Sejarah Kurikulum di Indonesia Permainan Anak

Pengertian kurikulum yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan segala sesuatu yang sudah direncanakan secara matang oleh pihak yang berwenang untuk dijadikan acuan dalam kegiatan belajar mengajar sampai dengan tujuan pembelajaran dan harus memperhatikan aspek perkembangan peserta didik. Oleh sebab itu, tidak menutup kemungkinan jika sering terjadi perubahan kurikulum yang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan kurikulum menjadi solusi terhadap persoalan yang dihadapi bangsa, karena berhasil atau tidaknya sebuah pendidikan sangat tergantung pada kurikulum yang berlaku Fadillah, 2014.Perkembangan dan perubahan kurikulum sering terjadi karena pada prinsipnya pendidikan bertujuan menyiapkan peserta didik agar dapat bersaing sesuai dengan keadaan zaman.

5. Sejarah Kurikulum di Indonesia

Pergantian kurikulum di Indonesia sudah merupakan hal yang biasa dalam dunia pendidikan. Menurut Widijanto dalam forum Mangunwijaya VII 2013 jika dilihat dari sejarah perkembangan kurikulum, Indonesia sudah mengalami hingga sepuluh kali pergantian kurikulum. Pada zaman Orde Lama terdapat tiga kurikulum yaitu: tahun 1947, tahun 1952, dan tahun 1964. Di zaman Orde Baru lahir empat kurikulum: tahun 1968, tahun 1975, tahun 1984, dan tahun 1994. Saat masa reformasi lahir kembali dua kurikulum: tahun 2004 dan tahun 2006. Tidak hanya berhenti pada kurikulum tahun 2006 atau yang sering didengar dengan istilah KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kini kurikulum di Indonesia sudah mulai bergeser ke Kurikulum 2013. Adanya pergantian kurikulum yang terjadi berulang kali adalah karena keinginan pemerintah untuk mengevaluasi kurikulum pendidikan nasional. Evaluasi dimaksudkan agar pembelajaran lebih efektif Nuh, 2012 dalam Forum Mangunwijaya, 2013. Penerapan Kurikulum 2013 dilaksanakan secara terbatas dan bertahap, mulai tahun ajaran 2013 Juli 2013 pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, dimulai di kelas I dan IV untuk SD, kelas VII SMP, dan kelas IX SMA Mulyasa, 2014: 9. Berubahnya Kurikulum 2006 KTSP ke Kurikulum 2013 adalah bertujuan untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Melihat dari pergantian Kurikulum yang berulang kali dilakukan di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa adanya pergantian Kurikulum sebenarnya bertujuan untuk menciptakan kualitas pendidikan yang lebih baik. Jika kualitas pendidikan sudah baik, tentu masa depan bangsa ini akan menjadi lebih baik lagi dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat menciptakan lulusan- lulusan yang berkompeten dan siap bersaing.

6. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK yang pernah diujikan pada tahun 2004 Mulyasa, 2014. Landasan yang digunakan sebagai pijakan pada pengembangan kurikulum 2013 secara eksplisit menganut pendekatan terintegrasi melalui pendekatan tematik Sundayana, 2014. Adapun keunggulan dari kurikulum 2013 menurut Mulyasa 2014 adalah, pertama: kurikulum 2013 menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah kontekstual, karena berangkat, berfokus, dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Peserta didik merupakan subjek belajar dan proses belajar berlangsung secara alamiah dalam bentuk kerja dan mengalami berdasarkan kompetensi tertentu. Kedua: kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan-kemampuan lain. Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan, kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, serta pengembangan aspek- aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal berdasarkan standar kompetensi tertentu. Ketiga: ada bidang-bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama yang berkaitan dengan keterampilan. Berdasarkan hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa Kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dengan menggunakan pendekatan yang bersifat kontekstual, menekankan pendidikan karakter pada siswa, dan mengembangkan keterampilan siswa sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

