80
8 9 Termotivasi
9 4 Sangat
Tidak Termotivasi
10 9 Termotivasi
11 9 Termotivasi
12 13
Sangat Termotivasi Sekali 13 10
Sangat Termotivasi
14 15
Sangat Termotivasi Sekali 15 11
Sangat Termotivasi
16 11 Sangat
Termotivasi 17
14 Sangat Termotivasi Sekali
18 5 Sangat
Tidak Termotivasi
72,22 Siswa Termotivasi 27,77 Siswa Tidak termotivasi
Tabel V.10 Rekap Analisis data motivasi belajar
siklus II Frekuensi Keterangan
Golongan Motivasi
Belajar Skor
Kondisi awal
Siklus II
Target Siklus
II STS
12,5-15 6
ST 10 - 12,4
4 T
8 - 9,9 3
TT 6 - 7,9
- STT
0 - 5,9 Berkisar
antar 1-3 siswa
yang tampak
memperh atikan,
aktif dll.
5 Minimal 6
siswa mendapat
skor 8 ke atasSiswa
dikatakan termotivasi
jika mendapat skor 8 ke atas
13 siswa mendapat skor 8
ke atas dan 5 siswa mendapat
skor di bawah 8
Pada tabel V.9 dan V.10 tampak bahwa pada siklus kedua jumlah siswa yang tergolong sangat termotivasi sekali sebanyak 6
siswa 33,33, sangat termotivasi 4 siswa 22,22, termotivasi 3 siswa 16,66, tidak termotivasi 0 0, sangat tidak termotivasi 5
siswa 27,77. Pada siklus kedua jumlah siswa yang mendapat skor 8 ke atasyang termotivasi untuk belajar sebanyak 13 siswa 72,22.
Jika dibandingkan dengan siklus pertama jumlah siswa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81 termotivasi pada siklus kedua menurun 5,55 77,77-72,2214
siswa-13 siswa. Metode pembelajaran jigsaw terbilang metode yang serius.
Jika proses penerapannya terpaku pada teori jigsaw tanpa melihat kondisi subjek atau tanpa ada inovasi dan kreativitas dari guru maupun
peneliti dalam merancang dan mengemas proses pembelajaran, maka kemungkinan mengurangi minat siswa terhadap pembelajaran yang
menggunakan metode jigsaw. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan pada siswa SMP yang pada umumnya masih menyukai
metode yang santai atau ada permainan. Sementara dalam penerapannya peneliti kurang memperhatikan kondisi subjek.
Peneliti menduga bahwa penurunan ini disebabkan oleh pembagian kelompok yang kurang variatifsama seperti siklus
pertama, tidak ada permainan yang membangkitkan semangat siswa, ada siswa yang sakit serta kurangnya kreativitas peneliti dalam
mengemas proses pembelajaran. Namun indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus kedua ini melebihi target 33 yang ditetapkan
sebelum implementasi tindakan. Maka dapat dikatakan bahwa penerapan metode pembelajaran jigsaw memotivasi siswa untuk
