Berdasarkan pengertian-pengertian belajar yang telah dipaparkan di atas,
setidaknya belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut Siregar Nara, 2011:
a Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut
bersifat pengalaman kognitif, keterampilan psikomotor, maupun nilai dan sikap afektif.
b Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat
disimpan. c
Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
d Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau
kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Berdasar teori para ahli seperti di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan seseorang guna mendapatkan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan memperbaiki sikap
atau perilaku seseorang. Melalui belajar juga terdapat suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari kejadian-kejadian atau pengalaman yang
telah dialami seseorang di lingkungannya. Adanya perubahan tingkah laku melalui belajar, dapat membentuk suatu kepribadian seseorang menjadi lebih baik
dan semakin terarah.
2. Teori Belajar Konstruktivisme
Belajar merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan setiap orang untuk memperoleh suatu pengalaman atau ilmu. Adapun teori-teori belajar yang
saat ini telah berkembang dimasyarakat, seperti teori disiplin mental,
behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. Namun sampai saat ini, banyak sumber yang cenderung mengelompokkannya hanya menjadi dua aliran besar,
yaitu behaviorisme dan konstruktivisme Suyono, 2011. Alasannya adalah kedua aliran besar tersebut banyak dikembangkan berbagai varian teori belajar, maka
dari itu kedua aliran tersebut banyak mempengaruhi para ahli dan pemikir pendidikan untuk mengembangkan berbagai teori dan konsep pembelajaran
Suyono, 2011: 55. Teori belajar yang akan dibahas pada penelitian ini hanya sebatas pada teori konstruktivisme saja, karena Kurikulum 2013 lebih
menekankan pada penilaian proses belajar peserta didik dan menggunakan penilaian autentik. Hal tersebut sejalan dengan teori belajar konstruktivisme.
Asumsi-asumsi dasar dari konstruktivisme seperti yang diungkap oleh Merril 1991 dalam Suyono 2011: 106 adalah sebagai berikut:
a Pengetahuan dikonstruksikan melalui pengalaman.
b Belajar adalah penafsiran personal tentang dunia nyata.
c Belajar adalah sebuah proses aktif dimana makna dikembangkan berdasarkan
pengalaman. d
Pertumbuhan konseptual berasal dari negoisasi makna, saling berbagi tentang perspektif ganda dan pengubahan representasi mental melalui pembelajaran
kolaboratif. e
Belajar dapat dilakukan dalam setting nyata, ujian dapat diintegrasikan dengan tugas-tugas dan tidak merupakan aktivitas yang terpisah penilaian autentik.
Piaget dalam Suyono 2011 mengungkapkan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitifnya atau peta mentalnya untuk memahami
dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan disekelilingnya. Lebih lanjut, Piaget menyatakan bahwa struktur kognitif anak meningkat sesuai dengan
perkembangan usianya, bergerak dari sekedar refleks-refleks awal seperti menangis dan menyusun, menuju aktivitas mental yang kompleks. Melihat dari
teori konstruktivisme menurut Piaget, jika dikaitkan dalam konteks pelaksanaan pembelajaran guru sebaiknya menciptakan kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan tahap perkembangan anak. Selain itu, membuat sebuah kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik seperti melakukan sebuah permainan juga dapat
membantu memberi stimulus kepada anak untuk mengasah kemampuan kognitifnya.
Sedangkan teori belajar konstruktivisme menurut Vygotsky, ia lebih suka menyatakan teori pembelajarannya sebagai pembelajaran kognisi sosial. Vygotsky
beranggapan bahwa lingkungan sosial sebagai penentu perkembangan individu. Interaksi dengan lingkungan dan teman sebaya akan meningkatkan perkembangan
intelektual individu. Melihat dari cara pandang Vygotsky mengenai teori konstruktivisme maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran akan
tercapai bila pendidikan yang diberikan sesuai dengan perkembangan peserta didik. Tidak hanya melihat tahap perkembangan peserta didik, namun perlu juga
memperhatikan lingkungan serta budaya yang ada di sekitar.
3. Desain Pembelajaran