Nasional Pendidikan SNP Indonesia berkualitas Internasional dan lulusannya berdaya saing Internasional http:edu- media.orgsbi.php. Sebagai sekolah dengan kualitas internasional, tentu saja fasilitas, sumber daya, maupun konsep pengajaran, harus sesuai dengan standar yang biasanya dipakai di negara-negara maju. Penggunaan bahasa internasional bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar merupakan suatu keharusan bagi sekolah bertaraf internasional. Fasilitas yang disediakan untuk para siswa pun berbeda dengan siswa lainnya. Ruangan ber-AC, laptop, komputer, laboratorium bahasa, laboratorium praktikum IPA dan sebagainya menjadi fasilitas yang harus disediakan oleh pihak sekolah. Selain fasilitas tersebut, cara pengajaran yang diterima para siswa juga berbeda. Munculnya Sekolah Bertaraf International SBI di Indonesia dianggap sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf internasional. Visi SBI sendiri yakni mewujudkan insane Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global http:www.kabarindonesia.com Universitas Sumatera Utara berita.php?pil=13jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional2C+untuk+Apa+dan+Sia pa3Fdn=20090325120218 Pembentukan SBI sendiri harus mengacu pada standar perumusan SBI yakni SBI = SNP + X. SNP adalah Standar Nasional Pendidikan dan X adalah penguatan untuk berdirinya SBI seperti sebagai penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman, adopsi terhadap standar pendidikan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional umpamanya Cambridge, IB, TOEFLTOEIC, ISO, UNESCO. SNP sendiri memiliki 8 kompetensi yakni lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarpras, dana, pengelolaan dan penilaian. Secara konsep, memang siswa SBI dirintis untuk menyamai kurikulum internasional seperti pada Cambridge atau International Baccalaureate IB, dari sisi ini fungsional ketika siswa SBI sedikit menyamai Cambridge atau IB masih tanda tanya. Output SBI yang sudah ada akan diarahkan kemana nantinya, terutama ketika mereka akan menginjakkan pendidikan di Universitas. Konsep SBI secara tujuan dan visi memang sangat bagus, dimana siswa sudah terlatih untuk berkomunikasi secara global dengan bahasa Inggris. Siswa SBI juga memiliki pengalaman belajar yang sama dengan IB atau Cambridge. Menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan pelajaran merupakan suatu keharusan di kelas internasional maupun di sekolah bertaraf internasional. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, kemampuan untuk menyampaikan pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para guru. Berbagai mata pelajaran seperti Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan lain sebagainya harus dapat disampaikan dengan bahasa Inggris. Seperti yang kita ketahui bersama, beberapa mata pelajaran yang telah disebutkan masih sulit dipahami ketika disampaikan dalam bahasa Indonesia, apalagi jika disampaikan dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, para guru diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam melakukan proses belajar mengajar, tentunya pendidik untuk SBI harus memiliki kompetensi tinggi dalam menerapkan bahasa Inggris secara pasif maupun aktif. Walaupun kemampuan bahasa Inggris harus dimiliki oleh para pengajar, namun ternyata masih banyak kekurangan dan masalah yang terjadi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Direktur Tenaga Kependidikan Depdiknas, dari 260 kepala sekolah SBI yang diberikan tes kemampuan bahasa Inggris, TOEIC, hanya 10 yang memiliki kemampuan memadai, sedangkan sisanya, 90, kemampuannya hanya mencapai skor 245, artinya masih di bawah tingkat dasar elementary. Data lain, hasil ujian IELTS guru yang akan diproyeksikan dapat mengajar pada kelas rintisan internasional menunjukkan keadaan yang serupa. Dari sekitar 40 peserta, kurang dari 20 yang mampu memperoleh skor IELTS antara 4,0-4,5, sedangkan sisanya hanya memperoleh skor antara 2,5-3,7. Padahal seorang guru yang diizinkan mengajar program internasional harus memiliki skor minimal 6,5 pada IELTS atau skor 550 pada TOEFL http:indonesianschool. orgmodulesnewbbviewtopic.php?topic_id= 192forum=19. Universitas Sumatera Utara Permasalahan yang terjadi tersebut membuat pengajaran di SBI dan sekolah yang memiliki kelas internasional menjadi terhambat. Mata pelajaran yang seharusnya dapat dimengerti oleh para siswa justru menjadi sangat sulit dipahami akibat kemampuan para guru yang minim untuk mengkomunikasikan pelajaran dalam bahasa Inggris sehingga menimbulkan missunderstanding. Selain itu, pendekatan secara personal yang dilakukan oleh para guru juga terhambat karena guru yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang minim juga kesulitan untuk bisa berkomunikasi dengan para siswa. Dapat kita bayangkan gambaran kekecewaan ketika siswa SBI memiliki output sama dengan siswa regular atau normal. Proses KBM yang menggunakan bilingual konsep akan cenderung memiliki balance yang kurang jika salah satu substansi lemah, seperti siswa kurang bisa mencerna proses dalam bahasa inggris atau terbalik guru yang kurang bisa menerapkan bahasa inggris saat mengajar. Satu hal lagi yang menjadi kekhawatiran adalah bahwa menjamurnya SBI di Indonesia dapat ditakutkan akan menjadi lahan bisnis dalam dunia pendidikan dan kembali lagi masyarakat akan jadi korban http:www.kabarindonesia.com berita.php?pil=13jd=Sekolah+Bertaraf+Internasional2C+untuk+Apa+dan+Sia pa3Fdn=20090325120218 Dalam penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian di SMA Shafiyyatul Amaliyyah dengan alasan bahwa sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah di kota Medan yang memiliki kelas internasional untuk para siswanya. Selain itu, sekolah tersebut memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk memajukan pendidikan di Indonesia, terutama di kota Medan. Hal ini dibuktikan dengan Universitas Sumatera Utara fasilitas yang dimiliki oleh sekolah tersebut yaitu dengan menyediakan sarana prasarana seperti laboratorium komputer, laboratorium bahasa, perpustakaan, masjid, klinik, dan lain sebagainya yang memadai yang akan membuat siswa merasa nyaman dan dapat meningkatkan semangat belajar serta dengan menyediakan tenaga pengajar yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing http:www.shafiyyatul.comsarana.php. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti persepsi siswa terhadap pola mengajar guru dengan menggunakan bahasa Inggris di kelas internasional SMA Shafiyyatul Amaliyyah Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pola Mengajar Guru (Studi Etnografi Mengenai Pola Mengajar Para Guru di SMPN 10 Medan)

3 56 122

Bagaimana Persepsi Siswa Tentang Kemampuan Mengajar Guru Pendidikan Agama Islam di SDN Rambutan 03 Pagi Jakarta

1 5 90

Pengaruh persepsi siswa mengenai keterampilan mengajar guru terhadap hasil belajar IPS siswa di SMP Muhammadiyah 1 Cileungsi

0 11 0

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DAN MINAT BELAJAR TERHADAP KEAKTIFAN SISWA Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru Dan Minat Belajar Terhadap Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran Ekonomi Kelas X IPS SMA

0 2 19

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DAN MINAT BELAJAR TERHADAP KEAKTIFAN SISWA Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru Dan Minat Belajar Terhadap Keaktifan Siswa Dalam Proses Pembelajaran Ekonomi Kelas X IPS SMA

0 4 12

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP METODE MENGAJAR GURU DENGAN KESEJAHTERAAN SISWA DI SMP Hubungan Antara Persepsi Siswa terhadap Metode Mengajar Guru dengan Kesejahteraan Siswa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 1 15

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG METODE MENGAJAR GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN SISWA Hubungan Antara Persepsi Siswa terhadap Metode Mengajar Guru dengan Kesejahteraan Siswa di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG CARA GURU MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Cara Guru Mengajar Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas X Di SMA Batik 1 Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG CARA GURU MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Cara Guru Mengajar Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas X Di SMA Batik 1 Surakarta.

0 1 19

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG BIMBINGAN GURU BK DAN CARA GURU MENGAJAR DENGAN MOTIVASI Hubungan Persepsi Siswa Tentang Bimbingan Guru BK Dan Cara Guru Mengajar Dengan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas X Di Smk Negeri 6 Surakarta.

0 0 20