belajar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82 b. Hasil Belajar
Tabel V.11 Hasil Analisis ketuntasan belajar siswa
Siklus II Ketuntasan Belajar
No
Nama Siswa Nilai
Tuntas Belum
Standar
1 Antonius Fajar Dwi Nugroho
7 √ ³6,5
2 Bonifasius Bryan Ofens
4 √ ³6,5
3 Chatarina Linggit W. P
6 √ ³6,5
4 Christian Santoso
10 √ ³6,5
5 Dessyana Yohana S.M
10 √ ³6,5
6 Erik Mahardika Putra K.
8 √ ³6,5
7 Gabriela Janet Justisia
8 √ ³6,5
8 Gabriella Dorida Isti W.
4 √ ³6,5
9 Jaler Panuntun
7 √ ³6,5
10 Karen Debora Natalia
5 √ ³6,5
11 Kevin geovani Resa
2 √ ³6,5
12 Kukuh Seno Prasetyo
8 √ ³6,5
13 Laurant Christian
8 √ ³6,5
14 Maria Rika Karolina
10 √ ³6,5
15 Vagusdhammajati
7 √ ³6,5
16 Yohanes Anang Nugroho
7 √ ³6,5
17 Aprilia Prastiwi
7 √ ³6,5
18 Daniel Armando
5 √ ³6,5
Jumlah Siswa 18
Jumlah siswa yang tuntas 12
Persentase 66,66 Kriteria ketuntasan
Tuntas
Tabel V.11 menunjukan hasil belajar siswa dalam bentuk kuis setelah implementasi tindakan siklus kedua. Tampak pada tabel bahwa
sebesar 66,66 siswa tuntas dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
. Siswa yang memperoleh nilai 6,5 sebanyak 12 siswa 66,66, sedangkan yang memperoleh nilai
≤ 6,5 sebanyak 6 siswa 33,33. Skor yang diperoleh pada siklus kedua ini lebih rendah
83 dibandingkan dengan siklus pertama. Jika dilihat dari skor yang
diperoleh pada siklus pertama terdapat penurunan sebesar 5,56. Penurunan ini disebabkan pada siklus kedua sebanyak 4 siswa
22,22, mengalami penurunan hasil belajar dari kuis yang dilakukan pada siklus pertama tidak mencapai KKM yang ditetapkan, 8 siswa
38,88 mengalami kenaikan satu dari kedelapan siswa tersebut hasil belajarnya naik tetapi masih di bawah KKM, 6 siswa mendapat
nilai sama dengan siklus pertama satu dari enam siswa yang hasil belajarnya tetap di bawah KKM.
Berdasarkan analisis tingkat kesukaran soal diperoleh hasil = 0,67. Hal ini menunjukan bahwa soal yang disajikan termasuk dalam
kategori sedang dan tingkat kesukaran lebih tinggi dibandingkan dengan soal pada siklus pertama. Peneliti menduga bahwa penurunan
hasil belajar tersebut selain karena soal sulit juga ada kemungkinan ketidakseriusan siswa dalam membaca materi sebelum kuis serta
kekurangtelitian dalam mencerna dan mengisi sehingga menyebabkan enam orang mendapat skor di bawah standar.
Berdasarkan hasil analisis pada masing-masing siklus di atas maka secara ringkas analisis tingkat motivasi dan hasil belajar siswa disajikan dalam
tabel berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Tabel V. 12 Hasil analisis Motivasi dan hasil belajar siswa
pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
Hasil Analisis Komponen
Siklus I Siklus II
Keterangan
Motivasi 77,77
72,22 Jumlah siswa yang
termotivasi
Hasil Belajar 72,22
66,66 Persentase ketuntasan
belajar
Tabel V. 12 menunjukan hasil analisis motivasi dan hasil belajar siswa pada masing-masing siklus. Tingkat motivasi berada pada
golongan termotivasi. Hal ini dibuktikan berdasarkan capaian skor pada siklus pertama sebesar 77,77, siklus kedua 72,22. Meskipun
mengalami penurunan pada siklus kedua, namun tingkat motivasi tersebut masih berada dalam golongan termotivasi. Capaian skor pada
tingkat hasil belajar siklus pertama 72,22, sedangkan siklus kedua 66,66. Skor yang dicapai pada siklus kedua mengalami penurunan
sebesar 5,55 dari siklus pertama. Siklus pertama merupakan awal perkenalan metode pembelajaran dengan model jigsaw. Pada umumnya
siswa tampak antusias berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok awal. Materi yang disajikan pada siklus pertama juga cukup
mudah sehingga siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan kuis. Pada siklus kedua soal dalam kategori sedang. Peneliti menduga
85 bahwa ada tiga kemungkinan yang menyebabkan menurunnya hasil
belajar di siklus kedua. Pertama; soal yang diberikan lebih sulit dibandingkan dengan soal pada siklus pertama. Kedua; ketidakseriusan
serta kekurangtelitian siswa dalam membaca, mencerna dan mengerjakan kuis. Ketiga; motivasi belajar siswa pada siklus kedua
menurun. Peneliti menduga bahwa menurunnya motivasi belajar siswa pada siklus kedua juga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Adapun
kondisi awal, tingkat keberhasilan yang ditargetkan serta realisasi tindakan tentang motivasi dan hasil belajar siswa disajikan dalam tabel
berikut:
V.13 Kondisi Awal, Indikator Keberhasilan Tindakan
dan Realisasi Tindakan
Komponen Kond Awal
Indikator Keberhasilan
Target Indikator
Keberhasilan Tindakan
Deskriptor Instrumen Ket Siklus I
Siklus II
Motivasi 5,55-
16,66 33,33
77,77 72,22
Jumlah siswa
termotivasi di bagi
jumlah seluruh siswa
Lembar penilaian
diri Tercapai
Hasil Belajar
33,33 65
72,22 66,66
Jumlah siswa yang
memperoleh nilai 6,5 ke
atas di bagi jumlah
seluruh siswa Lembar
kerja siswa Tercapai
Tabel V.13 menunjukan kondisi awal, indikator keberhasilan serta realisasi tindakan motivasi dan hasil belajar siklus pertama dan
86 siklus kedua melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw. Kriteria keberhasilan PTK dapat diterapkan antara lain dengan
menggunakan prinsip belajar tuntas yakni 65. Apabila tingkat perbaikan yang diharapkan dalam hal ini motivasi mencapai skor
minimal 8 dan hasil belajar mencapai minimal 65 maka pencapaian tersebut dapat dikatakan memenuhi kriteria.
Berdasarkan tabel V.14 di atas tampak bahwa pada kondisi awal siswa yang termotivasi hanya berkisar antara 5,55-16,66,
indikator keberhasilan yang ditargetkan 33,33, sedangkan hasil yang dicapai pada siklus pertama 77,77. Ada peningkatan sebesar 44,44
dari target yang ditetapkan dan 61,11 dari kondisi awal. Hasil yang dicapai pada siklus kedua sebesar 72,22. Ada peningkatan sebesar
38,89 dari target yang ditetapkan dan 55,56 dari kondisi awal. Namun jika dibandingkan dengan siklus pertama ada penurunan
sebesar 5,5677.77-72,22, Hasil belajar siswa sebelum tindakan kondisi awal berkisar
antara 3,5-9. Siswa yang memperoleh nilai 6,5 ke atas atau hasil belajarnya sudah tuntas sebanyak 6 siswa 33,33. Indikator
keberhasilan yang ditargetkan dengan menggunakan prinsip belajar tuntas yakni 65. Pada siklus pertama indikator keberhasilan yang
dicapai sebesar 72,22. Ada peningkatan sebesar 7,22 dari target yang ditetapkan sebelum tindakan dan 38,89 dari kondisi awal.
87 Sedangkan pada siklus kedua indikator keberhasilan yang dicapai
66,66. Ada peningkatan sebesar 1,66 dari target yang ditetapkan dan 33,33 dari kondisi awal. Jika dibandingkan dengan siklus
pertama, indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus kedua lebih kecil dan mengalami penurunan sebesar 5,5672,22-66,66.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa menjadi terlatih untuk mendengarkan orang lain dalam kelompok,
bertanggung jawab dengan kartu kerja yang menjadi bagiannya, terlatih mengemukakan pendapat, saling bertanya satu sama lain,
saling membantu memecahkan persoalan terkait dengan materi yang dipelajari.
Perilaku siswa sebelum tindakan menunjukkan adanya motivasi belajar yang rendah, yakni tidak memperhatikan penjelasan
guru, tiduran-tiduran, sibuk mengipas dengan buku, berbicara dengan teman sebangku maupun teman yang duduk di belakangnya,
bernyanyi-nyanyi kecil di kelas ketika guru sedang menjelaskan dan tidak ada inisiatif untuk bertanya. Sedangkan setelah implementasi
tindakan terdapat perubahan perilaku yakni siswa mau berdiskusi dengan teman kelompok, membagikan pemahamannya kepada teman,
mendengarkan penjelasan teman dan guru, berani maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusi, bertanggung jawab mencari, mengisi
dan memahami kartu kerja masing-masing. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88 Untuk hasil belajar, sebelum implementasi tindakan jumlah
siswa yang hasil belajarnya sudah mencapai kriteria ketuntasan minimum lebih sedikit dibandingkan dengan sesudah implemetasi
tindakan. Berdasarkan uraian tentang motivasi dan hasil belajar di atas,
secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw meningkatkan motivasi dan hasil
belajar siswa. Hal ini bisa dilihat dari adanya peningkatan dari kondisi awal serta target yang ditetapkan sebelum tindakan dengan hasil yang
dicapai pada saat tindakan. Artinya dengan belajar bersama dalam kelompok kooperatif siswa berusaha untuk saling membantu
memecahkan persoalan yang mereka hadapi terkait dengan materi pembelajaran yang dibahas bersama dalam kelompok kooperatif dan
siswa tampak lebih mudah belajar dari teman sebayanya. Namun ada
perbedaan hasil yang dicapai pada siklus pertama dan siklus kedua. Pada umumnya hasil tindakan yang dicapai pada siklus kedua lebih
kecil dibandingkan dengan siklus pertama.
