Analisis Hubungan Efisiensi Teknis dan

100 Mekongga dengan pendapatan perhektar menunjukan adanya signifikansi diantara kedua variabel. Signifikansi ini terlihat dari nilai signifikansi pada hasil pengujian Rank Spearman sebesar 0,018. Hubungan antara efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga tergolong sedang dengan hubungan positif. Hal ini dijustifikasi dari nilai koefisien Rank Spearman sebesar 0,525. Interpretasi dari nilai koefisien yang positif adalah adanya hubungan berbanding lurus antara nilai efisiensi teknis perbandingan varietas Mekongga dengan pendapatan perhektar. Berdasarkan pengujian Rank Spearman terdapat dua hubungan antara efisiensi teknis dengan pendaatan perhektar yang signifikan. Karena itu, kedua hubungan ini kemudian akan dibahas lebih lanjut dengan menggunakan bantuan dari gambar scatter untuk mengetahui pemetaan dari masing-masing decision making unit pada setiap perbandingan.

8.2.1. Analisis Hubungan Efisiensi Teknis dan

Pendapatan perhektar Perbandingan Seluruh Varietas Hubungan antara nilai efisiensi teknis yang dicapai decision making unit dengan pendapatan perhektar pada perbandingan seluruh varietas dapat terlihat pada gambar 13. Berdasarkan gambar 13 terlihat bahwa decision making unit memiliki pendpatan perhektar yang tersebar antara Rp.-10.000.000-40.000.000. Sedangkan decision making unit yang mencapai efisiensi teknis berada pada selang pendapatan perhektar antara Rp.1.000.000-40.000.000. Berdasarkan gambar 13 terlihat bahwa tren hubungan antara nilai efisiensi teknis perbandingan seluruh varietas dengan pendapatan perhektar decision making unit berbanding lurus. Tren ini sesuai dengan hubungan antara kedua variabel pada pengujian Rank Spearman. Hal ini menunjukan bahwa secara umum dapat dikatakan semakin tinggi nilai efisiensi teknis yang dicapai, maka akan semakin tinggi pendapatan perhektar yang dapat diperoleh. Meskipun secara umum dapat disimpulkan seperti itu, namun berdasarkan gambar 13 terlihat bahwa tidak seluruh decision making unit yang mencapai efisiensi teknis menjadi decision making unit dengan pendapatan perhektar tertinggi. 101 Terdapat beberapa decision making unit terlihat memiliki posisi hubungan yang menonjol. Respoden pertama adalah decision making unit dengan nilai efisiensi teknis dan pendapatan perhektar yang rendah, dengan nilai keduanya mendekati nol. Decision making unit kedua adalah decision making unit dengan efisiensi teknis dibawah 0,2 namun memiliki pendapatan perhektar antara Rp.10.000.000-20.000.000. Decision making unit ketiga yang menarik perhatian adalah decision making unit dengan nilai efisiensi antara 0,2-0,4 dan pendapatan perhektar negatif atau mengalami kerugian. Gambar 13 . Gambar Hubungan Nilai Efisiensi Teknis dengan Pendapatan perhektar Usahatani Padi Sawah Perbandingan Seluruh Varietas di Desa Kertawinangun 2011 Decision making unit pertama dan kedua memiliki persamaan pendapatan perhektar dan efisiensi yang rendah. Berdasarkan karakteristik decision making unit, keduanya memiliki beberapa kesamaan, diantaranya berusia diatas 55 tahun dengan pengalaman bertani diatas 30 tahun. Persamaan lain adalah kedua decision making unit tidak pernah menempuh pendidikan formal. Hal yang perlu diingat pada penilaian capaian efisiensi adalah kombinasi dari masukan input yang digunakan dan keluaran output yang dihasilkan. Sedangkan pada pendapatan perhektar, seluruh faktor produksi baik masukan 102 input maupun keluaran output dikalikan dengan harga dari masing-masing faktor tersebut. Hal ini dapat menjadi penjelasan mengapa ada decision making unit yang capaian efisiensinya lebih tinggi akan tetapi memiliki pendapatan perhektar yang lebih rendah. Decision making unit yang memiliki pendapatan perhektar negatif memiliki harga jual padi dan hasil produksi yang rendah. Decision making unit mengatakan padi di lahannya rebah saat panen sehingga hanya sebagian padi yang dapat dipanen. Selain itu, decision making unit menjual padinya saat panen raya sehingga harga padi yang diterima rendah. Rendahnya produksi yang dihasilkan adalah salah satu kejadian yang sangat jarang ditemui pada musim tanam yang diamati. Decision making unit mengetahui risiko rendahnya harga yang dihadapi akan tetapi tetap menjual saat panen raya dikarenakan kebutuhan akan uang tunai. Faktor yang diduga mempengaruhi ada decision making unit yang memiliki nilai efisiensi dibawah 0,2 akan tetapi pendapatan perhektarnya diatas Rp.10.000.000 adalah sistem tebas yang digunakan decision making unit. Decision making unit tersebut menggunakan sistem tebas karena memperkirakan ushataninya akan merugi apabila memanen sendiri. Menurut decision making unit, ssaat akan panen, terlihat padi yang dihasilkan mlainya tidak sebanyak seharusnya, sehingga dikhawatirkan hanya akan menambah pengeluaran apabila melakukan pemanenan sendiri. Karena itu, decision making unit memutuskan untuk menjual padinya dengan sistem tebas. Sistem tebas dihargai sebesar Rp.20.000.000 untuk lahan seluas 0,7 hektar. Sebenarnya keuntungan yang diperoleh decision making unit lebih dari ini karena decision making unit tidak perlu menanggung biaya panen yang cukup besar. Seluruh decision making unit yang mencapai efisiensi teknis memiliki pendapatan perhektar yang berbeda-beda, bahkan memiliki selang yang lebar. Meskipun nilai efisiensi mencapai 1,00, namun pendapatan perhektar setiap decision making unit berbeda, bahkan memiliki selang nilai yang cukup besar. Selain itu, decision making unit dengan pendapatan hektar yang sama belum tentu memiliki capaian efisiensi teknis yang sama. misalnya pada decision making unit 103 yang memiliki pendapatan perhektar tertinggi. Nilai efisiensi dari decision making unit terseebut berbeda-beda. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan adanya decision making unit yang mencapai efisiensi akan tetapi memiliki pendapatan perhektar terendah dibandingkan decision making unit lain yang mencapai efisiensi. Diduga faktor yang menyebabkan rendahnya pendapatan perhektar meskipun usahataninya mencapai efisien adalah harga jual yang diterima, lebih tingginya harga masukan input, dan perbedaan harga sewa lahan. Hal yang menarik dari decision making unit yang mencapai efisiensi adalah decision making unit yang memperoleh pendapatan perhektar terendah bukanlah decision making unit yang memiliki harga jual padi terendah. Decision making unit tersebut memiliki struktur biaya yang besar terutama pada biaya pemberian pestisida sehingga pendapatan perhektar yang diperoleh menjadi lebih sedikit dibanding yang lain. Decision making unit yang pendapatan perhektar terkecil memiliki biaya sewa lahan yang hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan decision making unit lain dan harga jual padi yang hampir 50 persen lebih rendah dibandingkan dengan decision making unit yang pendapatan perhektarnya terbesar. Hal tersebut dapat menjelaskan adanya decision making unit yang mencapai efisiensi teknis akan tetapi memiliki pendapatan perhektar yang relatif rendah. Usahatani yang mencapai pendapatan perhektar terbesar dikelola oleh satu decision making unit. Decision making unit tersebut diduga dapat memiliki pendapatan perhektar tertinggi karena luasnya lahan usahatani yang diusahakan lebih dari lima hektar. Decision making unit tersebut adalah decision making unit yang mengelola lahan terluas pada penelitian ini. Faktor lain yang menunjang decision making unit tersebut adalah harga padi yang diterimanya, berada diatas rata-rata harga padi yang diterima oleh decision making unit sehingga mendukung decision making unit tersebut mendapatkan pendapatan perhektar tertinggi. 104

8.2.2. Analisis Hubungan Nilai Efisiensi Teknis

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

6 107 98

Efisiensi Teknis Usahatani Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor: Pendekatan Data Envelopment Analysis

5 26 97

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Di Kabupaten Karawang Dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis.

0 6 86

Efisiensi Teknis Usahatani Padi Di Jawa Dan Luar Jawa : Pendekatan Data Envelopment Analysis (Dea).

1 6 101

ANALISIS EFISIENSI DISTRIBUSI PEMASARAN DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

0 5 9

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 9

Analisis Kinerja Sektor Usahatani Padi Sawah melalui Pendekatan Agribisnis dengan Aplikasi Model Data Envelopment Analysis (DEA) di Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI TEBU LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING DENGAN PENDEKATAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) TECHNICAL EFFICIENCY ANALYSIS OF SUGARCANE FARMING ON WET AND DRY LAND USING DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) APPROACH

0 1 7