86
VII ANALISIS PENDAPATAN
Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision
making unit di Desa Kertawinangun pada musim kering tahun 2011. Analisis pendapatan dilakukan pada seluruh varietas dan analisis pendapatan pada setiap
varietas. Analisis pendapatan seluruh decision making unit pervarietas dilakukan untuk membandingkan apakah ada varietas tertentu yang memiliki pendapatan
yang lebih menonjol dibandingkan dengan varietas lain ataupun dengan seluruh varietas.
7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sawah
Penerimaan usahatani yang dianalisis adalah penerimaan tunai dari hasil perkalian antara total produksi padi dalam bentuk gabah kering giling dengan
harga jual yang diterima petani. Harga jual yang diterima oleh decision making unit bervariasi. Variasi harga jual decision making unit dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya: 1 Perbedaan waktu menjual. 2 Perbedaan tempat tujuan menjual. 3 Perbedaan varietas. Meskipun perbedaan varietas mempengaruhi
harga jual, akan tetapi tidak semua harga jual varietas berbeda. Varietas Denok dan Mekongga memiliki harga jual yang tidak terlalu berbeda sehingga terkadang
decision making unit yang membudidayakan kedua varietas tersebut mencampur hasil panennya. Hasil panen rataan seluruh decision making unit adalah 7,3
Tonhektar. Harga yang diterima decision making unit berkisar antara Rp.3.500- 6.200kg. Penerimaan rata-rata decision making unit perhektar adalah
Rp.34.157.664.
7.2. Biaya Usahatani Padi Sawah
Komponen biaya usahatani yang digunakan dalam penelitian ini adalah biaya tunai. Biaya tunai adalah biaya yang secara tunai dikeluarkan oleh decision
making unit untuk membeli barang maupun jasa yang digunakan sebagai faktor produksi pada usahatani yang dijalankan. Contoh dari biaya tunai adalah petani
87 membayar upah buruh panen dengan sejumlah nominal tertentu. Biaya tunai yang
dikeluarkan meliputi biaya pembelian faktor produksi berupa barang seperti benih, perlengkapan pembibitan, pupuk, dan pestisida. Sedangkan biaya tunai
yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi berupa jasa seperti pengolahan lahan dengan traktor, tenaga kerja, irigasi, dan sewa lahan. Biaya tunai yang
dikeluarkan untuk mengusahakan padi sawah seluas satu hektar pada musim tanam 2011 dapat terlihat pada tabel 16.
Tabel 16. Biaya Tunai Usahatani Padi Sawah perhektar di Desa Kertawinangun
Musim Kering 2011 Komponen Biaya
Harga Rupiah Bibit
184.323 Perlengkapan Pembibitan
80.734 Pupuk
492.972 Pupuk
509.923 Pupuk
472.871 Pestisida
1.623.212 Sewa Lahan
8.815.018 Tenaga Kerja Luar Keluarga
2.791.194 Pongolahan Tanah
685.529
Biaya tunai pertama yang dikeluarkan usahatani untuk membeli faktor produksi berupa benih. Benih diperoleh decision making unit dengan membeli
dari petani lain. Decision making unit yang menggunakan varietas Ciherang memperoleh benih dari hasil pembagian pemerintah yang disalurkan melalui
Gapoktan. Harga benih yang dibeli decision making unit pada seluruh varietas adalah Rp.10.000 untuk satu kilogram benihnya. Rata-rata pengeluaran untuk
membeli bibit pada decision making unit di Desa Kertawinangun adalah Rp.184.323 untuk luasan lahan satu hektar. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
decision making unit rata-rata menggunakan bibit sebanyak 18,4 kgha. Bibit tersebut digunakan untuk penanaman dan penyulaman.
88 Biaya tunai kedua yang dikeluarkan usahatani untuk membeli faktor
produksi berupa perlengkapan pembibitan. Perlengkapan pembibitan yang dibeli meliputi plastik dan bambu ajir. Plastik dan bambu ajir digunakan untuk
melindungi area pembibitan dari serangan hama tikus. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli plastik adalah Rp.20.000kilogram, sedangkan harga
dari bambu adalah Rp.10.000buah. Rata-rata decision making unit mengeluarkan Rp.80.734 untuk area pembibitan. Kombinasi yang digunakan untuk pembibitan
adalah tiga kilogram plastik dan dua buah bambu. Biaya tunai ketiga yang dikeluarkan decision making unit untuk faktor
produksi adalah pembelian pupuk. Terdapat tiga jenis pupuk yang digunakan decision making unit di Desa Kertawinangun. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk Urea, TSP, dan Posca. Lebih dari 50 persen decision making unit menggunakan kombinasi antara Urea dengan salah satu dari TSP atau Posca.
Hanya sebagian kecil decision making unit yang menggunakan ketiga pupuk tersebut pada usahataninya. Rata-rata decision making unit menggunakan baik
pupuk Urea, TSP, maupun Posca lebih dari 100 kgha. Terdapat perbedaan harga beli decision making unit pada ketiga pupuk tersebut. Perbedaan harga yang
diterima disebabkan perbedaan tempat pembelian. Selain itu, perbedaan tersebut juga dapat diakibatkan adanya perbedaan cara bayar. Decision making unit yang
memperoleh harga pupuk rendah umumnya membayar secara tunai. Sedangkan decision making unit yang mendapatkan harga lebih tinggi biasanya membayar
dengan sistem angsuran atau dengan sistem bayar ketika panen. Pupuk pertama yang digunakan adalah Urea. Harga Urea yang diterima
bervariasi antara Rp.150.000-250.000100 kg. Pengeluaran rata-rata untuk membeli Urea pada usahatani seluas satu hektar adalah senilai Rp.492.972.
Pupuk kedua yang digunakan adalah pupuk TSP. Pengeluaran rata-rata decision making unit untuk pupuk TSP pada lahan seluas satu hektar adalah Rp.509.923.
Pupuk ketiga yang digunakan oleh decision making unit adalah pupuk Posca. Decision making unit rata-rata mengeluarkan Rp.472.871 untuk pengaplikasian
pada lahan seluas satu hektar.
89 Biaya tunai keempat dikeluarkan decision making unit untuk membeli
faktor produksi berupa pestisida. Terdapat banyak sekali jenis dan dosis yang digunakan decision making unit pada faktor produksi ini. Intensitas
pengaplikasiannya juga sangat beragam. Terdapat decision making unit yang hanya melakukan satu kali pengaplikasian pestisida, namun ada pula decision
making unit yang melakukan pengaplikasian pestisida lebih dari sepuluh kali selama musim tanam. Rata-rata pengeluaran decision making unit untuk
mengaplikasikan faktor produksi berupa pestisida pada lahan seluas satu hektar adalah Rp.1.623.212. Pengeluaran decision making unit untuk membeli pestisida
adalah pengeluaran tunai terbesar untuk membeli faktor produksi berupa barang. Sedangkan apabila dibandingkan secara keseluruhan biaya tunai, pengeluaran
pesitsida menjadi pengeluaran tunai ketiga terbesar setelah sewa lahan dan tenaga kerja.
Biaya tunai yang dikeluarkan oleh decision making unit untuk pembelian faktor produksi berupa jasa sewa lahan menjadi biaya terbesar dalam pengeluaran
tunai. Terdapat dua sistem sewa lahan yang ada di Desa Kertawinangun. Sistem pertama adalah sewa dengan harga tetap. Harga sewa untuk lahan seluas 0,7
hektar berkisar Rp.4.000.000-7.000.000. Sistem kedua adalah sistem bayar dengan hasil panen berupa 2.500 kg padi. Meskipun biaya sewa lahan pada
sistem kedua menggunakan barang, berdasarkan wawancara, umumnya decision making unit membayar berupa nominal dari 2.500 kg padi dengan menggunakan
harga pada saat membayar. Karena itu, meskipun terdapat decision making unit yang menggunakan sistem sewa kedua, biaya sewa lahan tetap termasuk ke dalam
biaya tunai. Besarnya rata-rata pengeluaran untuk sewa lahan satu hektar adalah Rp.8.815.018.
Biaya tunai kedua terbesar yang dikeluarkan decision making unit adalah untuk jasa tenaga kerja. Besarnya biaya ini adalah Rp.2.791.194 untuk lahan
seluas satu hektar. Pekerjaan yang memiliki biaya tenaga kerja yang tinggi adalah penanaman dan pemanenan. Meskipun intensitasnya hanya satu kali dalam satu
musim tanam, akan tetapi kedua kegiatan tersebut sangat padat karya sehingga memiliki pengeluaran yang besar.
90 Biaya tunai paling sedikit yang dikeluarkan decision making unit untuk
membeli jasa berupa pengolahan lahan dengan traktor. Seluruh decision making unit menggunakan jasa traktor untuk mengolah lahannya, dengan kisaran harga
Rp.400.000-500.000 untuk lahan seluas 0,7 hektar. Adanya perbedaan harga tersebut diantaranya disebabkan adanya perbedaan karakteristik lahan dan lokasi
lahan.
7.3. Pendapatan Tunai Usahatani Padi Sawah