91 44,44 dari target yang ditetapkan. Sedangkan hasil yang dicapai pada siklus
kedua 72,22. Ada peningkatan sebesar 38,89 dari target yang ditetapkan. Namun jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada siklus pertama
terdapat penurunan sebesar 5,55. Meskipun mengalami penurunan pada siklus kedua, namun tingkat motivasi tersebut masih berada dalam golongan
termotivasi. Maka dapat dikatakan bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat memotivasi siswa untuk belajar.
2. Hasil Belajar. Dalam penelitian ini terlihat adanya perbedaan hasil belajar sebelum implementasi tindakan dan sesudah implementasi tindakan siklus
pertama dan siklus kedua. Sebelum implementasi tindakan jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 ke atas sebanyak 6 orang 33,33. Sedangkan setelah
tindakan siklus pertama, jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 ke atas sebanyak 13 orang 72,22. Ada peningkatan sebesar 7,22 dari target
yang ditetapkan sebelum tindakan dan 38,88 dari kondisi awal. Sedangkan pada siklus kedua jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 ke atas sebanyak 12
orang 66,66. Ada peningkatan sebesar 1,66 dari target yang ditetapkan dan 33,33 dari kondisi awal. Jika dibandingkan dengan siklus pertama,
terdapat penurunan hasil belajar sebesar 5,55. Hal ini disebabkan soal pada siklus kedua lebih sulit dibandingkan soal pada siklus pertama. Juga ada
kemungkinan, siswa kurang teliti dalam mencerna dan mengisi soal kuis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih jauh dari sempurna. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan peneliti antara lain:
1. Peneliti terpaku pada teori tentang sistematika penerapan metode jigsaw, tidak diselingi dengan permainan sehingga suasana kelas siklus kedua kurang
kondusif dan hal ini berpengaruh pada motivasi dan hasil belajar siswa. 2. Pengukuran kondisi awal motivasi belajar hanya didasarkan pada observasi
langsung, pengamatan dengan video dan wawancara dengan guru tanpa instrumen tertulis yang diisi oleh responden. Hal ini mengakibatkan
peningkatan motivasi dari kondisi awal ke siklus pertama sangat besar. Bisa saja kondisi motivasi awal siswa tidak terukur dengan baik.
3. Dalam pemgamatan aktivitas siswa di kelas tampak bahwa di siklus kedua siswa lebih aktif dibandingkan dengan siklus pertama. Namun hasil
pengolahan data dari kuesioner yang diisi responden menunjukan bahwa motivasi siswa di siklus kedua lebih kecil dari siklus pertama. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena kuesioner motivasi tidak uji validitas sehingga kuesioner tersebut tidak mengukur data yang sebenarnyabias.
C. Saran
1. Peneliti menyadari bahwa peneliti sangat kurang dalam membaca referensi sehingga ada begitu banyak kekurangan dalam penelitian ini maka peneliti
menganjurkan agar peneliti selanjutnya dapat membaca referensi dari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93 berbagai sumber. Bila perlu mengamati langsung proses penelitian yang
diadakan oleh teman yang mengadakan penelitian sejenis. 2. Pada siklus kedua motivasi belajar siswa menurun karena pembagian
kelompok sama dengan kelompok sebelumnya, suasana kelas sama seperti pertemuan pada siklus pertama, tidak ada humor, permainan dll. Proses
pembelajaran akan menjadi menarik dan tidak membosankan jika dikemas dengan menarik, kreatif, serta memperhatikan kondisi subjek. Misalnya
pembagian kelompok variatif, ada permainan-permainan, media pembelajaran menarik, ada humor, dll. Maka dapat dikatakan bahwa motivasi belajar siswa
juga tergantung dari bagaimana guru mengemas pelajaran sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kebosanan, suasana kelas tercipta dengan baik.
Hal ini bisa menjadi pertimbangan guru dan peneliti selanjutnya dalam merancang dan mengemas proses pembelajaran.
3. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa SMP pada mata pelajaran IPS. Siswa
mengalami bahwa lebih bertanggung jawab. Hal ini bisa menjadi pertimbangan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian sejenis pada
subjek yang berbeda. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI