hasil belajar tetap dimiliki siswa. Proses belajar terdiri dari proses penerimaan, pengolahan, dan pengaktifan yang berupa
penguatan serta pembangkitan kembali untuk dipergunakan. Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti semua proses tersebut
berjalan lancar, akibatnya proses penggunaan hasil belajar terganggu.
6 Menggali hasil belajar yang tersimpan Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses
pengaktifan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari
kembali, atau mengkaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan
pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. 7 Kemampuan berprestasi
Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar yang membuktikan keberhasilan belajar dalam memecahkan
tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Kemampuan berprestasi terpengaruh oleh proses penerimaan, pengaktifan,
prapengolahan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.
8 Rasa percaya diri siswa Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri
bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap
pembuktian ”perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka
semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat.
9 Intelegensi dan keberhasilan belajar Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman
kecakapan untuk dapat bertindak terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan
tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
10 Kebiasaan belajar Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar
yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain: belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan
kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, bergaya sok menggurui atau bergaya minta ”belas kasih” tanpa belajar.
Kebiasaan-kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat
diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11 Cita-cita siswa Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu didikan yang harus
dimulai sejak sekolah dasar. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi siswa.
b. Faktor eksternal 1 Guru sebagai pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi
pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khususnya
berkenaan dengan kebangkitan belajar yang merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru pengajar, guru bertugas
mengelola kegiatan belajar siswa di sekolah. Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa meliputi: pembangunan
hubungan baik dengan siswa, menggairahkan minat, perhatian dan memperkuat motivasi belajar untuk berprestasi,
mengorganisasi belajar, melaksanakan pendekatan pembelajaran secara tepat, mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan obyektif,
melaporkan hasil belajar kepada orang tuawali siswa. 2 Prasarana dan sarana pembelajaran
Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti lengkapnya
sarana dan prasarana otomatis bisa menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar dengan baik.
3 Kebijakan penilaian Penilaian adalah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga,
bermutu, atau bernilai. Ukuran tentang hal itu berharga, bermutu, atau bernilai datang dari orang lain. Dalam penilaian hasil
belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru. Guru adalah pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun
desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.
4 Lingkungan sosial siswa di sekolah Lingkungan dimana siswa tinggal yang dapat berpengaruh
terhadap kehidupan siswa. Siswa yang berada di lingkungan yang dikondisikan untuk belajar, misalnya dibuat jam belajar malam
antara jam 19.00-21.00, maka siswa akan terdorong untuk belajar. Sementara siswa yang berada di lingkungan yang tidak
peduli pada pendidikan, maka siswa akan menjadi malas untuk belajar.
5 Kurikulum sekolah Program pembelajaran di sekolah mendasarkan pada suatu
kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum yang disyahkan oleh pemerintah, atau suatu
kurikulum yang disyahkan oleh suatu yayasan pendidikan dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
disusun berdasarkan kemajuan masyarakat. Perubahan kurikulum dapat mempengaruhi tujuan yang akan dicapai, isi pendidikan,
kegiatan belajar mengajar dan evaluasi pembelajaran. Perubahan kurikulum dapat menimbulkan masalah bagi guru, siswa maupun
elemen-elemen dalam sekolah dan juga orang tua siswa.
F. Kerangka Teoretik
1. Pengaruh locus of control pada hubungan kecerdasan emosional dengan
prestasi belajar. Kecerdasan Emosional EQ merupakan faktor penting yang
mempengaruhi hasil belajar. Hasil penelitian di sekolah-sekolah Amerika menunjukkan bahwa jika kecerdasan emosional berkembang
dengan baik maka akan sangat menentukan keberhasilan seseorang di kemudian hari, termasuk meningkatkan prestasi belajar
. Pelatihan-
pelatihan emosional self sciencesocial developmentlife skill merupakan upaya mengem-bangkan pengenalan emosi diri, mengolah
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan akan membentuk keseimbangan mental antara nalar
dan perasaan atau emosi. Hal-hal tersebut menjadi hal penting dalam pengembangan prestasi belajar seseorang. Hasil-hasil pembelajaran
keterampilan emosional di berbagai tempat di Amerika menunjukkan bahwa siswa yang telah mengikuti pendidikan pengembangan
emosional menunjukkan hasil yang lebih positif di bidang akademik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti pelatihan pengembangan emosional, misalnya membantunya dalam keterampilan
belajar, lebih peduli dan percaya diri Goleman, 2001:432-435 Hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa, diduga kuat berbeda pada individu dengan locus of control yang berbeda. Siswa dengan kecenderungan locus of control internal diduga
kuat mempunyai prestasi belajar yang tinggi dibandingkan siswa dengan locus of control eksternal. Hal demikian disebabkan siswa
dengan locus of control internal memiliki keyakinan diri yang tinggi, berprestasi, aktif, tidak mudah terpengaruh, mandiri, mampu
mengendalikan hidupnya, yakin akan keberhasilan hidupnya sehingga dengan kesadaran itu siswa akan belajar lebih giat untuk mencapai
prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan locus of control eksternal. Oleh sebab siswa dengan locus of control eksternal
mengandalkan penentu hidupnya dari luar dirinya, maka ia hanya pasrah menerima nasib dan keberuntungan, tanpa ada usaha merubah
keadaan menjadi lebih baik. 2.
Pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
Kultur keluarga adalah suatu nilai yang dimiliki masyarakat keluarga yang merupakan hasil kajianpengalaman yang berlangsung
turun temurun. Siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berbeda, diduga kuat mempunyai derajat hubungan yang tidak sama antara
kecerdasan emosional dengan prestasi belajarnya. Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil,
derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari
kultur keluarga dengan power distance besar. Siswa yang berasal dari keluarga dengan power distance kecil mempunyai ketaatan kepada
norma keluarga, penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan, pengaruh otoritas orang tua terus menerus
sepanjang hidup dan ketergantungan. Berbeda dengan siswa yang berasal dari keluarga dengan power distance besar dimana sebaliknya
sehingga melemahkan derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan individualism. Siswa
yang berasal dari keluarga dengan ciri collectivism mempunyai demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber
daya bersama, kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, perasaan bersalah jika melanggar peraturan, dan
keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Berbeda dengan siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan individualism terjadi
sebaliknya, sehingga melemahkan derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi
belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan femininity. Siswa
yang berasal dari keluarga dengan ciri masculinity relasi anak dan orang tua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peranan wanita yang
lebih rendah daripada pria, dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati. Berbeda dengan siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan
femininity dimana sebaliknya, sehingga melemahkan derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.
Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah, derajat hubungan kecerdasan
emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari kultur keluarga yang
bercirikan uncertainty avoidance yang kuat. Siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah toleransi
terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif, keluarga sebagai tempat belajar dan kepemilikan aturan. Berbeda dengan siswa yang
berasal dari keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance yang kuat dimana sebaliknya, sehingga melemahkan derajat hubungan kecerdasan
emosional dengan prestasi belajar siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI