Jenis dan Rancangan Penelitian Alat dan Instrumen Penelitian Tata Cara Analisis Hasil

37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Hayati Imono dan Farmakologi- Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Variabel penelitian

a. Variabel utama 1 Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan hewan uji dosis glibenklamid dan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg. 2 Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah yang diolah menjadi kurva kemudian dihitung nilai LDDK 0-14 dan gambaran histologis pankreas tikus. b. Variabel pengacau 1 Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan Artocarpus altilis Park. Fosberg dan glibenklamid secara per oral, Wistar dengan berat badan 120-160 g dan umur 1,5-2 bulan, jalur pemberian streptozotosin secara intraperitonial, ekstrak etanol daun jumlah asupan makanan sebesar 40 ghari dan jumlah asupan minum sebesar 120 mLhari dengan waktu pengambilan cuplikan darah pada hari ke-0, 4, 7 dan 14. 2 Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan patologis dari hewan uji yang digunakan dan stabilitas streptozotosin. 2. Definisi operasional a. Daun Artocarpus altilis Park. Fosberg Daun Artocarpus altilis Park. Fosberg adalah daun segar berwarna hijau, tidak berlubang dan tidak terlalu tua dan muda diambil daun yang berada tidak dipangkal dan diujung batang yang diperoleh pada bulan November 2013 dari Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Bantul, DIY b. Ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg Ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia daun Artocarpus altilis Park. Fosberg menggunakan metode ekstraksi. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut etanol 96. Proses maserasi dilakukan selama 5 hari dan remaserasi dilakukan selama 2 hari. c. Kadar glukosa darah tikus Kadar glukosa darah tikus adalah banyaknya glukosa di dalam darah tikus setelah dipuasakan selama 12 jam. Pengukuran kadar glukosa darah tikus menggunakan metode enzimatik GOD-PAP. Dimana tikus dikatakan hiperglikemia apabila kadar glukosa darah lebih dari 200 mgdl setelah 72 jam diinduksi streptozotosin. d. Nilai LDDK 0-14 glukosa darah Nilai LDDK 0-14 glukosa darah adalah nilai yang menggambarkan jumlah kadar glukosa darah dalam darah setelah tikus dipuasakan 12 jam kemudian diukur kadar glukosa darahnya. Nilai LDDK 0-14 dihitung pada rentang waktu hari ke-0, 4, 7 dan 14 yang dihitung dengan menggunakan metode trapezoid. Peningkatan nilai LDDK 0-14 menunjukkan efek hiperglikemia. e. Gambaran histologis pankreas Gambaran histologis pankreas adalah gambaran keadaan dari struktur jaringan organ pankreas secara detail dengan menggunakan mikroskop. Gambaran histologis pankreas akan mengalami perubahan apabila terinduksi streptozotosin. Tikus dibedah pada hari ke-14 kemudian diamati gambaran histologis pankreas tikus.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bahan utama

a. Hewan uji Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan Wistar, dengan umur 6-8 minggu, berat badan 120-160 g yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. b. Bahan uji Bahan uji yang digunakan adalah daun Artocarpus altilis Park. Fosberg yang diperoleh dari Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Bantul, DIY.

