Latar Belakang Masalah PENUTUP
Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan individualis. Hal demikian disebabkan siswa
yang berasal dari keluarga dengan kultur collectivism tinggi mempunyai demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya
bersama, kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan yang tidak boleh dilupakan, perasaan bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga
menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Sedangkan pada kultur keluarga yang bercirikan individualism memiliki karakteristik yang sebaliknya.
Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan femininity. Hal demikian disebabkan siswa yang
berasal dari keluarga dengan kultur masculinity mempunyai relasi anak dan orangtua ada jarak, perbedaan peran orangtua, peranan wanita yang lebih
rendah dari pria, dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati. Sedangkan pada kultur keluarga yang bercirikan femininity memiliki karakteristik yang
sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan
uncertainty avoidance yang lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang berasal dari keluarga yang bercirikan uncertainty PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
avoidance yang kuat. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari keluarga dengan kultur uncertainty avoidance lemah memiliki toleransi
terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif, keluarga sebagai tempat belajar, dan kepemilikan aturan. Sedangkan pada kultur keluarga bercirikan
uncertainty avoidance yang kuat memiliki karakteristik yang sebaliknya. Kultur sekolah diduga kuat juga menjadi pembeda derajat hubungan
kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya siswa. Pada kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa
diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan power distance besar. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari sekolah dengan kultur power
distance kecil perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik,
komunikasi dua arah di kelas, peranan orang tua pada anak di sekolah, aturan dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan
keuntungan orang tua dengan adanya proses pembelajaran di sekolah. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan power distance besar memiliki
karakteristik yang sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan
collectivism, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal
dari sekolah yang bercirikan individualism. Hal demikian disebabkan siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang berasal dari sekolah yang bercirikan collectivism akan mempunyai kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat
penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam pengerjaan tugas, dan tujuan berprestasi. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan
individualism memiliki karakteristik sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan
masculinity, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa pada sekolah
yang bercirikan femininity. Hal demikian disebabkan siswa yang berasal dari sekolah yang bercirikan masculinity siswa mampu menciptakan suasana
kompetisi di kelas, orientasi pada prestasi dan kompetisi guru. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan femininity memiliki karakteristik yang
sebaliknya. Pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan
uncertainty avoidance yang lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga kuat akan lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang berasal dari sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance yang kuat. Hal demikian disebabkan siswa dengan uncertainty avoidance yang
lemah memiliki tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan dan adanya kedekatan hubungan antara guru, siswa,
dan orang tua. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance yang kuat memiliki karakteristik yang sebaliknya.
Penelitian ini berusaha menganalisis dan menguji apakah variabel moderating locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah yang berbeda
memberi pengaruh terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Berdasarkan uraian dan persoalan di atas, maka penulis
mengambil judul “PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN KULTUR SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA
KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA”. Penelitian ini merupakan survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta
yang ada di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.