Hasil  ini  menunjukkan  terdapat  perbedaan  diantara  kelima  kelompok. Dari  tabel  X  hasil  uji  post  hoc  Bonferroni  dan  grafik  pada  gambar  12  di  atas,
dapat dilihat pada data kelompok basal, kontrol negatif dan kontrol positif berbeda bermakna dengan kelompok perlakuan STZ + EEAA sehingga dapat disimpulkan
kelompok  basal,  kelompok  kontrol  negatif  dan  kontrol  positif  tidak mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus dan pemeberian EEAA pada
kelompok perlakuan STZ + EEAA dapat mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah  tikus.  Perubahan  kadar  glukosa  darah  tikus  dimungkinkan  karena  adanya
interaksi  antara  ekstrak  etanol  daun  Artocarpus  altilis  Park.  Fosberg  dengan streptozotosin.  Untuk  perlakuan  STZ  +  glibenklamid  jika  dibandingkan  dengan
kelompok  basal  dan  negatif  terlihat  adanya  perbedaan  yang  bermakna.  Hal  ini dapat  disimpulkan  adanya  pengaruh  induksi  streptozotosin  dan  pemberian
glibenklamid  tidak  mempengaruhi  perubahan  kadar  glukosa  darah  tikus.  Secara klinis, kadar glukosa darah tikus kelompok perlakuan pada hari ke-7 dan 14 masih
diatas  200  mgdl  sehingga  disimpulkan  ekstrak  etanol  daun  sukun  dan glibenklamid tidak memiliki efek antihiperglikemik.
2. Berat badan
Perubahan berat badan tikus dalam penelitian ini digunakan sebagai  data penunjang  dan  parameter  untuk  menggambarkan  kondisi  diabetes  melitus  pada
tikus.  Tikus  diabetes  akan  terjadi  defisiensi  insulin  yang  menyebabkan  glukosa tidak bisa masuk ke dalam sel. Akibatnya kebutuhan energi untuk tubuh diperoleh
dari hasil liposis. Lemak diberbagai jaringan dimobilisasi dan didegradasi melalui proses beta oksidasi untuk menghasilkan energi. Kehilangan lemak menyebabkan
berat  badan menurun  Szkudelski,  2001.  Hal  yang  sama  juga  dapat  dilihat  pada penelitian  Puspati,  Made  dan  Anak  2013  membuktikan  bahwa  peningkatan
kadar glukosa darah tikus menyebabkan penurunan berat badan pada tikus jantan Wistar dengan kondisi diabetes melitus akibat induksi aloksan.
Pada  penelitian  ini,  tikus  ditimbang  berat  badannya  sebelum  diambil darahnya, yaitu pada hari ke 0, 4, 7 dan 14. Data rata-rata berat badan tikus dapat
dilihat pada tabel XI dibawah ini.
Tabel XI. Rata-rata berat badan tikus pada hari ke-0, 4, 7, dan 14 Kelompok
Waktu hari
4 7
14
Basal 140,43 ± 4,73
148,53 ± 11,45
149,45 ± 11,73
145,21 ± 12 Kontrol negatif
138,99 ± 7,12 136,85 ± 6,57
135,06 ± 5,36 126,04 ±
12,43 Kontrol positif
136,14 ± 4,08 159,45 ± 7,86
162,64 ± 13,04
197,31 ± 13,74
Perlakuan  STZ + glibenklamid
124,70 ± 4,64 167,70 ± 7,67
174,65 ± 9,73 197,83 ±
18,84 Perlakuan  STZ
+ EEAA 131,66 ±
13,62 130,08 ± 2,98
149,79 ± 7,43 177,30 ±
16,73
Adapun  hubungan  antara  waktu  dengan  rata-rata  berat  badan  tikus disajikan dalam bentuk kurva pada gambar 13. Data berat badan tikus kemudian
dihitung nilai LDDK pada hari ke 0, 4, 7 dan 14.
Gambar  13.  Kurva  hubungan  antara  waktu  hari  dengan  rata-rata berat badan tikus mgdl
Selanjutnya,  dianalisis  dengan  uji  Kolmogorov-Smirnov  untuk  melihat distribusi  normalitas  data.  Dari  uji  Kolmogorov-Smirnov  diperoleh  nilai  Asymp.