a. Pembelajaran Tematik Terpadu

Pembelajaran tematik pada hakikatnya merupakan model pembelajaran terpadu, yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan autentik Trianto, 2011. Pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Tema-tema tersebut terdiri dari berbagai muatanmata pelajaran. Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe atau jenis daripada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa Depdiknas, 2006 dalam Trianto, 2011. Dalam pembelajaran tematik, pembelajaran yang dilakukan lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif. Selain itu pembelajaran tematik juga menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu learning by doing. Oleh sebab itu, guru perlu membuat suatu rancangan pembelajaran dan mengemas suatu pembelajaran agar dapat bermakna bagi siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif Trianto, 2011. Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar dapat sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya. Sejalan dengan pengertian ahli di atas, menurut Majid 2013 menjelaskan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah sebagai pendekatan mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep yang telah mereka pahami. Berdasar uraian beberapa teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang mengaitkan beberapa muatan pembelajaran yang dapat saling berkesinambungan antara satu muatan dengan muatan lainnya.

b. Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik merupakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dikaitkan dengan suatu proses yang ilmiah. Pendekatan saintifik dianggap sebagai dasar perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik Kemendikbud, 2014. Pendekatan ilmiah scientific approach dalam pembelajaran meliputi kegitan mengamati, menanya, mengumpulkan informasimencoba, mengasosiasimenalarmengolah informasi, serta menyajikan atau mengkomunikasikan. Melihat dari pengertian mengenai pembelajaran saintifik, maka pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang lebih mengacu pada proses belajar peserta didik.

c. Penilaian Autentik

Penilaian yang digunakan pada kurikulum 2013 adalah penilaian autentik. Penilaian autentik sendiri sebenarnya merupakan suatu istilah untuk menjelaskan berbagai metode penilaian yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelsaikan tugas dan menyelesaikan masalah Kemendikbud, 2014: 34. Penilaian autentik berupaya memberikan tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis moral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antar sesama Wiggins, 1993 dalam Kemendikbud: 34. Penilaian autentik memiliki tiga jenis penilaian, yaitu: 1 Penilaian sikap, 2 Penilaian pengetahuan, dan 3 Penilaian keterampilan. Atas dasar itu, maka penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik. Guru perlu paham benar mengenai penilaian autentik karena dalam penilaian autentik akan tampak segala proses belajar siswa. Mulai dari menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa saja yang sudah atau belum diketahui oleh peserta didik, sehingga guru dapat benar-benar mengetahui dimana letak kelebihan dan kelemahan dari masing- masing peserta didik. Menurut Sundayana 2014: 21-30 Kurikulum 2013 memiliki karakteristik sebagai berikut: a Pendekatan Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan alamiah. Pendekatan alamiah scientific approachdalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan Permendikbud, 2013. b Kompetensi Kurikulum 2013 dilihat dari sisi tujuan yang berbasis pada kompetensi mencakup kompetensi yang memadukan sikap dan perilaku karakter, pengetahuan, dan keterampilan termasuk keterampilan berpikir. Sebagaimana ditegaskan dalam Permendikbud Nomor 65 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah, rumusan kompetensi dijenjangkan berdasarkan: 1 Tingkat perkembangan peserta didik, 2 Kualifikasi Kompetensi Indonesia, 3 Penguasaan kompetensi yang berjenjang. Selain itu, tingkat kompetensi juga memperhatikan tingkat kerumitankompleksitas kompetensi, fungsi satuan pendidikan dan keterpaduan antar jenjang yang relevan. c Isi Kurikulum Sejalan denan pendekatan yang dianutnya,isi kurikulum 2013 menggunakan tema sebagai perekat berbagai bidang studi. Untuk tingkat Sekolah Dasar pemilihan isi kurikulum dengan thematic design. Isi kurikulum adalah berupa tema yang dapat dikembangkan ke dalam anak tema atau biasa disebut dengan subtema yang fungsinya adalah mengintegrasikan berbagai muatan pembelajaran dalam struktur kurikulum SD. d Pembelajaran Melihat dari sisi pembelajaran, kurikulum ini berpusat pada peserta didik student centered-active learning dengan pembelajaran yang kontekstual, khususnya terkait dengan pengembangan tema. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik terebut, dipandu oleh guru dengan menerapkan pembelajaran berbasis penelitian inquiry-based learning dan pembelajaran berbasis projek project-based learning. Menurut permendikbud nomor 65 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah, kedua pendekatan dalam pembelajaran tersebut diterapkan untuk membantu peserta didik mencapai Kompetensi Inti KI, Kompetensi Dasar KD dan berimbas pada ketercapaian Standar Kompetensi Lulusan SKL. Adapun tahap pembelajaran dalam Kurikulum 2013 yaitu, mengamati observing, menanya questioning, melakukan percobaan experimenting, mengumpulkan dan menghubungkan informasi collecting and associating, dan mengkomunikasikan communicating. e Penilaian Penilaian dalam Kurikulum 2013 mengacu pada penilaian autentik. Penilaian autentik adalah upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisis moral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antar sesama mealui debat, dan sebagainya Wiggins, 1993 dalam Kemendikbud 2014: 34. Penilaian autentik harus mampu menggammbarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik.

