Pada tingkatan nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance from small to large, collectivism vs
individualism, femininity vs masculinity, dan uncertanity avoidance from weak to strong. Dimensi power distance jarak kekuasaan
merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism menggambarkan
suatu masyarakat dimana pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana
individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana
peran sosial gender terhadap perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan masyarakat dalam mana individu akan merasa terancam
dalam suatu ketidakpastian. Pada keluarga, dimensi power distance jarak kekuasaan mencakup indikator: ketaatan kepada norma keluarga,
penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan, pengaruh otoritas orang tua terus menerus sepanjang hidup
dan ketergantungan. Dimensi collectivism vs individualism mencakup: demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber
daya bersama, kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar peraturan dan
keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Dimensi femininity vs masculinity mencakup indikator: relasi anak dan orangtua
ada jarak, perbedaan peran orang tua, peranan wanita yang lebih rendah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dari pria dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati. Sedangkan dimensi uncertainty avoidance mencakup indikator yang meliputi:
toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif, keluarga sabagai tempat belajar dan kepemilikan aturan.
C. Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini
juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus
cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada
generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk
memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Antropolog Clifford Geertz mendefinisikan kultur sebagai suatu pola
pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun implisit. Merujuk pada konteks organisasi Depdiknas, 2004
kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu
tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau keyakinan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi batiniah dan lahiriah. Dari sisi batiniah berupa nilai, prinsip, semangat, keyakinan yang
dianut oleh organisasi. Pada sisi lahiriah berupa aturan atau prosedur yang mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun
informal, prosedur kerja yang harus diikuti anggota organisasi, kebiasaan kerja yang dimiliki keseluruhan anggota kelompok.
Kultur sekolah merupakan suatu sistem sosial yang mempunyai organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara anggotanya yang
bersifat unik pula. Tiap-tiap sekolah mempunyai kultur yang bersifat unik. Tiap-tiap sekolah mempunyai aturan, kebiasaan, serta lambang-lambang
yang memberikan corak khas kepada sekolah yang bersangkutan. Kultur mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar siswa.
Apa yang dihayati siswa berupa sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan dan juga sikap terhadap nilai-nilai bukan berasal dari
kurikulum sekolah yang bersifat formal melainkan berasal dari kultur sekolah.
Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut
sekolah tersebut. Kualitas ini mewujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan anggota sekolah, kepala sekolah, para guru, para tenaga
kependidikan bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah Depdiknas, 2004. Jadi sesuai
dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.
Menurut Dapiyanta 1995:93 kultur sekolah merupakan perilaku lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah
yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis, selalu berproses. Kultur sekolah yang positif dapat
menghasilkan produk kultur yang baik seperti: peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin
hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang baik serta interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif
akan tercermin dalam organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, kebijakan, aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan serta
penampilan fisik Arief Ahmad,http:www.pikiran-rakyat.comcetak1004 110310.htm
Berdasarkan pengertian kultur tersebut di atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos
dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala
sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di
sekolahwww.geocities.compakguruonlinepradigma_pdd_ms_depan_36. httm.
2. Dimensi Kultur Sekolah Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu: a national