Karakteristik Pendekatan PMRI Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI

13 mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, untuk dikaitkan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga memperoleh pengetahuan baru. Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan PMRI akan membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pembelajaran diawali dengan konteks lalu dikonstruksikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Dengan konteks dan konstruksi ini, siswa akan dapat membentuk pengetahuan pada konsep-konsep baru. Uno 2007: 132 menuliskan bahwa hakikat belajar matematika didasarkan pada teori kontruktivisme yakni anak dihadapkan pada masalah kontekstual yang diperoleh ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya.

b. Karakteristik Pendekatan PMRI

Pendekatan PMRI seperti yang dijelaskan oleh Treffers dalam Marpaung, 2008: 7 dan Wijaya, 2012: 21 mengakomodasi lima karakteristik antara lain: phenomenological exploration eksplorasi fenomenologis penggunaan konteks, using models and symbols for progressive mathematization penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif, using students’ own construction penggunaan hasil konstruksi siswa, interactivity interaktivitas, dan intertwinement keterkaitan. Kelima karakteristik pendekatan PMRI diuraikan sebagai berikut: 1 Penggunaan konteks Wijaya 2012: 21 menjelaskan maksud dari karakteristik penggunaan konteks bahwa siswa diberi kesempatan untuk mengeksplorasi fenomena 14 atau konteks yang realistik melalui pembelajaran matematika realistik. Konteks atau permasalahan nyata merupakan hal pokok dalam pembelajaran matematika. Lebih lanjut Wijaya 2012: 21 dan Pratini 2008: 118 mengungkapkan permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika yang dapat dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, maupun situasi lain yang dapat dibayangkan oleh siswa. Melalui penggunaan masalah kontekstual itu diharapkan siswa dapat menemukan alternatif pemecahan masalah hingga menemukan jawaban akhir dari masalah. Freudenthal Wijaya, 2012: 31 mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika secara dekontekstual dengan menempatkan matematika sebagai suatu objek terpisah dari realita menyebabkan konsep matematika cepat dilupakan. Kondisi siswa yang cepat melupakan pelajaran ini yang membuat matematika dianggap sulit. Kaiser Wijaya, 2012: 31 menjelaskan penggunaan konteks diawal pelajaran bermanfaat untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Jika siswa tertarik dalam belajar maka proses pembelajarannya pun menjadi bermakna dan materi yang dipelajari tidak cepat dilupakan. 2 Pengunaan model dan simbol untuk matematika progresif Penggunaan model dan simbol untuk matematika progresif maksudnya pembelajaran matematika realistik menggunakan model-model dan simbol-simbol untuk memudahkan siswa dalam mengubah cara berpikir konkrit menjadi berpikir formal Wijaya: 41. Melalui model ataupun simbol yang digunakan, diharapkan dapat membantu siswa untuk 15 memahami masalah realistik yang ditemui dan mudah menemukan pemecahan masalahnya. 3 Penggunaan hasil konstruksi siswa Suparno 2012: 16 menuliskan bahwa dalam belajar, seseorang mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa diberi kebebasan untuk menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah sehingga siswa akan dapat memperoleh strategi pemecahan masalah yang bervariasi. Karakteristik tersebut dicapai jika siswa dibimbing untuk dapat berpikir matematis sehingga siswa tidak hanya menguasai prosedurrumus matematika tetapi juga memahami konsep yang melandasi rumus tersebut Pratini, 2008: 119. Wijaya 2012: 22 juga mengungkapkan bahwa karakteristik ketiga ini bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep matematika dan mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa. 4 Interaktivitas Wijaya 2012: 72 menjelaskan dalam karakteristik ini bahwa proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan merupakan proses sosial. Wijaya 2012: 70 juga mengungkapkan dalam paham sosial konstruktivis, perkembangan kognitif individu merupakan suatu hasil dari komunikasi dalam kelompok sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, pembelajaran juga harus dapat melatih kemampuan komunikasi siswa dengan teman maupun guru serta masyarakat. Pratini 2008: 119 memaparkan bahwa proses pendidikan matematika realistik menekankan pada pentingnya interaksi sosial dalam 16 pembelajaran baik interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Oleh karena itu, hendaknya pembelajaran matematika tidak hanya memunculkan interaksi antar siswa tetapi siswa dengan guru dan siswa dengan lingkungan sekitar dan guru berkewajiban untuk memunculkan interaksi itu di dalam pembelajaran. 5 Keterkaitan Karakteristik keterkaitan memiliki arti bahwa pembelajaran matematika hendaknya dapat menunjukkan hubungan dari berbagai konsep matematika yang meliputi bilangan, geometri dan pengukuran, aljabar, dan statistika Pratini, 2008: 116. Wijaya 2012: 23 menjelaskan bahwa satu pembelajaran matematika diharapkan dapat mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan. Dengan pembelajaran matematika yang mengkaitkan lebih dari satu konsep, siswa akan dapat mempelajari konsep matematika dengan lebih bermakna dan mengetahui bahwa setiap konsep matematika itu tidak bersifat parsial.

4. Matematika