7. Pembagian Materi

Materi dalam penelitian ini adalah mengambil tema pertama semeter 1 pada kelas I SD, yaitu tema Diriku. Terdapat empat subtema dalam tema Diriku yaitu Aku dan teman Baruku, Tubuhku, Aku Merawat Tubuhku, dan Aku Istimewa. Penelitian ini berfokus pada penyusunan perangkat pembelajaran RPPH subtema Tubuhku.

a. Tema Diriku

Tema Diriku adalah tema pertama dari empat tema pada jenjang kelas I SD semester 1. Tema Diriku terdiri atas empat subtema yaitu 1 Aku dan Teman Baru, 2 Tubuhku, 3 Aku Merawat Tubuhku dan 4 Aku Istimewa, seperti dapat terlihat pada buku guru dan buku siswa kelas I SD. Tema Diriku mengangkat topik tentang kehidupan dasar pada manusia yaitu mengenai mengenal dan merawat anggota tubuh. Sumber: Buku Guru SDMI kelas I SD.

b. Subtema Tubuhku

Subtema tubuhku merupakan subtema kedua dari tema diriku. Subtema ini berisikan mengenai pengenalan-pengenalan nama anggota tubuh kepada siswa. Terdapat enam pembelajaran pada subtema ini. Adapun muatan yang ada pada tema ini antara lain adalah: PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, PJOK, dan SBDP. Sumber: Buku Guru SDMI kelas I SD