2. Bahan kimia

a. Senyawa penginduksi kontrol positif berupa streptozotosin STZ merk Nacalai dari BIOZATIC yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi FMIPA Unversitas Islam Indonesia Yogyakarta. b. Senyawa untuk perlakuan obat berupa tablet glibenkamid yang diperoleh dari Apotek Sanata Dharma Yogyakarta. c. Etanol 96 sebagai pelarut dalam ekstraksi daun Artocarpus altilis Park. Fosberg yang diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta. d. Pereaksi untuk pengukuran glukosa darah yang digunakan adalah enzim Glucose GOD FS DiaSys, Jerman. Isi pereaksi enzim Glucose GOD-PAP adalah sebagai berikut: Reagen Phosphat buffer pH 7,5 250 mmoll Phenol - 5 mmoll 4-aminoantipyrine - 0,5 mmoll Glukosa oksidase GOD ≥ 10 kUl Phenol Amino Antipirin Peroksidase PAP ≤ 1 kUl Glukosa standar 100 mgdl 5,5 mmoldl e. Aquadest sebagai pelarut CMC Na 0,5 diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. f. Na sitrat dan asam sitrat sebagai pelarut streptozotosin diperoleh dari Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. g. Na CMC 0,5 sebagai pelarut glibenklamid dan ekstrak etanol Artocarpus altilis Park. Fosberg diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. h. Eter sebagai pembius hewan uji sebelum di nekropsi yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. i. Formalin 10 sebagai pengawet organ pankreas yang diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. j. Alkohol absolut, alkohol 80, alkohol 95, alkohol 96 yang digunakan dalam pembuatan slide dan pewarnaan diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. k. Xylol, parafin cair yang digunakan dalam pembuatan slide dan pewarnaan diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. l. DPX, entelan, dan canada balsam bahan mounting yang digunakan dalam pembuatan slide diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. m. Larutan Harris-Hematoxyline, eosin dan acid alkohol yang digunakan dalam pewarnaan slide diperoleh dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

D. Alat dan Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Mesin penyerbuk Retsch, oven Memmert, ayakan dengan nomor mesh 40, timbangan analitik OHAUSS, maserator, waterbath, hot plate, evaporator BUCHI, aluminium foil, moisture balance HG53 Hologen Moisture Analyzer, seperangkat alat gelas berupa Erlenmeyer, beaker gelas, gelas ukur, labu ukur, cawan porselin, pengaduk Pyrex Iwaki Glass, spuit injeksi, spuit injeksi oral, alat sentrifugasi Centurion Scientific, mikropipet, blue tip, yellow tip, tabung efendorf, mikrovitalab Microlab 200 Merck, micro haematocrit tubes, vortex Genie Wilten, beaker glass, labu ukur, timbangan tikus OHAUSS, mortir dan stamper, stopwatch, tabung reaksi, pisau skalpel No 22-24, tissue processor, embedding cassete, balok kayu ukuran 3x3 cm, kapas basah, mikrotom, waterbath, kuas kecil, gelas obyek, gelas penutup, staining jar, corong gelas, lap, stop watch, kotak preparat dan mikroskop, gelas ukur, magnetic stirer, kertas saring, alumunium foil, akuades dalam botol semprot, styrofoam, jarum, mikrotip, label, keranjang preparat dan refrigerator.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman sukun

Determinasi daun sukun Artocarpus altilis Park. Fosberg mengikuti Bihrmann’s Caudiciforms and Taxonomy, serta dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Daun Artocarpus altilis Park. Fosberg diperoleh pada bulan November 2013 dengan waktu panen ketika taman sukun dalam keadaan berbunga di Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Bantul, DIY. Daun yang diambil adalah daun segar berwarna hijau, tidak berlubang dan tidak terlalu tua dan muda diambil daun yang berada tidak dipangkal dan diujung batang.

3. Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia daun Artocarpus altilis Park. Fosberg yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan pada sinar matahari, untuk meniadakan air pada daun. Selanjutnya, daun dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu 50 o C selama 24 jam dan diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di LPPT Universitas Gadjah Mada. Kemudian serbuk diayak menggunakan ayakan dengan nomor mesh 40.

