Metode Pengambilan Kesimpulan Saran

28 Variabel adalah konsep yang memiliki variasi nilai Soekartawi et al. 1984. Variabel dan unit pengukuran yang digunakan pada data primer dalam penelitian ini terdapat pada tabel 5. Variabel yang didefinisikan dalam bagian ini adalah variabel yang digunakan pada kuisioner penulis.

4.4. Metode Pengambilan

Decision making unit Metode pengambilan decision making unit dilakukan secara purposive. Penelitian sengaja mengambil decision making unit petani yang mengusahakan lahan yang berada di suatu hamparan tertentu di Desa Kertawinangun, Kabupaten Indramayu. Hal ini dilakukan untuk keseragaman variabel masukan input seperti karakteristik lahan, topologi, sistem pengairan, dan cuaca. Keseragaman hamparan menjadi sangat penting karena penelitian ini adalah penelitian mengenai efisiensi. Peneltian mengenai efisiensi menuntut standardisasi variabel-variabel yang digunakan, terutama variabel yang memiliki pengaruh terhadap produksi.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan Data Envelopment Analysis untuk mengukur efisiensi teknis relatif dari berbagai usahatani yang dijadikan sebagai decision making unit. Data yang terkumpul dari setiap decision making unit akan diolah menggunakan software DEAP 2.1. keluaran output dari software tersebut akan menunjukan tingkat efisiensi relatif dari setiap decision making unit terhadap responen lain dalam usahatani yang diteliti. Penulis menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk mengolah data pada analisis pendapatan, baik pada rasio RC, biaya, penerimaan, maupun pendapatan perhektar. Penulis juga menggunakan SPSS 16 untuk menganalisis hubungan antara karakteristik responden dengan nilai efisiensi teknis menggunakan pengujian Rank Spearman. 29

4.5.1. Analisis Efisiensi Teknis

Pendekatan efisiensi teknis yang digunakan adalah Data Envelopment Analysis. Pendekatan ini digunakan karena sederhana dan tidak membutuhkan banyak variabel. Asumsi constant return to scale dan input oriented digunakan karena pengamatan ini hanya dilakukan pada satu periode waktu, sehingga kemungkinan adanya perubahan-perubahan faktor produksi sebagai akibat dari perkembangan waktu dapat diabaikan. Waktu satu musim tanam padi sawah tergolong singkat sekitar 100 hari memperbesar kemungkinan tidak ada perbedaan teknologi yang mempengaruhi usahatani selama musim tanam. Penelitian ini menggunakan input oriented karena variabel masukan input adalah vatiabel yang lebih mudah dikontrol oleh decision making unit Javed 2008. Analisis multistage digunakan untuk meminimalisasi adanya kesalahan sebagai akibat dari tidak dihitungnya kesalahan pada hasil perhitungan. Hal ini sesuai dengan yang direkomendasikan dalam Cooper et al. 2002 untuk tidak menggunakan analisis satu stage.

4.5.2. Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis dengan Karakteristik

Decision making unit Hubungan analisis antara nilai efisiensi teknis yang dicapai decision making unit pada perbandingan varietas dengan karakteristik decision making unit dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan, signifikansi, dan tren yang ada pada kedua varaibel yang dibandingkan. Variabel karakteristik decision making unit yang dibahas adalah adalah lama pendidikan formal, usia, pengalaman bertani, dan status kepemilikan lahan. Pemilihan variabel ini sesuai dengan penelitian Fernandez dan Nuthall 2001 yang juga menganalisis hubungan antara efisiensi teknis penndekatan Data Envelopment Analysis dengan karakteristik dari decision making unit yang menjaid objek penelitian. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Fernandez dan Nuthall 2001 adalah alat analisis hubungan yang digunakan. Fernandez dan Nuthall 2001 menggunakan bootstrap regression sedangkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS 16 dan Microsoft Office 2007. 30 Hal pertama yang dilakukan adalah pengujian hubungan dan signifikansi hubungan antara kedua variabel yang dibandingkan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan alat analisis SPSS 16. Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan pengujian Rank Spearman. Penulis memutuskan untuk menggunakan pendekatan ini atas dasar pengujian Rank Spearman membutuhkan asumsi skala pengukuran dari kedua variabel yang dianalisis mencapai skala ordinal. Variabel nilai efisiensi teknis menurut penulis termasuk ke dalam skala ordinal sehingga pengujian hubungan menggunakan Rank Spearman dianggap tepat untuk diaplikasikan pada penelitian ini. Variabel yang diuji hubungan dengan analisis antara nilai efisiensi teknis pervarietas adalah nilai efisiensi teknis decision making unit pada perbandingan seluruh varietas, pendidikan formal, usia, dan pengalaman bertani. Variabel status kepemilikan lahan tidak digunakan dalam perbandingan karena skala pengukurannya tidak mencapai ordinal. Nilai dari Rank Spearman dilambangkan dengan r s . Pengujian Rank Spearman menggunakan dua variabel, yang dinotasikan dengan variabel X dan variabel Y. Masing-masing variabel diurutkan sesuai dengan urutan tertentu, dengan aturan nilai terendah satu untuk observasi dengan nilai terkecil dan nilai n untuk observasi dengan nilai terbesar. Apabila terdapat observasi yang bernilai sama, maka nilai urutan yang digunakan adalah nilai rata-ratanya. Nilai r s dapat dinotasikan sebagai berikut: 4.1 Dimana, x 2 = 4.2 y 2 = 4.3 keterangan: t x = banyaknya observasi sama pada variabel X untuk rank tertentu r s = 31 t y = banyaknya observasi sama pada variabel Y untuk rank tertentu d i = perbedaan rank X dan rank Y pada observasi ke-i i = observasi ke-i, untuk i =1,2, ..., n ∑ = jumlahkan untuk seluruh kasus angka sama Secara umum, interpretasi dari nilai r s adalah sebagai berikut: 1 Bila nilai│r s │= 0, berarti kedua variabel tidak berkorelasi. 2 Bila nilai │r s │= 1, berarti kedua variabel berkorelasi sempurna. 3 Semakin tinggi nilai │r s │, berarti semakin kuat hubungan kedua variabel. 4 Tanda positif pada r s , menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah, yakni apabila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin tinggi pula, atau sebaliknya. 5 Tanda negatif pada r s menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi berlawanan arah, yakni apabila variabel X semakin tinggi maka variabel Y akan cenderung semakin rendah, atau sebaliknya. Secara deskriptif nilai r s dapat dikategorikan secara subyektif, namun biasanya analisis bisnis mengategorikan nilai rs menjadi lima kategori berikut ini:Bila, 0 │r s │0,2, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sangat lemah. 1 Bila, 0,2≤│r s │≤0,4, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi lemah. 2 Bila, 0,4≤│r s │0,6, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sedang. 3 Bila, 0,6≤│r s │0,8, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi kuat. 4 Bila, 0,8≤│r s │1, maka kedua variabel dikategorikan berkorelasi sangat kuat. Hal kedua yang dilakukan adalah menggunakan gambar scatter untuk mengetahui tren yang terdapat pada hubungan antara dua variabel yang diamati. Meskipun pada output dari pengujian Rank Spearman telah memperlihatkan 32 hubungan antara kedua variabel berbanding lurus atau berbanding terbalik akan tetapi hasil tersebut tidak dapat menunjukan posisi dari masing-masing unit pengamatan. Karena itu, digunakan gambar scatter untuk mengetahui posisi pemetaan masing-masing decision making unit pada pemetaannya dan garis tren yang dihasilkan. Manfaat dari penggunaan gambar scatter adalah dapat membantu mengetahui posisi masing-masing usahatani dan melihat penyebaran dari data-data yang ada. Analisis ini digunakan pada tren antara nilai efisiensi teknis pervarietas dengan nilai efisiensi teknis decision making unit pada perbandingan seluruh varietas, pendidikan formal, usia, dan pengalaman bertani.

4.5.3. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani membahas penerimaan, pengeluaran, dan pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan pendokumentasian seluruh penerimaan dan pengeluaran dari usahatani yang dijalankan pada musim yang menjadi objek pengamatan. Analisis pendapatan yang digunakan untuk menunjukan kemampuan petani di daerah penelitian menghasilkan keuntungan dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan tunai. Penerimaan tunai adalah total nilai dari hasil perkalian antara total produksi yang dijual dan harga jual yang diterima decision making unit. Pengeluaran usahatani yang digunakan adalah pengeluaran tunai, yaitu pengeluaran yang secara nominal dikeluarkan oleh decision making unit untuk membeli barang dan jasa dalam menjalankan usahatani, seperti pengeluaran untuk membeli pupuk, membayar tenaga kerja, dan lain sebagainya. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran. Analisis pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan tunai usahatani. Analisis ini menjadi menjadi alat ukur kemampuan usahatani menghasilkan uang tunai. Secara matematis, pendapatan tunai usahatani dapat dituliskan sebagai berikut: FNCF = FR – FP 4.4 33 Keterangan: FNCF = Pendapatan tunai usahatani farm net cash flow FR = Penerimaan tunai usahatani farm receipt FP = Pengeluaran tunai usahatani farm payment Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan tunai pada bagian analisis pendapatan rata-rata baik pada seluruh varietas maupun pada setiap varietasnya. Penulis memutuskan untuk menggunakan analisis pendapatan tunai dibandingkan dengan analisis pendapatan bersih dikarenakan berdasarkan hasil perhitungan, apabila menggunakan analisis pendapatan bersih, maka total pendapatan yang diperoleh rata-rata decision making unit di daerah tersebut sangat rendah. Hal ini disebabkan besarnya biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh decision making unit. Biaya diperhitungkan yang terbesar yang dikeluarkan oleh decision making unit adalah biaya opportunity cost lahan dan penyusutan. Karena itu, penulis memutuskan menggunakan analisis pendapatan tunai usahatani untuk menunjukan kemampuan petani di daerah pengamatan menghasilkan uang tunai dari usahatani yang dijalankan.

4.5.4. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya

Analisis rasio penerimaan dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio RC Revenue Cost Ratio. Rasio RC adalah salah satu analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan dari suatu usaha yang dilakukan. Rasio RC dilakukan dengan membandingkan antara total penerimaan usahatani dengan total biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa dalam menjalankan kegiatan usahatani pada waktu yang diamati. Penelitian ini menggunakan rasio RC total. Secara matematis, rasio RC total dapat dituliskan sebagai berikut: 4.5 34 Keterangan : TI = Penerimaan total total income TFE = Pengeluaran total total farm expenses Hal yang menjadi ukuran efisiensi usahatani dengan menggunakan nilai rasio RC adalah nilai dari rasio RC. Apabila nilai rasio RC lebih besar dari satu maka usahatani tersebut dikatakan telah mencapai efisiensi. Nilai rasio RC menunjukan bahwa usahatani mendapatkan keuntungan dari setiap satuan usaha yang dikeluarkan. Misalkan nilai efisiensi dari usahatani X adalah 1,5. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap satu satuan usaha yang dikeluarkan oleh usahatani akan menghasilkan keluaran output sebesar 1,5. Penelitian ini menggunakan analisis rasio RC total. Pendapatan revenue yang digunakan adalah total pendapatan yang diperoleh dari hasil panen, baik yang dijual maupun digunakan untuk membayar faktor produksi ataupun dikonsumsi petani. Selain itu, biaya yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan total biaya usahatani. Total biaya yang digunakan meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

4.5.5. Analisis Hubungan Efisiensi Teknis dengan Pendapatan perhektar

Analisis pendapatan perhektar pada bab yang membahas hubungan antara nilai efisiensi teknis dengan pendapatan perhektar menggunakan nilai pendapatan bersih perhektar yang diperoleh masing-masing decision making unit. Awalnya penulis menggunakan analisis pendapatan tunai perhektar untuk dibandingkan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Akan tetapi berdasarkan hasil perhitungan, terlihat adanya gap yang besar antara decision making unit yang menggunakan lahan sewa dan decision making unit dengan lahan pribadi. Decision making unit dengan lahan sewa memiliki pendapatan perhektar yang lebih kecil dibandingkan denga decision making unit dengan lahan milik sendiri. Hal ini disebabkan besarnya biaya sewa lahan yang ada di daerah tersebut. 35 Decision making unit yang menggunakan lahan sendiri jelas lebih tinggi pendapatan tunai yang diperolehnya. Menurut Soekartawi 1986, analisis arus uang tunai termasuk penting untuk mengukur penampilan usahatani, akan tetapi pengukuran tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Hal ini disebabkan dalam usahatani, terdapat banyak biaya tidak tunai yang dikeluarkan terutama pada usahatani yang subsisten atau semisubsisten. Soekartawi 1986 mengajukan konsep pendapatan kotor usahatani gross farm income yang didefinisikan sebagai nilai produk total dari suatu usahatani dan mencakup produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga usahatani, digunakan oleh usahatani baik sebagai bibit pada masa tanam berikutnya ataupun sebagai pakan ternak, digunakan sebagai alat pembayaran, ataupun untuk disimpan. Nilai pendapatan kotor dikurangi dengan pengeluaran total disebut dengan pendapatan bersih. Karena itu, pada analisis pendapatan perhektar yang dibandingkan dengan efisiensi teknis yang diperoleh, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan bersih, bukan pendapatan tunai. Analisis pendapatan bersih menggunakan pendapatan kotor dan biaya atau pengeluaran total total farm expenses. Definisi dari penerimaan kotor adalah nilai dari perkalian antara total produksi dengan harga produk. Definisi dari biaya total adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai dan total biaya diperhitungkan. Secara matematis, pendapatan perhektar decision making unit data dituliskan sebagai berikut: FNI = GFI - TFE 4.6 Keterangan: FNI = Pendapatan bersih farm net income GFI = Pendapatan kotor gross farm income TFE = Pengeluaran total total farm expenses Pengeluaran yang termasuk kedalam pengeluaran total adalah biaya tunai, tidak tunai, dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli faktor produksi berupa barang maupun jasa yang dikeluarkan decision making unit secara tunai. Contoh dari biaya tunai untuk membeli faktor 36 produksi berupa barang adalah pembelian pupuk, benih, pestisidan, dan perlengkapan pembenihan. Contoh dari biaya tunai untuk membeli faktor produksi berupa jasa adalah biaya sewa lahan pada decision making unit dengan status kepemilikan lahan sewa, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin untuk pengolahan traktor. Biaya tidak tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh usahatani untuk membeli faktor produksi berupa barang maupun jasa namun tidak menggunakan uang tunai sebagai alat pembayarannya. Contoh dari biaya tidak tunai adalah upah tenaga kerja panen. Terdapat sistem bagian hasil panen yang digunakan untuk pembayaran upah panen. Salah satu nisbah yang banyak digunakan adalah nisbah 10:7. Interpretasi dari nisbah ini adalah dari setiap 100 kg padi yang dipanen, maka buruh panen mendapatkan upah panen sebesar 17 kg. Kelemahan dari penelitian ini adalah masih belum mampu menggambarkan secara detil mengenai biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani. Hal ini disebabkan pada saat pengumpulan data sebagian besar pengamatan tidak dapat mengingat besarnya biaya tidak tunai yang dikeluarkan. Selain itu, besar kemungkinan biaya tidak tunai yang dibeluarkan tercampur dengan pengeluaran rumah tangga usahatani sehingga sangat sulit dipisahkan. Contoh dari biaya tidak tunai yang sulit dipisahkan dengan pengeluaran rumah tangga usahatani adalah biaya untuk upah makan buruh tani. Terdapat banyak pengamatan yang memberikan upah berupa makanan maupun minuman untuk buruh tani yang bekerja. Akan tetapi sangat sulit dihitung besarnya pengeluaran ini karena disatukan dengan pengeluaran rumah tangga usahatani untuk biaya makan keluarga petani. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh decision making unit namun tidak secara tunai. Sebagian besar decision making unit tidak memperhitungkan biaya ini. Contoh dari biaya diperhitungkan adalah biaya sewa lahan pada decision making unit yang menggunakan lahan milik pribadi dan biaya penyusutan faktor produksi. Hal yang perlu diperhatikan pada biaya diperhitungkan pada perhitungan pendapatan bersih adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga tidak termasuk ke dalam biaya total. Selain itu, biaya diperhitungkan yang digunakan adalah biaya penyusutan biaya penyusutan 37 diukur dengan menggunakan metode garis lurus. Secara matematis, metode garis lurus dapat dinotasikan dengan: 4.7 Nilai harga beli diperoleh dengan menanyakan harga yang diperoleh responden saat membeli peralatan yang digunakan dalam usahatani. Peralatan yang digunakan diantaranya cangkul, parang, dan penyemprot. Nilai sisa diperoleh dengan menanyakan apakah peralatan tersebut terdapat kemungkinan dijual apabila sudah tidak digunakan lagi. Umur ekonomis diperoleh dengan menanyakan lama menggunakan peralatan tersebut hingga kahirnya memutuskan untuk membeli peralatan baru. 106 IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan, kesimpulan yang diperoleh adalah: 1 Tingkat efisiensi teknis petani padi sawah di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011 berkisar 0,712. Sedangkan pada varietas Ciherang sebesar 0, 877, Denok sebesar 0,780, dan Mekongga sebesar 0,705. 2 Tidak terdapat hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan varietas dengan karakteristik decision making unit. 3 Pendapatan tunai perhektar usahatani padi sawah di Desa Kertawinangun musim kering tahun 2011 sebesar Rp10.856.226. Pendapatan tunai varietas Ciherang sebesar Rp.9.804.923, Denok sebesar Rp.13.219.161, dan Mekongga sebesar Rp.16.732.697. 4 Terdapat hubungan berbanding lurus antara nilai efisiensi yang dicapai dengan pendapatan perhektar usahatani padi sawah di Desa kertawinangun pada musim kering tahun 2011.

9.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat disampaikan diantaranya: 1 Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan negative antara karakeristik responden dengan nilai efisiensi. Hal ini dapat menjadi bahan kajian penelitian lain baik pada lokasi dan alat analisis yang sama maupun berbeda. 2 Tidak adanya hubungan antara karakterisktik responden dengan nilai efisiensi dapat memunculkan penelitian selanjutnya yang membahas factor lain yang mungkin mempengaruhi, seperti kemampuan manajerial maupun entrepreneurship. 3 Penelitian selanjutnya yang menggunakan DEA sebagai alat analisis memasukan variabel pestisida sebagai salah satu variabel masukan inputnya. 38 V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Keadaan Wilayah Penelitian

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

6 107 98

Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan Data Envelopment Analysis

5 26 97

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Di Kabupaten Karawang Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis.

0 6 86

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Di Jawa Dan Luar Jawa : Pendekatan Data Envelopment Analysis (Dea).

1 6 101

ANALISIS EFISIENSI DISTRIBUSI PEMASARAN DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

0 5 9

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 9

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TEBU LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) TECHNICAL EFFICIENCY ANALYSIS OF SUGARCANE FARMING ON WET AND DRY LAND USING DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) APPROACH

0 1 7