8. Permainan Anak

Anak-anak umumnya menyukai bermain. Banyak permainan yang biasa dilakukan oleh anak-anak. Menurut Huizinaga 1990 dalam permainan terdapat 3 ciri yaitu 1 bebas, kebebasan, 2 permainan bukanlah kehidupan yang “biasa” atau “yang seungguhnya”, dan 3 tertutup, terbatas. Ia “dimainkan” dalam batas- batas waktu dan tempat tertentu. Ia berlangsung dan bermakna dalam dirinya sendiri. Permainan dimulai dan berakhir pada suatu saat tertentu. Ia “dimainkan sampai selesai”. Selama permainan berlangsung, ada gerak, ada langkah, selingan, giliran, jalinan cerita dan penguraian. Setiap permainan memiliki aturan-aturannya sendiri dan aturan dalam permainan bersifat mengikat secara mutlak. Bermula dari sebuah permainan yang biasa dimainkan dan terus menerus diturunkandiajarkan kepada generasi yang lebih muda, lama kelamaan permainan tersebut menjadi membudaya. Berasal dari nilai budaya tersebut lah maka permainan anak zaman dahulu kini memiliki istilah menjadi permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan salah satu hasil budaya masyarakat dari suatu daerah atau wilayah tempat tinggal yang diajarkan secara turun temurun. Permainan tradisional anak dianggap sebagai satu unsur budaya yang cukup penting dan memberikan warna khas tertentu pada suatu kebudayaan Ahimsa Putra, 2004. Ada permainan yang menggunakan alat atau perlengkapan dan permainan yang tidak menggunakan alat. Permainan anak, memiliki kedudukan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, terutama berfungsi sebagai hiburan yang mengasyikan diwaktu senggang atau sebagai sarana sosialisasi bagi anak- anak. Umumnya permainan anak dimainkan lebih dari satu anak, hal ini tentu sangat baik untuk belajar membangun kebersamaan. Dari permainan tersebut anak dapat belajar bersosialisasi, memahami orang lain, bermusyawarah, dan mendapat nilai budaya yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat Sujarno, 2013 Pada permainan anak, terkandung nilai-nilai yang sangat penting bagi perkembangan fisik ataupun jiwa anak-anak. Secara tidak sadar, mereka telah belajar bersosialisasi dengan lingkungan sebagaimana nanti kehidupan di masyarakat setelah dewasa. Permainan tradisional dapat membuat anak mampu bersosialisasi dalam masyarakat dengan baik Boedhisantoso dalam Sujarno, 2013. Melihat dari teori yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa melalui bermain, anak-anak dapat belajar norma-norma sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat, dan mengenal nilai-nilai budaya. Bermain juga mengajarkan kepada anak tentang pergaulan yang nantinya dapat berguna bagi kehidupan dan kepribadiannya. a Permainan Tradisional Jamuran Permainan jamuran adalah permainan tradisional yang menggunakan alunan lagu dalam melakukan permainannya. Kata jamuran berasal dari kata “jamur” yang berarti cendawan dan mendapat akhiran –an Dharmamulya, 2005: 83. Jamur adalah tanaman berbentuk bulat, maka permainan jamuran pun memvisualisasikan bentuk jamur yang bulat tersebut ke dalam bentuk lingkaran Sujarno, 2013: 109. Peralatan yang digunakan dalam permainan ini hanya sebuah teks lagu. Banyak versi lagu dari permainan jamuran ini, semua tergantung dari tiap daerah. Salah satu versi dari lagu jamuran taersebut adalah sebagai berikut: Jamuran ya ge ge thok Jamur apa ya ge ge thok Semprat semprit badhe jamur apa? Perserta dalam permainan ini tidak ditentukan, namun biasanya berjumlah antara 4-12 orang. Batasan usia untuk permainan jamuran juga tidak mengikat, namun idealnya berusia 6-12 tahun Sujarno, 2013: 111. Permainan jamuran mempunyai aturan dasar dalam jalannya permainan, jalannya permainan terbagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut: 1 permainan dimulai dari seorang anak mengajak teman-temannya untuk bermain jamuran, anak selanjutnya melakukan hompimpah. Hompimpah dilakukan lebih dari dua orang, apabila peserta tinggal 2 maka dilakukan pingsut untuk menentukan anak yang menjadi pemain “jadi”, 2 semua anak yang menang berjalan bergandengan tangan mengelilingi pemain jadi sambil menyanyikan lagu jamuran, 3 bersamaan dengan berakhirnya menyanyikan lagu jamuran berhenti pula langkah anak-anak dalam mengelilingi pemain jadi. Kemud ian pemain “jadi” segera memberikan jawaban yang diajukan semua pemain diakhir kalimat lagu jamuran, 4 setelah mendengar jawaban dari pemain jadi, semua