Sig.  2-tailed  sebesar  0,983  yang  secara  statistik  dinyatakan  data  terdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. 2-tailed di atas 0,05.
Tabel  XII. Hasil  uji  post  hoc  Bonferroni  LDDK
0-14
berat  badan  pada  tikus kelompok basal, kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan  STZ +
glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA Kelompok
Basal Kontrol
negatif Kontrol
positif Perlakuan STZ
+ glibenklamid Perlakuan
STZ + EEAA Basal
BTB BTB
BTB BTB
Kontrol negatif BTB
BB BB
BTB Kontrol positif
BTB BB
BTB BB
Perlakuan    STZ + glibenklamid
BTB BB
BTB BB
Perlakuan  STZ + EEAA
BTB BTB
BB BB
Keterangan: BB
: berbeda bermakna p , 0,05 BTB
: berbeda tidak bermakna p  0,05
Gambar 14. Histogram perbandingan rata-rata LDDK
0-14
berat badan pada tikus kelompok basal, kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan
STZ + glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA
Uji  statistik  dilajutkan  dengan  One  Way  Anova  dan  diperoleh  nilai signifikansi  0,000    0,05.  Hasil  ini  menunjukkan  terdapat  perbedaan  diantara
kelima  kelompok.  Selanjutnya,  untuk  mengetahui  perbedaan  bermakna  antara kelompok signifikansi  0,05 maka dilanjutkan dengan uji  post hoc Bonferroni
dengan  tingkat  kepercayaan  95  yang  dapat  dilihat  pada  tabel  XII.  Dari  kurva dan tabel hasil uji  post  hoc  Bonferroni dan grafik pada  gambar 14 di atas, dapat
dilihat  pada  data  kelompok  basal  tidak  terdapat  perbedaan  bermakna  dengan keempat kelompok lainnya. Hal ini berarti pemberian STZ pada kelompok kontrol
positif  dan  perlakuan  tidak  dapat  memperngaruhi  perubahan  berat  badan  tikus. Jika  dilihat  pada  kelompok  perlakuan  STZ  +  glibenklamid  terdapat  perbedaan
bermakna dengan kelompok kontrol negatif dan perlakuan STZ + EEAA. Hal ini dapat  disimpulkan  bahwa  pemberian  STZ  +  glibenklamid  0,45  mgkgBB  dapat
memperngaruhi  perubahan  berat  badan  tikus.  Pada  kelompok  perlakuan  STZ  + EEAA terdapat perbedaan bermakna dengan kontrol positif dan perlakuan STZ +
glibenklamid. Hal ini disimpulkan bahwa kontrol positif yang diinduksi STZ dosis 40 mgkgBB dan kelompok perlakuan glibenklamid yang diinduksi streptozotosin
dilanjutkan  dengan  pemberian  glibenklamid  dapat  memperngaruhi  perubahan berat badan tikus.
Secara klinis, dapat dilihat pada kelompok kontrol positif, perlakuan STZ + glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA mengalami peningkatan berat badan
jika dibandingkan dengan kelompok basal dan kelompok kontrol negatif. Hal ini dapat disimpulkan pemberian streptozotosin tidak dapat menurunkan berat badan
tikus. Menurut Kim, et al. 2006 yang menyatakan bahwa kehilangan berat badan merupakan salah satu karakteristik diabetes melitus yang diinduksi streptozotosin.
Berdasarkan  teori,  dengan  pemberian  streptozotosin  dapat  menurunkan  berat badan  tikus.  Akan  tetapi,  pada  penelitian  ini  dengan  pemberian  streptozotosin
tidak  dapat  menurunkan  berat  badan  tikus.  Hal  ini  mungkin  disebabkan  karena pengaruh stabilitas streptozotosin dosis 40 mgkgBB yang diinduksikan pada tikus
sehingga,  tidak  merusak  secara  permanen  sel- sel β pankreas. Sel-sel β pankreas
dewasa  yang  mengandung  sel  β  perkusor  akan  mengalami  regenerasi.  Hal  ini, mengakibatkan  glukosa  dapat  masuk  kedalam  sel  sehingga  dapat  mencukupi
kebutuhan  energi  dalam  tubuh  dan  glukosa  dapat  disimpan  dengan  baik  dalam otot dan hati sehingga berat badan tikus berangsur-angsur meningkat.
F. Gambaran Histologis Pankreas