Ada beberapa hal yang menjadi pemicu adanya penurunan hasil yang dicapai pada siklus kedua antara lain, dinamika
pembelajaran di siklus pertama dan siklus kedua sama, pembagian kelompok yang kurang variatif sama dengan siklus pertama, dan
89 tidak ada permainan yang menarik perhatian siswa. Proses
pembelajaran akan menjadi menarik dan tidak membosankan jika dikemas dengan menarik pula serta memperhatikan kondisi subjek.
Misalnya pembagian kelompok yang variatif, media pembelajaran menarik, ada permainan-permainan, humor dll. Maka dapat dikatakan
bahwa termotivasi tidaknya siswa untuk belajar juga tergantung dari cara guru mengemas proses pembelajaran sedemikian rupa tanpa
mengesampingkan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Sedangkan Aspek yang diamati untuk mengukur hasil belajar adalah kemampuan
siswa mengerjakan kuis. Indeks kesukaran soal pada siklus kedua sebenarnya berada dalam kategori sedang. Peneliti menduga bahwa
penurunan hasil yang dicapai pada siklus kedua lebih dikarenakan pertama; soal yang diberikan lebih sulit dibandingkan dengan soal
pada siklus pertama. Kedua; siswa kurang serius membaca kembali materi sebelum kuis. Ketiga; diduga siswa kurang teliti dalam
mencerna dan mengisi soal kuis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tujuan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 16,22,28 Januari dan 4 Februari 2010 adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS siswa
kelas VIII SMP Karitas Ngaglik. Penelitian dilaksanakan sebanyak dua siklus, dan setiap siklus dua kali pertemuan. Materi yang dipelajari pada siklus pertama
adalah kegiatan pelaku ekonomi di masyarakat, sedangkan siklus kedua adalah pranata dan penyimpangan sosial.
Dalam pelaksanaan tindakan siswa dibagi menjadi 4 kelompok. Setiap kelompok beranggotakan 4 sampai 5 orang. Setiap kelompok mendapatkan 4
kartu kerja yang berbeda untuk dipelajari dan didiskusikan di kelompok ahli yang kemudian hasil diskusi tersebut dilaporkan kembali kepada anggota kelompok
awal. Setiap akhir siklus diadakan kuis untuk menilai tingkat hasil belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran jigsaw. Siswa juga diminta untuk
mengisi lembar penilaian diri tentang motivasi untuk melihat tingkat motivasi belajar siswa dengan menggunakan metode jigsaw.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: 1. Motivasi. Indikator keberhasilan yang ditargetkan sebelum tindakan 33,33.
Hasil yang dicapai pada siklus pertama 77,77, ada peningkatan sebesar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91 44,44 dari target yang ditetapkan. Sedangkan hasil yang dicapai pada siklus
kedua 72,22. Ada peningkatan sebesar 38,89 dari target yang ditetapkan. Namun jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada siklus pertama
terdapat penurunan sebesar 5,55. Meskipun mengalami penurunan pada siklus kedua, namun tingkat motivasi tersebut masih berada dalam golongan
termotivasi. Maka dapat dikatakan bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat memotivasi siswa untuk belajar.
2. Hasil Belajar. Dalam penelitian ini terlihat adanya perbedaan hasil belajar sebelum implementasi tindakan dan sesudah implementasi tindakan siklus
pertama dan siklus kedua. Sebelum implementasi tindakan jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 ke atas sebanyak 6 orang 33,33. Sedangkan setelah
tindakan siklus pertama, jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 ke atas sebanyak 13 orang 72,22. Ada peningkatan sebesar 7,22 dari target
yang ditetapkan sebelum tindakan dan 38,88 dari kondisi awal. Sedangkan pada siklus kedua jumlah siswa yang mendapat nilai 6,5 ke atas sebanyak 12
orang 66,66. Ada peningkatan sebesar 1,66 dari target yang ditetapkan dan 33,33 dari kondisi awal. Jika dibandingkan dengan siklus pertama,
terdapat penurunan hasil belajar sebesar 5,55. Hal ini disebabkan soal pada siklus kedua lebih sulit dibandingkan soal pada siklus pertama. Juga ada
kemungkinan, siswa kurang teliti dalam mencerna dan mengisi soal kuis. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI