digunakan dosis streptozotosin sebesar 40 mgkgBB. Penginduksian STZ ini dilakukan pada hari ke-1 yang sehari sebelum penyuntikan diambil kadar glukosa
darahnya untuk melihat kadar glukosa darah sebelum diinduksi STZ, dan pada hari ke-3 setelah penyuntikan diambil lagi darahnya untuk melihat peningkatan
kadar glukosa darah yang terjadi akibat induksi STZ. Stabilitas obat dinyatakan dengan adanya pencantuman nomor bets dan
tanggal kadaluwarsa Syahputri, 2006. Streptozotosin yang digunakan dalam penelitian ini tidak diketahui secara pasti nomor bets dan tanggal kadaluarsa,
sehingga stabilitas streptozotosin tidak dapat diketahui secara pasti. Hal ini dimungkinkan berdampak pada efek dari steptozotosin yang diinduksikan,
sehingga diperlukan pengendalian stabilitas streptozotosin.
E. Efek Antihiperglikemik Ekstrak Etanol Daun Artocarpus altilis Park.
Fosberg Dosis 50 mgkgBB pada Tikus Terinduksi Streptozotosin
Peningkatan kadar glukosa darah tikus dan penurunan berat badan merupakan salah satu manifestasi klinis dari diabetes melitus. Diabetes melitus
biasanya ditandai dengan adanya hiperglikemia atau tingginya kadar glukosa darah.
1. Kadar glukosa darah
a.
Kelompok basal tanpa perlakuan
Kelompok basal digunakan sebagai acuan dalam membandingkan perubahan kadar glukosa darah tikus dengan kelompok yang diberi perlakuan.
Tikus kelompok basal tidak diberi zat atau bahan kimia yang berasal dari luar.
Tikus hanya diberi makan dan minuman dengan takaran yang telah ditentukan untuk setiap tikus dalam sehari. Setiap tikus diberi makan 40 mg pakanhari dan
minum 120 mLhari. Setiap harinya makanan dan minuman tikus diganti dan diberi porsi yang sama setiap harinya.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan kadar glukosa darah tikus kelompok basal berkisar antara 68-123 mgdl. Secara klinis, menurut Wolfensohn
and Maggie 2003 kadar glukosa darah tikus normal berkisar pada range 50-135 mgdl. Hal ini berarti, tikus kelompok basal memilki kadar glukosa darah normal
sehingga dapat dijadikan acuan perbandingkan dengan tikus kelompok perlakuan lainnya.
b.
Kelompok kontrol negatif diberikan CMC Na 0,5 dosis 50 mgkgBB pada hari ke-1 sampai hari ke-13
Kelompok kontrol negatif digunakan untuk memastikan bahwa perubahan kadar glukosa darah tikus pada tikus kelompok perlakuan STZ +
glibenklamid dan STZ + EEAA tidak dipengaruhi oleh pemberian pelarut CMC Na 0,5. Dosis CMC Na 0,5 yang digunakan sebesar 50 mgkgBB yang
disesuaikan dengan dosis ekstrak yang diberikan. Kelompok kontrol negatif, kadar glukosa darah tikus berkisar antara 77-145 mgdl. Kelompok kontrol negatif
pada perlakuan tikus ke-2 hari ke-4 kadar glukosa darah tikus 145 mgdl. Berdasarkan range kadar glukosa darah tikus dinyatakan diabetes, tetapi pada hari
ke-7 kadar glukosa darah tikus ke-2 mengalami penurunan menjadi 76 mgdl. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi patologi tikus.
c.
Kelompok kontrol positif diinduksi STZ dosis 40 mgkgBB pada hari ke-1
Kelompok kontrol positif digunakan sebagai kontrol pankreotoksik. Kelompok kontol positif diinduksi streptozotosin dengan dosis 40 mgkgBB.
Menurut penelitian Ragbetli and Ebubekir 2010 tikus diinduksi STZ 72 jam setelah induksi mulai menimbulkan gejala diabetes dengan peningkatan kadar
glukosa darah. Berdasarkan penelitian tersebut, maka pada hari ke-1 diinduksi STZ dan hari ke-3 hari setelah penyuntikan diukur kadar glukosa darah tikus
ternyata mengalami peningkatan. Hal ini berarti peningkatan kadar glukosa darah tikus pada hari ke-3 setelah penyuntikan sesuai dengan teori dan tikus dikatakan
mengalami gejala diabetes yaitu hiperglikemia. Kadar glukosa darah yang diperoleh dihitung nilai LDDK
0-14
. Rata-rata nilai LDDK
0-14
kadar glukosa darah untuk kelompok basal, kontrol negatif, dan kontrol positif dapat dilihat pada tabel VII berikut.
Tabel VII. Rata-rata nilai LDDK
0-14
kadar glukosa darah pada tikus kelompok basal, kontrol
negatif dan kontrol positif
Kelompok Jumlah N
Nilai LDDK
– 14
mg.haridl
Basal 4
1301,38 ± 26,67 Kontrol Negatif
4 1375,25 ± 95,11
Kontrol Positif 4
2449,38 ± 116,73
Dari rata-rata nilai LDDK
0-14
kadar glukosa darah tikus kemudian dianalisis dengan One Way Anova menunjukkan nilai signifikansi 0,000 0,05.
Hasil ini menunjukkan diantara kelompok basal, kontrol negatif dan kontrol positif terdapat perbedaan. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan bermakna
antara kelompok signifikansi 0,05 maka dilanjutkan dengan uji post hoc
Bonferroni. Hasil analisis secara statistik dengan uji post hoc Bonferroni dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil uji Bonferroni nilai LDDK
0-14
kadar glukosa darah tikus kelompok basal, kontrol
negatif dan kontrol positif Kelompok
Basal CMC Na
0,5 STZ 40
mgkgBB Basal
BTB BB
CMC Na 0,5 BTB
BB STZ 40 mgkgBB
BB BB
Keterangan: BB
: berbeda bermakna p , 0,05 BTB
: berbeda tidak bermakna p 0,05
Dari data yang disajikan pada tabel VII terlihat bahwa nilai rata-rata LDDK
0-14
pada kelompok kontrol positif berbeda bermakna dengan kelompok basal dan kontrol negatif. Berdasarkan tabel VII dapat disimpulkan bahwa dengan
pemberian STZ dapat mepengaruhi kadar glukosa darah tikus jika dibandingkan dengan kelompok basal dan kontrol negatif. Selain itu, jika dilihat nilai rata-rata
LDDK
0-14
kadar glukosa darah tikus pada kelompok basal dan kontrol negatif berbeda tidak bermakna, sehingga disimpulkan dengan pemberian CMC Na dosis
50 mgkgBB tidak mempengaruhi kadar glukosa darah tikus. Dalam penelitian ini, pada hari ke-4 kadar glukosa darah tikus kelompok
kontrol positf mengalami peningkatan. Berdasarkan kriteria inklusi dalam penelitian ini, apabila pada hari ke 4 tikus mengalami peningkatan kadar glukosa
darah lebih dari 200 mgdl maka dapat diberi perlakuan selanjutnya. Pada hari ke- 4 dengan dosis 40 mgkgBB streptozotosin yang diinduksikan dapat menyebabkan
sel β luka sehingga menyebabkan regulasi glukosa darah terganggu dan produksi insulin menurun yang berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah tikus.
Pada hari ke 7 dan 14 kadar glukosa darah tikus kelompok kontrol positif mengalami
penurunan. Hal ini mungkin disebabkan karena kerusakan sel β pankreas yang terjadi pada tikus terinduksi streptozotosin tidak rusak secara
permanen sehingga sel- sel β pankreas dewasa yang mengandung sel β perkusor
mengalami regenerasi. Penelitian Guz, Irem and Gladys 2001 menyatakan bahwa sel-
sel β pankreas dewasa mengandung prekursor yang diidentifikasikan sebagai sel GLUT-2
+
dan sel coexpressing PDX-1SOM. Kedua sel ini memperlihatkan ciri-ciri mengandung insulin matang dan dapat mengatur
sirkulasi kadar glukosa darah dalam kisaran fisiologis normal. Setelah dilakukan pengecetan antibodi anti insulin untuk melihat lebih spesifik kandungan insulin
dalam sel-sel β pankreas, diperoleh hasil bahwa sel-sel β pankreas dewasa yang
mengandung prekursor ini dapat kembali ke morfologi normal sel Islet kurang dari 1 minggu setelah diinduksi streptozotosin.
Dapat disimpulkan bahwa induksi STZ 40 mgkgBB menyebabkan sel- se
l β pankreas mengalami luka sehingga produksi insulin terganggu. Hal ini dapat dilihat pada hari ke-4 terjadi kenaikan kadar glukosa darah tikus. Akan tetapi
dengan adanya prekursor berupa sel GLUT-2
+
dan sel coexpressing PDX-1SOM memicu terjadinya regenerasi sel-
sel β pankreas sehingga insulin dapat diproduksi kembali dan terjadi penurunan kadar glukosa darah tikus pada hari ke-7 dan 14.
d.
Kelompok perlakuan STZ + glibenklamid diinduksi STZ 40 mgkgBB pada hari-1 dan glibenklamid 0,45 mgkgBB pada hari ke-5 sampai hari ke-13
Kelompok perlakuan
STZ +
glibenklamid digunakan
untuk membandingan efek dari glibenklamid yang sudah pasti secara klinis dapat
menurunkankan kadar glukosa darah dengan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg yang belum memiliki data klinis tentang efek penurunan
kadar glukosa darah. Sebelum diberi glibenklamid, tikus diinduksi streptozotosin 40 mgkgBB pada hari ke-1 dan pada hari ke-4 apabila kadar glukosa darah tikus
lebih dari 200 mgdl yang berarti tikus telah dinyatakan mengalami gejala diabetes, yaitu hiperglikemia maka dilanjutkan dengan pemberian glibenklamid.
Glibenklamid digunakan sebagai agen dalam terapi tikus yang sudah dinyatakan diabetes setelah induksi streptozotosin. Dosis glibenklamid yang
digunakan sebesar 0,45 mgkgBB yang merupakan dosis hasil konversi dari dosis penggunaan glibenklamid umumnya pada manusia dengan dosis 5 mg.
Glibenklamid secara umum digunakan untuk pasien penderita diabetes tipe 2 Anonim a, 2010. Adapun mekanisme kerja glibenklamid, yaitu dengan
merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel- sel β Langerhans pankreas
Suherman, 2007. Penelitian ini merupakan penelitian dengan model diabetes tipe 1 berdasarkan dosis STZ yang diinduksikan, tetapi dalam perlakuannya
digunakan glibenklamid yang merupakan obat yang digunakan oleh penderita diabetes melitus tipe 2. Hal ini dikarenakan, berdasarkan penelitian Rajasekaran,
Karuran, and Sorimuthu 2005 menyatakan bahwa glibenklamid biasanya digunakan sebagai obat standar dalam membandingkan sifat antidiabetes dari
berbagai senyawa pada tikus yang merupakan model diabetes terinduksi streptozotosin. Dalam penelitian tersebut, digunakan dosis tunggal STZ sebesar
55 mgkgBB yang merupakan dosis untuk menginduksi DM tipe 1 pada tikus. Hasilnya kontrol glibenklamid 600 µgkgBB dapat menurunkan kadar glukosa
darah pada tikus terinduksi STZ. Berdasarkan penelitian tersebut, maka digunakan glibenklamid sebagai senyawa pembanding yang memiliki sifat antidiabetes.
Pada kelompok perlakuan STZ + glibenklamid sama halnya dengan kelompok kontrol positif terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada hari ke-4
setelah induksi streptozotosin dan pada hari ke-7 dan 14 setelah diberi perlakuan glibenklamid mengalami penurunan. Berdasarkan hasil uji statistik ANOVA yang
telah dilakukan kelompok perlakuan STZ + glibenklamid berbeda tidak bermakna dengan kelompok kontrol positif. Hal ini berarti pemberian glibenklamid tidak
mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus, dan secara klinis kadar glukosa darah tikus kelompok perlakuan perlakuan STZ + glibenklamid pada hari
ke-7 dan 14 masih diatas 200 mgdl sehingga disimpulkan glibenklamid tidak memiliki efek antihiperglikemik.
e.
Kelompok perlakuan STZ + EEAA diinduksi STZ 40 mgkgBB pada hari ke-
1 dan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg 50 mgkgBB pada
hari ke-5 sampai hari ke-13
Kelompok perlakuan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park.
Fosberg EEAA merupakan kelompok yang digunakan untuk membuktikan efek
antihiperglikemia dari daun Artocarpus altilis Park. Fosberg. Dosis EEAA yang digunakan sebesar 50 mgkgBB. Menurut penelitian Chandrika, et al., 2006
menyatakan dengan dosis 50 mgkgBB pada tikus mampu memberikan efek antihiperglikemik dengan pemberian ekstrak air panas daun Artocarpus
heterophyllus yang mempunyai famili yang sama Artocarpus altilis Park. Fosberg famili Moraceae. Adanya kesamaan famili bahkan genus pada kedua
tanaman diharapkan dengan dosis 50 mgkgBB dapat memberikan efek antihiperglikemik yang sama. Akan tetapi, menurut penelitian Nublah 2011
menyatakan bahwa fraksi air dan fraksi etil asetat daun sukun dengan dosis 150 mgkgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang sebelumnya
dibebankan glukosa monohidrat. Berdasarkan penelitian tersebut maka, perlu dilakukan variansi dosis sehingga diperoleh dosis yang mampu memberikan efek
antihiperglikemik dan disarankan untuk membuat variansi dosis diatas 50 mgkgBB.
Dalam penelitian ini, diamati perubahan kadar glukosa darah tikus setelah diberi perlakuan. Setelah didapat kadar glukosa darah tikus yang diukur
menggunakan metode enzimatik GOD-PAP. Adapun rata-rata kadar glukosa darah tikus pada hari ke-0, 4, 7, dan 14 dapat dilihat pada tabel IX dibawah ini.
Tabel IX. Rata-rata kadar glukosa darah tikus mgdl pada hari ke-0, 4, 7, dan 14
Kelompok Waktu hari
4 7
14
Basal 90,75 ± 19,52
106 ± 12,94 79,25 ± 8,66
100,75 ± 1,71
Kontrol negatif 101,25 ± 11,41 123,25 ± 14,59
79,5 ± 3,70 98,25 ±
9,88 Kontrol positif
110 ± 16,35 246,75 ± 21,88
165 ± 6,00 154,5 ±
16,58 Perlakuan STZ
+ glibenklamid
92 ± 10,98 286,25 ± 32,43 248 ± 14,28
230,5 ± 17,90
Perlakuan STZ + EEAA
118,25 ± 13,60 390,5 ± 147,08 278 ± 77,82 259,5 ±
88,52
Data rata-rata kadar glukosa darah tikus diatas, kemudian dibuat kurva hubungan antara waktu dengan rata-rata kadar glukosa darah tikus untuk setiap
kelompok yang dapat dilihat pada gambar 11. Data kadar glukosa darah pada
kurva di atas Gambar 11 menunjukkan kadar glukosa darah yang sangat tinggi pada kelompok perlakuan EEAA dibandingkan kelompok lainnya. Menurut
American Cancer Society 2012 menyatakan bahwa streptozotosin dapat berinteraksi dengan vitamin, suplplemen dan produk herbal. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan tingginya kadar glukosa darah pada tikus perlakuan EEAA yang diinduksi streptozotosin dan diberi ekstrak etanol daun Artocarpus altilis
Park. Fosberg dimungkinkan karena adanya interaksi antara ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg dengan streptozotosin.
Gambar 11. Kurva hubungan antara waktu hari dengan rata-rata kadar glukosa darah tikus KGD mgdl
Setelah dibuat kurva waktu vs rata-rata kadar glukosa darah tikus kemudian dilanjutkan dengan menghitung nilai luas daerah di bawah kurva
LDDK pada hari ke 0, 4, 7 dan 14. Selanjutnya dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi normalitas data. Dari uji
Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai Asymp. Sig. 2-tailed sebesar 0,407 yang
secara statistik dinyatakan data terdistribusi normal karena nilai Asymp. Sig. 2- tailed di atas 0,05. Uji statistik dilajutkan dengan One Way Anova dan diperoleh
nilai signifikansi 0,000 0,05. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan bermakna antara kelompok signifikansi 0,05 maka dilanjutkan dengan uji post
hoc Bonferroni dengan tingkat kepercayaan 95 yang dapat dilihat pada tabel X.
Tabel X. Hasil uji post hoc Bonferroni LDDK
0-14
kadar glukosa darah pada tikus kelompok basal, kontrol negatif, kontrol positif,
perlakuan STZ + glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA Kelompok
Basal Kontrol
negatif Kontrol
positif Perlakuan STZ +
glibenklamid Perlakuan
STZ + EEAA Basal
BTB BTB
BB BB
Kontrol negatif BTB
BTB BB
BB Kontrol positif
BTB BTB
BTB BB
Perlakuan STZ + glibenklamid
BB BB
BTB BTB
Perlakuan STZ + EEAA
BB BB
BB BTB
Keterangan: BB
: berbeda bermakna p , 0,05 BTB
: berbeda tidak bermakna p 0,05
Gambar 12. Histogram perbandingan rata-rata LDDK
0-14
kadar glukosa darah pada tikus kelompok basal, kontrol negatif, kontrol
positif, perlakuan STZ + glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA
Hasil ini menunjukkan terdapat perbedaan diantara kelima kelompok. Dari tabel X hasil uji post hoc Bonferroni dan grafik pada gambar 12 di atas,
dapat dilihat pada data kelompok basal, kontrol negatif dan kontrol positif berbeda bermakna dengan kelompok perlakuan STZ + EEAA sehingga dapat disimpulkan
kelompok basal, kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus dan pemeberian EEAA pada
kelompok perlakuan STZ + EEAA dapat mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus. Perubahan kadar glukosa darah tikus dimungkinkan karena adanya
interaksi antara ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg dengan streptozotosin. Untuk perlakuan STZ + glibenklamid jika dibandingkan dengan
kelompok basal dan negatif terlihat adanya perbedaan yang bermakna. Hal ini dapat disimpulkan adanya pengaruh induksi streptozotosin dan pemberian
glibenklamid tidak mempengaruhi perubahan kadar glukosa darah tikus. Secara klinis, kadar glukosa darah tikus kelompok perlakuan pada hari ke-7 dan 14 masih
diatas 200 mgdl sehingga disimpulkan ekstrak etanol daun sukun dan glibenklamid tidak memiliki efek antihiperglikemik.
2. Berat badan