Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya Analisis Hubungan Efisiensi Teknis dengan Pendapatan perhektar

33 Keterangan: FNCF = Pendapatan tunai usahatani farm net cash flow FR = Penerimaan tunai usahatani farm receipt FP = Pengeluaran tunai usahatani farm payment Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan tunai pada bagian analisis pendapatan rata-rata baik pada seluruh varietas maupun pada setiap varietasnya. Penulis memutuskan untuk menggunakan analisis pendapatan tunai dibandingkan dengan analisis pendapatan bersih dikarenakan berdasarkan hasil perhitungan, apabila menggunakan analisis pendapatan bersih, maka total pendapatan yang diperoleh rata-rata decision making unit di daerah tersebut sangat rendah. Hal ini disebabkan besarnya biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh decision making unit. Biaya diperhitungkan yang terbesar yang dikeluarkan oleh decision making unit adalah biaya opportunity cost lahan dan penyusutan. Karena itu, penulis memutuskan menggunakan analisis pendapatan tunai usahatani untuk menunjukan kemampuan petani di daerah pengamatan menghasilkan uang tunai dari usahatani yang dijalankan.

4.5.4. Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya

Analisis rasio penerimaan dan biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio RC Revenue Cost Ratio. Rasio RC adalah salah satu analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan dari suatu usaha yang dilakukan. Rasio RC dilakukan dengan membandingkan antara total penerimaan usahatani dengan total biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa dalam menjalankan kegiatan usahatani pada waktu yang diamati. Penelitian ini menggunakan rasio RC total. Secara matematis, rasio RC total dapat dituliskan sebagai berikut: 4.5 34 Keterangan : TI = Penerimaan total total income TFE = Pengeluaran total total farm expenses Hal yang menjadi ukuran efisiensi usahatani dengan menggunakan nilai rasio RC adalah nilai dari rasio RC. Apabila nilai rasio RC lebih besar dari satu maka usahatani tersebut dikatakan telah mencapai efisiensi. Nilai rasio RC menunjukan bahwa usahatani mendapatkan keuntungan dari setiap satuan usaha yang dikeluarkan. Misalkan nilai efisiensi dari usahatani X adalah 1,5. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap satu satuan usaha yang dikeluarkan oleh usahatani akan menghasilkan keluaran output sebesar 1,5. Penelitian ini menggunakan analisis rasio RC total. Pendapatan revenue yang digunakan adalah total pendapatan yang diperoleh dari hasil panen, baik yang dijual maupun digunakan untuk membayar faktor produksi ataupun dikonsumsi petani. Selain itu, biaya yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan total biaya usahatani. Total biaya yang digunakan meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

4.5.5. Analisis Hubungan Efisiensi Teknis dengan Pendapatan perhektar

Analisis pendapatan perhektar pada bab yang membahas hubungan antara nilai efisiensi teknis dengan pendapatan perhektar menggunakan nilai pendapatan bersih perhektar yang diperoleh masing-masing decision making unit. Awalnya penulis menggunakan analisis pendapatan tunai perhektar untuk dibandingkan dengan nilai efisiensi teknis yang dicapai. Akan tetapi berdasarkan hasil perhitungan, terlihat adanya gap yang besar antara decision making unit yang menggunakan lahan sewa dan decision making unit dengan lahan pribadi. Decision making unit dengan lahan sewa memiliki pendapatan perhektar yang lebih kecil dibandingkan denga decision making unit dengan lahan milik sendiri. Hal ini disebabkan besarnya biaya sewa lahan yang ada di daerah tersebut. 35 Decision making unit yang menggunakan lahan sendiri jelas lebih tinggi pendapatan tunai yang diperolehnya. Menurut Soekartawi 1986, analisis arus uang tunai termasuk penting untuk mengukur penampilan usahatani, akan tetapi pengukuran tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Hal ini disebabkan dalam usahatani, terdapat banyak biaya tidak tunai yang dikeluarkan terutama pada usahatani yang subsisten atau semisubsisten. Soekartawi 1986 mengajukan konsep pendapatan kotor usahatani gross farm income yang didefinisikan sebagai nilai produk total dari suatu usahatani dan mencakup produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga usahatani, digunakan oleh usahatani baik sebagai bibit pada masa tanam berikutnya ataupun sebagai pakan ternak, digunakan sebagai alat pembayaran, ataupun untuk disimpan. Nilai pendapatan kotor dikurangi dengan pengeluaran total disebut dengan pendapatan bersih. Karena itu, pada analisis pendapatan perhektar yang dibandingkan dengan efisiensi teknis yang diperoleh, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan bersih, bukan pendapatan tunai. Analisis pendapatan bersih menggunakan pendapatan kotor dan biaya atau pengeluaran total total farm expenses. Definisi dari penerimaan kotor adalah nilai dari perkalian antara total produksi dengan harga produk. Definisi dari biaya total adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai dan total biaya diperhitungkan. Secara matematis, pendapatan perhektar decision making unit data dituliskan sebagai berikut: FNI = GFI - TFE 4.6 Keterangan: FNI = Pendapatan bersih farm net income GFI = Pendapatan kotor gross farm income TFE = Pengeluaran total total farm expenses Pengeluaran yang termasuk kedalam pengeluaran total adalah biaya tunai, tidak tunai, dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli faktor produksi berupa barang maupun jasa yang dikeluarkan decision making unit secara tunai. Contoh dari biaya tunai untuk membeli faktor 36 produksi berupa barang adalah pembelian pupuk, benih, pestisidan, dan perlengkapan pembenihan. Contoh dari biaya tunai untuk membeli faktor produksi berupa jasa adalah biaya sewa lahan pada decision making unit dengan status kepemilikan lahan sewa, tenaga kerja luar keluarga, dan tenaga kerja mesin untuk pengolahan traktor. Biaya tidak tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh usahatani untuk membeli faktor produksi berupa barang maupun jasa namun tidak menggunakan uang tunai sebagai alat pembayarannya. Contoh dari biaya tidak tunai adalah upah tenaga kerja panen. Terdapat sistem bagian hasil panen yang digunakan untuk pembayaran upah panen. Salah satu nisbah yang banyak digunakan adalah nisbah 10:7. Interpretasi dari nisbah ini adalah dari setiap 100 kg padi yang dipanen, maka buruh panen mendapatkan upah panen sebesar 17 kg. Kelemahan dari penelitian ini adalah masih belum mampu menggambarkan secara detil mengenai biaya tidak tunai yang dikeluarkan petani. Hal ini disebabkan pada saat pengumpulan data sebagian besar pengamatan tidak dapat mengingat besarnya biaya tidak tunai yang dikeluarkan. Selain itu, besar kemungkinan biaya tidak tunai yang dibeluarkan tercampur dengan pengeluaran rumah tangga usahatani sehingga sangat sulit dipisahkan. Contoh dari biaya tidak tunai yang sulit dipisahkan dengan pengeluaran rumah tangga usahatani adalah biaya untuk upah makan buruh tani. Terdapat banyak pengamatan yang memberikan upah berupa makanan maupun minuman untuk buruh tani yang bekerja. Akan tetapi sangat sulit dihitung besarnya pengeluaran ini karena disatukan dengan pengeluaran rumah tangga usahatani untuk biaya makan keluarga petani. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh decision making unit namun tidak secara tunai. Sebagian besar decision making unit tidak memperhitungkan biaya ini. Contoh dari biaya diperhitungkan adalah biaya sewa lahan pada decision making unit yang menggunakan lahan milik pribadi dan biaya penyusutan faktor produksi. Hal yang perlu diperhatikan pada biaya diperhitungkan pada perhitungan pendapatan bersih adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga tidak termasuk ke dalam biaya total. Selain itu, biaya diperhitungkan yang digunakan adalah biaya penyusutan biaya penyusutan 37 diukur dengan menggunakan metode garis lurus. Secara matematis, metode garis lurus dapat dinotasikan dengan: 4.7 Nilai harga beli diperoleh dengan menanyakan harga yang diperoleh responden saat membeli peralatan yang digunakan dalam usahatani. Peralatan yang digunakan diantaranya cangkul, parang, dan penyemprot. Nilai sisa diperoleh dengan menanyakan apakah peralatan tersebut terdapat kemungkinan dijual apabila sudah tidak digunakan lagi. Umur ekonomis diperoleh dengan menanyakan lama menggunakan peralatan tersebut hingga kahirnya memutuskan untuk membeli peralatan baru. 106 IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

6 107 98

Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan Data Envelopment Analysis

5 26 97

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Di Kabupaten Karawang Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis.

0 6 86

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Di Jawa Dan Luar Jawa : Pendekatan Data Envelopment Analysis (Dea).

1 6 101

ANALISIS EFISIENSI DISTRIBUSI PEMASARAN DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

0 5 9

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 9

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TEBU LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) TECHNICAL EFFICIENCY ANALYSIS OF SUGARCANE FARMING ON WET AND DRY LAND USING DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) APPROACH

0 1 7