54 Berdasarkan hasil pengumpulan data, data yang paling lengkap yang
diperoleh adalah data harga dari pestisida yang digunakan. Penulis memutuskan untuk tidak memasukan variabel harga pestisida karena dikahawatirkan hal
tersebut akan membiaskan hasil pengamatan. Efisiensi teknis hanya berfokus pada penggunaan masukan input sedangkan pada variabel harga pestida,
terdapat banyak faktor lain yang mempengaruhi. Karena itu, pestisida tidak dimasukkan kedalam variabel pada data envelopment analysis, akan tetapi tetap
diperhitungkan sebagai variabel biaya pada analisis pendapatan. Penelitian ini menganalisis efisiensi teknis seluruh decision making unit
dan efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan oleh decision making unit. Analisis efisiensi teknis berdasarkan varietas benih yang digunakan
oleh decision making unit hanya dilakukan pada varietas Ciherang, Denok, dan Mekongga. Hal ini dikarenakan Kintani 1 dan SMC hanya digunakan oleh satu
decision making unit sehingga tidak dapat dibandingkan.
6.1. Analisis Efisiensi Teknis
6.1.1. Analisis Efisiensi Teknis Seluruh Varietas
Analisis ini dilakukan pada 77 decision making unit dengan menggunakan data seperti pada lampiran 1. Data pada lampiran 1 yang digunakan hanya data
hasil panen sebagai keluaran output Y, dan variabel masukan input yang digunakan adalah pupuk X1, bibit X2, tenaga kerja luar keluarga X3, tenaga
kerja dalam keluarga X4, tenaga kerja mesin X5, dan luasan lahan X6. Data lain yang terdapat pada lampiran 1 digunakan dalam memberikan penjelasan hasil
keluaran dari nilai efisiensi teknis usahataninya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data keseluruhan decision
making unit dengan seluruh varietas yang dibudidayakan. Varietas adalah salah satu faktor yang memiliki dampak terhadap produksi dan setiap varietas memiliki
karakteristik yang berbeda. Perbedaan varietas dapat menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat efisiensi yang dapat dicapai. Penilaian efisiensi terhadap
keseluruhan varietas dilakukan dangan mengasumsikan variabel lain seperti karakteristik lahan, cuaca, dan masukan input lain yang digunakan dapat
55 terstandardisasi. Hal lain yang mendukung pengukuran efisiensi teknis dengan
menggunakan varietas yang berbeda adalah berdasarkan keterangan dari decision making unit yang mengatakan varietas-varietas yang digunakan oleh decision
making unit yang diamati tidak memiliki rentang perbedaan yang besar dari sisi penggunaan masukan input maupun keluaran yang dihasilkan.
Hasil efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas terlihat pada gambar 2. Berdasarkan olahan menggunakan software DEAP 2.1, terdapat 12 decision
making unit yang mencapai efisiensi teknis di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011. Terdapat variasi varietas yang digunakan oleh decision
making unit. Varietas yang masuk ke dalam usahatani yang efisien adalah varietas Denok, Kintani 1, SMC, dan Mekongga.
Gambar 2. Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah Desa Kertawinangun,
Kabupaten Indramayu Tahun 2011 Berdasarkan gambar 2, terdapat
decision making unit yang
membudidayakan varietas Ciherang, namun tidak ada yang mencapai efisiensi teknis. Hal ini sesuai dengan pendapat para decision making unit yang
mengatakan bahwa varietas Ciherang sebenarnya kurang sesuai untuk dibudidayakan di daerah tersebut. Sebelum tahun 2011 hampir seluruh decision
56 making unit membudidayakan varietas Ciherang. Akan tetapi pada tahun 2009-
2010, hampir seluruh decision making unit yang membudidayakan varietas Ciherang mengalami gagal panen. Karena itu, pada musim kering tahun 2011
sebagian besar decision making unit mencoba benih varietas lain seperti Denok, Mekongga, Kintani, dan SMC. Alasan masih ada decision making unit yang
membudidayakan varietas Ciherang adalah varietas tersebut yang dianjurkan pemerintah dan adanya bantuan benih varietas Ciherang. Meskipun terdapat
pembagian benih dari pemerintah, hanya sedikit decision making unit yang mau menggunakan benih tersebut dengan alasan trauma menggunakan varietas
Ciherang. Diduga hal yang menyebabkan terdapat beberapa varietas yang mencapai
efisiensi teknis adalah karakteristik varietas-varietas tersebut yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan wawancara dengan decision making unit, decision making
unit mengatakan produktivitas dari varietas Denok dan Mekongga tidak jauh berbeda, begitu juga dengan kebutuhan masukan input. Sedangkan untuk
varietas SMC dan Kintani 1, berdasarkan wawancara dengan decision making unit yang menggunakan varietas tersebut, decision making unit ini baru pertama
kali menggunakan varietas tersebut dan menyamaratakan pemberian masukan input baik untuk varietas SMC, Kintani 1, maupun untuk varietas lain yang
dibudiadayakan. Hasil efisiensi teknis dari decision making unit di Desa Kertawinangun
terlihat merata. Hal ini dikarenakan terdapat banyak masukan input yang sudah standar kuantitasnya digunakan oleh decision making unit sehingga hasil akhir
yang diperoleh tidak terlalu berbeda jauh. Terdapat kemungkinan hanya terdapat beberapa penggunaan variabel masukan input yang memiliki sebaran yang luas.
Diduga variabel yang memiliki sebaran yang luas adalah penggunaan pupuk. Sedangkan variabel yang memiliki masukan input yang cukup terstandardisasi
adalah tenaga kerja. Variabel pupuk diduga memiliki sebaran yang lebar sehingga tidak
terstandardisasi. Hal ini disebabkan secara umum, terdapat tiga jenis pupuk yang digunakan oleh decision making unit, yaitu pupuk Urea, TSP, dan Posca. Seluruh
57 decision making unit menggunakan pupuk Urea dengan kuantitas yang sangat
bervariasi untuk setiap hektarnya. Sedangkan untuk kedua pupuk lain, tidak semua decision making unit menggunakan pupuk tersebut. Seluruh decision
making unit menggunakan minimal dua jenis pupuk, yaitu kombinasi antara Urea dengan salah satu dari TSP atau Posca. Terdapat juga beberapa decision making
unit yang menggunakan ketiga pupuk tersebut. Perbedaan penggunaan pupuk dan kuantitas yang digunakan diduga mempengaruhi hasil yang diperoleh dan
menjadikan variabel pupuk sebagai salah satu variabel yang tersebar sehingga mempengaruhi nilai efisiensi teknis yang dicapai.
Variabel yang menjadi masukan input dengan kuantitas standar diantaranya penggunaan tenaga kerja mesin traktor untuk mengolah lahan.
Karena menggunakan mesin dan hanya ada sedikit traktor untuk mengolah lahan, maka waktu pengerjaan dan biaya menjadi standar bagi decision making unit di
daerah tersebut. Selain itu karena tenaga penggerak utama berupa mesin, sehingga produktivitas dari mesin itu sendiri dapat lebih terstandardisasi.
Variabel masukan input lain yang memiliki standar adalah penggunaan tenaga kerja untuk penanaman. Seluruh decision making unit menggunakan
sistem borongan untuk tenaga kerja yang mengerjakan penanaman. Sebenarnya decision making unit tidak terlalu memperhatikan kuantitas tenaga kerja yang
digunakan karena berapapun tenaga kerja yang bekerja, decision making unit hanya membayar sejumlah tertentu sesuai dengan perjanjian. Akan tetapi variabel
ini menjadi standar karena pada kenyataannya hanya ada beberapa kelompok buruh tanam. Setiap kelompok memiliki jumlah anggota tertentu yang akan
bekerja untuk menanam padi. Jumlah anggota kelompok buruh tani untuk pekerjaan penanaman berkisar antara 15 hingga 25 orang. Karena itu, meskipun
penggarap lahan tidak membatasi standar penggunaan tenaga kerja penanaman, akan tetapi kelompok buruh tani penanam padi telah membuat standar jumlah
kelompok tersendiri sehingga pada akhirnya penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan penanaman menjadi lebih terstandar. Usahatani yang membutuhkan
lebih banyak buruh tani adalah usahatani yang menggunakan sistem tanam jajar legowo. Hal ini dikarenakan menurut buruh tani, sistem tanam jajar legowo lebih
58 sulit diterapkan sehingga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak. Terdapat
kurang dari sepuluh decision making unit yang menggunakan sistem jajar legowo. Penggunaan tenaga kerja panen juga menjadi variabel masukan input
yang memiliki standar tersendiri. Meskipun tidak ada aturan untuk menyamakan penggunaan tenaga kerja, akan tetapi hanya terdapat tiga sistem panen di daerah
tersebut, sistem pertama adalah sistem grabag. Sistem ini banyak digunakan oleh decision making unit dengan alasan biaya yang murah. Sistem ini lebih hemat
baik dari segi penggunaan tenaga kerja maupun upah tenaga kerja panen dibandingkan dengan sistem gebod. Sistem kedua adalah sistem gebod. Sistem
gebod lebih padat tenaga kerja dibandingkan dengan sisten grabag. Hal ini dikarenakan pada sistem gebod, seluruh kegiatan sejak memotong batang padi
hingga merontokkan biji padi dilakukan secara manual sehingga sangat padat tenaga kerja. Sedangkan pada sistem grabag, tenaga kerja manusia yang
digunakan hanya untuk memotong batang padi dan perapihan hasil panennya, sedangkan yang merontokkan biji padi dilakukan oleh mesin grabag.
Berdasarkan sebaran nilai efisiensi teknis yang diperoleh seluruh decision making unit seperti pada tabel 10, sekitar 50 persen decision making unit memiliki
capaian efisiensi teknis dibawah 0,75. Hal ini berarti masih banyak decision making unit yang perlu mengevaluasi usahataninya dan mencari penyebab
tinggginya inefisiensi. Hal ini juga dapat menjadi referensi dan menunjukan masih terdapat kemungkinan untuk meningkatkan produksi maupun memperbaiki
kombinasi penggunaan masukan input oleh decision making unit sehingga dapat mencapai efisiensi teknis. Diharapkan decision making unit yang belum
mencapai efisiensi teknis dapat belajar dari decision making unit yang telah mencapai efisiensi teknis untuk dapat membantu usahataninya agar dapat
mencapai tingkat efisiensi teknis. Hasil dari efisiensi teknis usahatani padi sawah ini memiliki rataan 0,712.
Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Brazdik 2006 yang menganalisis efisiensi teknis di Jawa Barat maka dapat disimpulkan nilai
efisinsi teknis relatif yang diperoleh berada pada kisaran yang sama. Terdapat banyak perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Brazdik 2006. Brazdik
59 2006 menggunakan data panel selama enam musim tanam berupa data sekunder
dari Kementerian Pertanian. Hal yang menarik pada Brazdik 2006 adalah penulis menetapkan decision making unit yang tersebar. Karakteristik decision
making unit yang menjadi bahan pengamatan heterogen, baik ketinggian, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Brazdik 2006 juga melakukan eliminasi
terhadap beberapa data yang dianggap menjadi pencilan sehingga dapat menyebabkan kesalahan pada hasilnya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis
lebih mendekati nilai efisiensi relatif di daerah yang diamati karena penulis menggunakan berbagai variabel seperti karakteristik lahan, pengairan, dan lokasi
yang berada di tempat yang sama sehingga lebih tepat untuk dibandingkan. Selain itu data yang digunakan berupa data primer sehingga lebih rinci dan akurat
karena bersumber langsung dari decision making unit yang melakukan usahataninya. Tidak ada pengeliminasian data pencilan pada perhitungan efisiensi
teknis dalam penelitian ini.
Tabel 10. Sebaran Decision Making Unit Berdasarkan Tingkat Pencapaian
Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Desa Kertawinangun Tahun 2011
Nilai Efisiensi Jumlah Decision Making Unit
Orang Persentase
0 x ≤ 0,1
2 2,6
0,1 x ≤ 0,2
0,0 0, 2 x
≤ 0,3 1
1,3 0, 3 x
≤ 0,4 2
2,6 0, 4 x
≤ 0,5 3
3,9 0, 5 x
≤ 0,6 11
14,3 0, 6 x
≤ 0,7 19
24,7 0, 7 x
≤ 0,8 15
19,5 0, 8 x
≤ 0,9 5
6,5 0, 9 x
≤ 1 19
24,7 Jumlah
77 100
60 Dibandingkan dengan penelitian lain yang menganalisis efisiensi teknis
padi di negara lain, hasil efisiensi teknis relatif di Desa Kertawinangun yang dilakukan penulis berada pada nilai rata-rata yang relatif sama. Penelitian
efisiensi teknis padi yang dilakukan di negara lain yang dibandingkan dalam hal ini adalah penelitian Krasachat 2004 yang menganalisis efisiensi teknis padi
sawah di Thailand sebesar 0,77, dan Dhungana et al. 2004 yang menganalisis efisiensi teknis padi di Nepal dengan nilai rata-rata efisiensi 0,76.
Penelitian yang dilakukan penulis memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Krasachat 2004 dan Dhungana et al. 2004.
Seluruh penelitian ini berusaha mengamati usahatani yang memiliki karakteristik yang homogen. Karakteristik yang diperhatikan adalah kesamaan karakteristik
lahan seperti topografi, curah hujan, dan tipe lahan. Pengambilan decision making unit dengan karakteristik yang sama dilakukan dengan tujuan agar nilai efisiensi
teknis yang dihasilkan dapat mendekati kenyataan dilapangan. Hal lain yang dilakukan untuk menghasilkan nilai efisiensi yang baik juga digunakan data
primer dengan harapan adanya kesalahan data karena penggunaan data sekunder dapat diminimalisasi.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian efisiensi teknis padi pada Dhungana et al. 2004 dan Krasachat 2004 adalah kedua penelitian tersebut
tidak menggunakan perbandingan pada varietas yang sama. Kedua penelitian tersebut lebih mengutamakan persamaan faktor produksi seperti karakertistik
petani dan karakteristik lahan. Kedua penelitian tersebut mengabaikan kemungkinan adanya pengaruh perbedaan varietas yang digunakan terhadap
capaian efisiensi. Karena itu, dapat dikatakan penelitian ini memiliki kelebihan memperhatikan adanya kemungkinan varietas mempengaruhi nilai efisiensi
sehingga melakukan analisis efisiensi pada setiap varietasnya. Perbedaan lain antara penelitian ini dibandingkan dengan Dhungana et al.
2004 dan Krasachat 2004 adalah penelitian ini tidak memasukan variabel pestisida seperti yang telah dijelaskan pada awal bab ini. Akan tetapi penulis
berpikiran bahwa penulis lebih tepat untuk tidak menggunakan variabel pestisida dibandingkan dengan memasukan variabel pestisida sebagai nilai dari perkalian
61 antara nominal harga dengan kuantitas pestisida. Penelitian Dhungana et al.
2004 dan Krasachat 2004 menggunakan variabel harga dari pestisida yang digunakan usaatani sebagai salah satu variabel masukan input.
6.1.2. Analisis Efisiensi Teknis Varietas Ciherang