4. Pembuatan ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg

Pembuatan ekstrak etanol daun sukun dilakukan dengan cara menyari simplisia daun Artocarpus altilis Park. Fosberg dengan derajat kehalusan 40 mesh. Serbuk seberat 100 g dengan tiap erlenmeyer 10 g serbuk kering daun Artocarpus altilis Park. Fosberg direndam dengan 75 mL pelarut etanol 96 selama 5 hari terlindung dari cahaya dan dilakukan pengadukan setiap hari selama 1 menit. Dilanjutkan dengan remaserasi dengan 25 mL pelarut etanol 96 selama 2 hari terlindung dari cahaya dan dilakukan pengadukan setiap hari selama 1 menit. Setelah dimaserasi dan remaserasi, hasilnya disaring dengan kertas saring. Hasil saringan kemudian dievaporasi dengan evaporator pada suhu 60 o C hingga tidak ada lagi tetesan pada rotary evaporator. Hasilnya kemudian dipindahkan ke cawan porselin yang telah ditimbang sebelumnya, dengan maksud untuk mempermudah perhitungan rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Selanjutnya, ekstrak kental di dalam cawan porselin diuapkan di waterbath dengan suhu 50 o C kemudian dimasukkan dalam oven untuk diuapkan dengan suhu 50 o C. Dilakukan penimbangan setiap jamnya agar mendapatkan ekstrak etanol daun sukun dengan bobot ekstrak yang tetap. Kemudian ekstrak disimpan dalam desikator sampai ekstrak siap untuk digunakan.

5. Dosis ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg pada

penelitian Dosis ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg digunakan adalah 50 mgkgBB. Dosis ini mampu memberikan efek antihiperglikemik pada tikus dengan pemberian ekstrak air panas daun Artocarpus heterophyllus yang mempunyai famili yang sama Artocarpus altilis Park. Fosberg famili Moraceae Chandrika, dkk., 2006.

6. Penetapan kadar air serbuk daun Artocarpus altilis Park. Fosberg

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan cara susui pengeringan. Sebanyak ± 5,0 g serbuk daun Artocarpus altilis Park. Fosberg ditimbang dan kemudian serbuk tersebut dimasukkan ke dalam alat moisture balance pada suhu 105 o C selama 15 menit dan kemudian dilakukan perhitungan kadar air berdasarkan selisih bobot sebelum dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebelum pemanasan dengan sesudah dimasukkan ke dalam alat moisture balance sesudah pemanasan selisih tersebut merupakan kadar air serbuk yang diteliti. Penetapan kadar air dilakukan dengan 3 kali replikasi.

7. Pembuatan suspensi natrium-carboxy methyl cellulosa CMC Na 0,5

Serbuk CMC Na ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dilarutkan dengan akuades yang telah dipanaskan sebelumnya. Diaduk sambil dipanaskan di atas hot plate hingga semua serbuk larut, kemudian di add 100 mL dengan akuades.

8. Pembuatan dapar Na Sitrat 50 mM pH 4,5

Na sitrat ditimbang sejumlah 14,705 g, kemudian ditambahkan akuades hingga 1 liter. Ditimbang juga asam sitrat 10,507 g, ditambahkan akuades ad 1 liter. Dilakukan proses titrasi Na sitrat dengan menggunakan asam sitrat hingga diperoleh pH 4,5 yang diukur dengan menggunakan pH-meter. a. Asam Sitrat 50 mM = 0,05 molar Molar = 0,05 molar = 1 liter Mr asam sitrat = 210,14 Asam sitrat = 10,507 g dalam 1 liter b. Na Sitrat 50 mM = 0,05 molar Molar = 0,05 molar = 1 liter Mr Na sitrat = 294,1 Na sitrat = 14,705 g dalam 1 liter

9. Penetapan dosis streptozotosin

Dosis STZ yang digunakan adalah dalam penelitian ini sebesar 40 mgkgBB. Dosis ini mampu meningkatkan kadar glukosa darah tikus Sparague Dawley jantan berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Astuti, dkk. 2001.

10. Penetapan keseragaman bobot tablet glibenklamid

Penetapan keseragaman bobot tablet diawali dengan penimbangan 20 tablet glibenklamid satu per satu kemudian dihitung bobot rata-ratanya. Penetapan keseragaman bobot ini, mengacu pada Farmakope Indonesia III 1979. Adapun syarat keseragaman bobot tablet, yaitu “tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak ada satu tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang tertera pada kolom B. Nilai penyimpangan bobot rata-rata dapat dilihat pada tabel IV. Tabel IV. Tabel Keseragaman Bobot Tablet Bobot rata – rata Penyimpangan bobot rata – rata dalam A B 25 mg atau kurang 15 30 26 mg sampai dengan 150 mg 10 20 151 mg sampai dengan 300 mg 7,5 15 Lebih dari 300 mg 5 10 Depkes RI, 1979

11. Pembuatan suspensi glibenklamid 5 mg bv

Pembuatan suspensi glibenklamid diawali dengan menggerus 20 tablet glibenklamid lalu dihomogenkan, kemudian ditimbang seksama serbuk tablet glibenklamid yang setara dengan 5 mg glibenklamid lalu dimasukkan dalam labu ukur 100 mL. Selanjutnya dilakukan penambahan CMC Na 0,5 hingga tanda lalu dihomogenkan.

12. Penentuan dosis glibenklamid

Dosis glibenklamid pada manusia adalah 5 mg dengan berat badan 70 kg. Dosis ini dikonversikan ke tikus 200 g dengan faktor konversinya 0,018. 5 mg glibenklamid x 0,018 = 0,09 mg200gBB tikus = 0,45 mgkgBB tikus

13. Induksi hiperglikemia pada tikus

Tikus dikatakan diabetes jika kadar glukosa darah ≥ 200 mgdL. Pada hari ke-0, kadar glukosa darah diukur dengan metode GOD-PAP, kemudian tikus kelompok kontrol positif, kontrol perlakuan STZ + glibenklamid dan perlakuan STZ + EEAA, pada hari ke-1 diinduksi dengan STZ dosis 40 mgkgBB single dose yang sebelumnya telah dilarutkan dengan buffer Na sitrat pH 4,5 dan diinjeksi secara intraperitonial. Hari ke-4, 7, dan 14 kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan metode GOD-PAP.

14. Pengukuran kadar glukosa darah

a. Pembuatan serum. Darah tikus diambil melalui plexus retroorbitalis pada mata dan ditampung dalam tabung efendrof, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit dan diambil serumnya. b. Pengukuran kadar glukosa. Alat yang digunakan dalam menganalisis kadar glukosa darah adalah mikrovitalab. Kadar glukosa diukur pada panjang gelombang 500 nm, suhu 20-25 o C. Kadar glukosa dinyatakan dalam mgdl. Pengukuran kadar glukosa serum dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi Manusia-Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan mencampurkan bahan seperti pada tabel V., kemudian divortex dan didiamkan selama operating time 20 menit dan dibaca serapannya. Tabel V. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa Bahan Volume µ L Aquabidest Larutan baku glukosa Supernatan Pereksi GOD-PAP Blanko 10 - - 1000 Standart - 10 - 1000 Sampel - - 10 1000 Anonim b, 2012

15. Desain dan perlakuan penelitian

Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan 20 ekor tikus jantan Wistar yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan. a. Kelompok I basal Hari ke-0, 4, 7 dan 14 tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badannya. Tikus tidak diberi perlakukan apapun dan tetap di beri pakan dan minuman seperti biasa setiap harinya sampai hari ke-13, kemudian hari ke-14, tikus diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badan. b. Kelompok II kontrol negatif Hari ke-0 tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badan, kemudian hari ke-1 diberi CMC Na dengan dosis 50 mgkgBB secara per oral. Tikus tidak diinduksi streptozotosin, kemudian hari ke-4, 7 dan 14 diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badan. c. Kelompok III kontrol positif Hari ke-0 tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badan, kemudian hari ke-1 diinduksi STZ 40 mgkgBB secara intraperitonial. Tikus tidak diberi terapi, kemudian hari ke-4, 7 dan 14 diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badan. d. Kelompok IV perlakuan STZ + glibenklamid Hari ke-0, tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badan, kemudian hari ke-1 diinduksi STZ 40 mgkgBB secara intraperitonial. Hari ke-4, tikus diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badan, kemudian hari ke-5 diberi glibenklamid 0,45 mgg BB secara per oral hingga hari ke-13 dan pada hari ke-7 dan 14, tikus juga diukur kadar glukosa darah dan berat badan. e. Kelompok V perlakuan STZ + ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg Hari ke-0, tikus diukur kadar glukosa darah dan berat badan, kemudian hari ke-1 diinduksi STZ 40 mgkgBB intraperitonial. Hari ke-4 diukur kembali kadar glukosa darah dan hari ke-5 mulai diberikan EEAA 50 mgkgBB per oral. Setelah diberi perlakuan hingga hari ke-13, tikus diukur kembali kadar glukosa darah dan berat badannya pada hari ke-7 dan14.

16. Pengumpulan sampel

Tikus yang akan digunakan untuk penelitian, dipuasakan terlebih dahulu dan ditimbang berat badannya sebelum diukur kadar glukosa darah. Pengambilan darah dilakukan melalui plexus retroorbitalis pada mata, diambil darahnya dan diukur menggunakan mikrovitalab dengan metode enzimatik GOD-PAP hari ke- 0, 4, 7 dan 14. Pada hari ke-14, setelah ditimbang berat badan dan diukur kadar glukosa darah, tikus di bedah dan diambil pankreasnya untuk di amati gambaran histologis pankreas tikus.

17. Pembuatan slide

a. Trimming adalah tahapan pemotongan tipis jaringan setebal kurang lebih 4 mm dengan orientasi sesuai dengan organ yang akan dipotong. Pisau yang digunakan untuk trimming adalah pisau skalpel No 22-24. Jumlah potongan jaringan yang dapat dimuat dalam embedding cassete berkisar antara 1-5 buah disesuaikan dengan ukuran organ. b. Dehidrasi Dehidrasi jaringan yang dilakukan setelah trimming menggunakan tissue processor dan cairan dehidran. Cairan dehidran ini kemudian dibersihkan dari dalam jaringan dengan menggunakan reagen pembersih. Reagen pembersih ini akan diganti dengan parafin dengan cara penetrasi ke dalam jaringan impregnasi. Parafin yang digunakan mempunyai titik cair 56-58 o C. Cairan dalam tissue processor sebaiknya diganti tiap seminggu sekali. Pengaturan waktu dehidrasi adalah sebagai berikut: Proses Cairan Waktu Dehidrasi Alkohol 80 2 jam Alkohol 95 2 jam Alkohol 95 1 jam Alkohol absolut 1 jam Alkohol absolut 1 jam Clearing Xylol 1 jam Xylol 1 jam Impregnasi Parafin 2 jam Parafin 2 jam c. Embedding Setelah melakukan dehidrasi, maka jaringan yang berada dalam embedding cassette dipindahkan ke dalam base mold, kemudian diisi parafin cair. Setelah itu, diletakkan pada balok kayu ukuran 3x3 cm. Jaringan yang diletakkan pada balok kayu disebut blok. d. Cutting Proses cutting menggunakan mikrotom. Pisau yang tajam akan menghasilkan hitologis yang baik, yang secara mikroskopis ditandai dengan tidak adanya artefak berupa goresan vertikal maupun horisontal. 1 Orientasi blok pada mikrotom Blok diletakkan sejajar memanjang dengan pisau, untuk jaringan yang keras harus diletakkan dibagian atas. Disediakan cukup ruangan antara jaringan dengan tepi blok untuk memudahkan pemisahan jaringan. Perlu diperhatikan ketajaman pisau sehingga diperoleh hasil pemotongan yang rata dan tidak berkerut. 2 Soaking dan Icing Jaringan dilembabkan dengan menempelkan kapas basah pada permukaan blok dan digunakan air es untuk menjaga suhu blok dan pisau tetap sama. 3 Mengambangkan lembaran potongan jaringan Lembaran potongan jaringan diapungkan dengan meletakkan salah satu ujung potongan di atas permukaan air dalam waterbath. Untuk menghilangkan kerutan jaringan dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi dan potongan jaringan dengan menggunakan ujung jari dan sisi lain ditarik dengan menggunakan kuas kecil. 4 Pemisahan rangkaian lembaran jaringan Menggunakan pemisah jaringan yang dipanaskan. 5 Pengambilan ribbon dengan slide Diambil lembaran jaringan dengan memasukkan slide bersih secara diagonal ke dalam waterbath gerakan menyendok dan spesimen jaringan diletakkan tepat di tengah slide. Perlu diperhatikan agar tidak terdapat gelembung udara di bawah jaringan. e. Staining Pewarnaan Untuk pemeriksaan, dipergunakan teknik pewarnaan HE. Adapun prosedur pewarnaan Harris Hematoxyline-Eosin dapat dilihat pada tabel VI sebagai berikut: Tabel VI. Prosedur pewarnaan Harris Hematoxyline-Eosin No Cairan Waktu 1 Xylol I 5 menit 2 Xylol II 5 menit 3 Xylol III 5 menit 4 Alkohol absolut I 5 menit 5 Alkohol absolut II 5 menit 6 Aquadest 1 menit 7 Harris-Hematoxyline 20 menit 8 Aquadest 1 menit 9 Acid alkohol 2-3 celupan 10 Aquadest 1 menit 11 Aquadest 15 menit 12 Eosin 2 menit 13 Alkohol 96 I 3 menit 14 Alkohol 96 II 3 menit 15 Alkohol absolut I 3 menit 16 Alkohol absolut II 3 menit 17 Xylol IV 5 menit 18 Xylol V 5 menit f. Mounting Setelah jaringan pada slide diwarnai, dilakukan mounting dengan cara meneteskan bahan mounting DPX, Entelan, Canada balsam sesuai kebutuhan dan ditutup dengan gelas penutup. g. Pembacaan slide dengan mikroskop Slide diperiksa di bawah mikroskop sinar. Semua lesi pada pankreas dicatat dan selanjutnya diinterpretasikan. Berdasarkan hasil pembacaan gambaran histologis pankreas dapat tingkat keparahan dibagi menjadi 3, yaitu: + = tingkat keparahan ringan ++ = tingkat keparahan sedang +++ = tingkat keparahan berat

F. Tata Cara Analisis Hasil

Nilai rata-rata kadar glukosa darah dan berat badan dibuat kurva dengan mem-plot-kan nilai kadar glukosa darah lawan waktu ke-0 sampai hari ke-14, dan kemudian dihitung nilai LDDK 0-14 dengan metode trapezoid. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Ritschel, 1986 Keterangan: t = waktu hari C = konsentrasi zat dalam darah mgdl LDDK t0-tn = luas daerah di bawah kurva dari waktu ke-0 sampai ke-n mg.haridl Selanjutnya data nilai LDDK 0-14 yang diperoleh, diuji distribusi normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dilanjutkan dengan analisis perbedaan masing-masing kelompok menggunakan Anova One Way dan dilanjutkan dengan post hoc Bonferroni dengan tingkat kepercayaan 95. Gambar 10. Skema uji antihiperglikemik Hari ke-0 Tikus 20 ekor diambil darahnya melalui vena mata, kemudian diukur KGD dengan metode GOD-PAP dan ditimbang berat badanya Hari ke-1 Kontrol Basal 4 ekor tikus tanpa perlakuan Kontrol Negatif 4 ekor tikus diberikan CMC Na 50 mgkgBB p.o CMC Na diberikan dari hari ke-1 sampai ke-13 1 ekor tikus kontrol positif, perlakuan glibenklamid dan perlakuan EEAA diinduksi STZ 40 mgkgBB i.p Hari ke-4 Tikus 20 ekor diambil darahnya melalui vena mata, kemudian diukur KGD dengan metode GOD-PAP dan ditimbang berat badanya Hari ke-5 sampai ke-13 Kontrol Basal 4 ekor tikus tanpa perlakuan Kontrol Negatif 4 ekor tikus diberikan CMC Na 50 mgkgBB 1 x sehari CMC Na diberikan dari hari ke-1 sampai ke-13 Kontrol Positif 4 ekor tikus diberikan STZ 40 mgkgBB i.p hari ke-1 Perlakuan STZ + glibenklamid 4 ekor tikus diberikan glibenklamid 0,45 mgkgBB p.o 1 x sehari Perlakuan STZ + EEAA 4 ekor tikus diberi EEAA 50 mgkgBB p.o. 1 x sehari Hari ke-7 dan ke-14 Tikus 20 ekor diambil darahnya melalui vena mata, kemudian diukur KGD dengan metode GOD-PAP dan ditimbang berat badanya Hari ke-14 Tikus 20 ekor diambil darahnya, diukur KGD dan ditimbang berat badanya. Kemudian di nekropsi untuk diambil pankreasnya dan diamati gambaran histologisnya Dilakukan perhitungan hasil dan analisis statistik 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antihiperglikemik dari ekstrak etanol daun Artocarpus altilis Park. Fosberg terhadap tikus jantan Wistar terinduksi streptozotosin STZ. Pada penelitian ini, digunakan indikator kuantitatif berupa kadar glukosa darah dan berat badan yang dapat menggambarkan gangguan hiperglikemia yang dialami tikus dan dibuktikan dengan kerusakan sel β pankreasnya dilihat dari ada tidaknya nekrosis pada gambaran histologis pankreas tikus.