peserta kecuali pemain jadi segera membubarkan diri memenuhi jawaban pemain jadi namun masih dalam arena permainan tersebut, 5 apabila ada satu anak yang tidak memenuhi jawaban yang diiginkan oleh pemain jadi maka pemain tersebut menggantikan pemain jadi Sujarno, 2013. Permainan jamuran memiliki fungsi sebagai sarana sosialisasi antar teman, sehingga permainan tersebut sangat cocok dan sesuai untuk anak usia 6-12 tahun sebagai sarana untuk memunculkan rasa percaya diri mereka di depan teman- temannya. b Permainan Do Mi Ka Do Permainan Do Mi Ka Do merupakan permainan yang menggunakan aktivitas tangan dan diiringi dengan nyanyian. Permainan ini umumnya dimainkan di dalam ruangan dan tidak memerlukan ruang yang luas. Jumlah pemain dalam permainan Do Mi Ka Do biasanya berjumlah 5-10 orang anak. Iringan lagu pada permainan tersebut adalah sebagai berikut: Do mi ka do, mi ka do Es ka es ka do, bea beo Cis Cis One Two Three Four Five Six Seven Eight Nine Ten Cara memainkan permainan ini adalah, semua pemain membentuk lingkaran. Telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri temannya. Permainan dimulai dengan telapak tangan kanan menepuk telapak tangan kanan teman di sebelahnya, kemudian sambung menyambung sesuai dengan iringan lagu. Orang yang telapak tangannya terkena tepuk saat iringan lagu berakhir, maka ia harus keluar dari lingkaran. Permainan dilanjutkan hingga tersisa dua orang. Dua orang tersebut harus bersaing untuk mempertahankan agar tangannya tidak terkena tepuk. Jika ada salah satu yang terkena tepuk, maka orang terakhir yang tersisa itulah yang menjadi pemenangnya. c Permainan Lompat Karet Permainan tradisional lompat karet merupakan salah satu dari sekian banyak permainan tradisional yang ramah lingkungan. Selain tidak membutuhkan peralatan yang rumit, permainan lompat karet juga tidak membutuhkan biaya yang mahal. Permainan lompat karet bersifat kelompok, artinya permainan ini tidak dapat dilakukan sendiri, paling tidak dibutuhkan tiga orang peserta Sujarno, 2013. Fungsi permainan lompat karet adalah secara tidak sadar anak sebenarnya sedang melakukan olahraga. Selain sebagai sarana olahraga, permainan lompat karet juga berfungsi sebagai sarana sosialisasi. Alat yang dipergunakan dalam permainan adalah berupa beberapa buah karet yang dipersambungkandijalin sedemikian rupa seperti rantai dan panjangnya kira-kira 5 meter. Menurut Husna 2009 cara memainkan permainan lompat karet adalah dua orang masing-masing disisi kanan dan kiri memegangi tali karet. Pemain yang lain harus meloncatinya. Tinggi karet mulai dari semata kaki, kemudian naik selutut, lalu sepaha, kemudian sepinggang. Pada ketinggian tersebut, setiap pemain harus mampu meloncatinya tanpa menyentuh tali karet. Selanjutnya adalah setinggi dada, dagu, telinga, ubun-ubun. Pada ketinggian tersebut pemain diperbolehkan melompat dengan menyentuh karet. Bila terdapat pemain yang tidak mampu melompat karet dengan benar, maka ia akan bertukar posisi menjadi pemegang ujung tali karet.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat lima penelitian yang relevan dengan judul dalam penelitian ini. Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sujilah 2009 tentang penggunaan metode bermain untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar matematika siswa kelas I. Tujuan dari penelitian tersebut adalah: 1 Meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran matematika dengan metode bermain, 2 Meningkatkan prestasi belajar matematika siswa MI Sultan Agung Kelas I dengan metode bermain. Penelitian yang dilakukan Sujilah 2009 merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas PTK dengan menggunakan dua siklus. Hasil dari penelitian tersebut adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan metode bermain, siswa lebih beminat. Hal ini dibuktikan pada siklus I minat belajar siswa sebesar 5,48 degan kategori sedang dan pada siklus II mencapai 86,32 dengan kategori sangat tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Sujilah 2009 relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, karena dalam penelitian tersebut menggunakan metode bermain dan subyek penelitiannya adalah siswa kelas I SD. Hal tersebut hampir sama dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Pemilihan permainan sebagai media dalam pengajaran juga sesuai dengan tahapan peserta