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Pada penelitian ini, dilakukan determinasi tanaman yang akan digunakan dalam penelitian yakni Artocarpus altilis Park. Fosberg dengan tujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Artocarpus altilis Park. Fosberg. Tanaman Artocarpus altilis Park. Fosberg yang digunakan dipeoleh dari Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, DIY pada bulan November 2013. Setelah diperoleh tanaman yang akan digunakan, dilanjutkan dengan melakukan determinasi tanaman mengikuti Bihrmann’s Caudiciforms and Taxonomy, dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan untuk determinasi meliputi bagian buah, bunga, batang, dan daun dan kemudian bagian-bagian tersebut dicocokan dengan buku acuan.

Dokumen yang terkait

Penggunaan Berbagai Jenis Kompos Terhadap Pertumbuhan Sukun (Artocarpus communis Forst ) Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba, Kecamatan Haranggaol Horison

0 68 50

Karakterisasi Simplisia Dan Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis (Park.) Fosberg)

11 73 109

Pertumbuhan Stek Akar Sukun (Artocarpus communis Forst.) Berdasarkan Perbedaan Jarak Akar Dari Batang Pohon

4 84 47

Peningkatan Kelarutan Fraksi Etil Asetat Daun Sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg dengan Penambahan Polimer β-siklodekstrin Menggunakan Metode Pencampuran Kneading

5 15 70

KEMAMPUAN DIURETIK EKSTRAK ETANOL BUAH SUKUN (Artocarpus altilis) PADA TIKUS Kemampuan Diuretik Ekstrak Etanol Buah Sukun (Artocarpus Altilis) Pada Tikus.

0 2 13

PENGARUH PASTA GIGI EKSTRAK DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) TERHADAP HAMBATAN Pengaruh Pasta Gigi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Streptococcus mutans.

0 7 12

PENGARUH PASTA GIGI EKSTRAK DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) TERHADAP HAMBATAN PERTUMBUHAN Pengaruh Pasta Gigi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg.) Terhadap Hambatan Pertumbuhan Streptococcus mutans.

0 2 14

Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) pada tikus terinduksi streptozotosin.

0 0 97

Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) pada tikus terinduksi streptozotosin.

1 8 97

EFEK DIURETIK EKSTRAK ETANOL BUAH DAN DAUN SUKUN (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg) TERHADAP TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR SKRIPSI

0 0 17