9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai keterampilan bercerita selama ini telah banyak dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penelitian-
penelitian tersebut merupakan penelitian tidakan kelas yang bertujuan untuk memperbaiki kemampuan bercerita siswa yang selama ini berlangsung.
Pustaka-pustaka yang mendasari penelitian ini adalah tulisan-tulisan hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Beberapa
penelitian yang mengangkat permasalahan pembelajaran keterampilan bercerita antara lain dilakukan oleh Mulyantini 2002, Octafiana 2006, Wijayanti 2007,
Lukmanati 2009, Fredricks 2009, Belet 2010, dan Dessea 2011. Mulyantini 2002 dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan
Keterampilan Bercerita dengan Menggunakan Media Kerangka Karangan pada Siswa Kelas II A SLTP Negeri 21 Semarang” menunjukkan adanya peningkatan
keterampilan bercerita dengan menggunakan media kerangka karangan. Peningkatan tersebut dibuktikan dari hasil penelitian siklus I, yaitu nilai rata-rata siswa mencapai
64,63 dan pada siklus II, siswa mencapai nilai rata-rata 81,05. Penerapan media kerangka karangan juga dapat mengubah perilaku siswa terhadap pembelajaran
bercerita ke arah yang positif.
Persamaan penelitian yang dilakukan Mulyantini dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengkaji tentang keterampilan bercerita pada siswa SMP. Adapun
perbedaannya yaitu terletak pada media dan teknik yang digunakan dalam pembelajaran. Pada penelitian Mulyantini peneliti menggunakan media kerangka
karangan, sedangkan penelitian ini menggunakan media wayang golek dan teknik cerita berangkai.
Octafiana 2006 meneliti dengan judul “Peningkatan Keterampilan Bercerita
dengan Alat Peraga Menggunakan Resep Gotong Royong dengan Media Wayang Dongeng pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Pecalungan Batang
”. Penelitian ini sangat menarik karena menggunakan media wayang dongeng sebagai alat dalam
pembelajaran, siswa tidak merasa canggung lagi bercerita menggunakan media wayang golek karena mereka tidak bercerita langsung meghadap siswa tapi dengan
media wayang dongeng mereka merasa menjadi tokoh dalam boneka tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Octafiana memiliki perbedaan dan persamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti tentang keterampilan bercerita dengan alat peraga. Perbedaan terletak pada
teknik dan media, Octafiana menggunakan resep gotong royong dan media wayang dongeng, sedangkan peneliti menggunakan teknik cerita berangkai dan media wayang
golek. Wij
ayanti 2007 juga meneliti dengan judul “Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Boneka pada Siswa Kelas VII-G SMP Negeri 4
Pemalang Tahun Ajaran 2006- 2007”. Penelitian ini sangat menarik karena
menggunakan media boneka sebagai media dalam pembelajaran. Siswa tidak merasa canggung lagi bercerita menggunakan media boneka karena mereka tidak bercerita
langsung menghadap siswa tapi dengan media boneka mereka merasa menjadi tokoh dalam boneka tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan siswa
dalam bercerita dengan media boneka yaitu pada siklus I siswa mendapat nilai rata- rata 73,4 kemudian pada siklus II terjadi peningkatan, yaitu 81,2.
Persamaan penelitian yang dilakukan Wijayanti dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti keterampilan bercerita siswa SMP. Perbedaan penelitian
Wijayanti dengan penelitian peneliti terletak pada medianya, penelitian yang dilakukan Wijayanti menggunakan media Boneka, sedangkan penelitian yang
dilakukan peneliti menggunakan media wayang golek. L
ukmanati 2009 dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Bercerita dengan Media Kaset Cerita Religi Anak Siswa Kelas II B Madrasah
Ibtidaiyah Al Amin Banaran Gunung Pati Semarang” menyimpulkan bahwa keterampilan bercerita siswa meningkat setelah dilakukan pembelajaran dengan
menggunakan media alternatif buku bergambar tanpa teks. Perubahan perilaku siswa mengakibatkan kemampuan bercerita siswa sebesar 15. Pada siklus I, siswa
memperoleh rata-rata 65,65. Pada siklus II rata-rata meningkat menjadi 75,50. Penelitian yang dilakukan oleh Lukmanati memiliki perbedaan dan persamaan
dengan penelitian peneliti. Persamaannya adalah pada objek yang diteliti yaitu
meneliti keterampilan bercerita siswa perbedaan terletak pada media yang digunakan. Lukmanati menggunakan media kaset cerita religi anak, sedangkan peneliti
menggunakan media wayang golek. Fredricks 2009
dalam sebuah artikel yang berjudul “Tell Me a Story”, melaporkan adanya sumber daya digital yang baru untuk bercerita di perpustakaan
sekolah dan di kelas. Fredricks menggunakan media program photo story dan movie maker yang menyediakan alat pembelajaran interaktif bagi siswa untuk menafsirkan
apa yang telah dipelajari dan bercerita, dan membuat laporan informatif. Bercerita digital akan mendukung melek media yang terkait dengan standar kompetensi.
Persamaan penelitian yang dilakukan Fredricks dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti keterampilan bercerita. Perbedaan penelitian Fredricks dengan
penelitian peneliti terletak pada medianya, penelitian yang dilakukan Fredricks menggunakan media program photo story dan movie maker, sedangkan penelitian
yang dilakukan peneliti menggunakan media wayang golek. Penelitian dilakukan oleh Belet 2010 dengan judul “The Use of Storytelling
to Develop The Primary School Students „ Critical Reading Skill: The Primary Education pre-
Service Teachers‟ Opinions”. Pada penelitian ini Belet mencoba mnerapkan konsep bercerita sebelum pelaksanaan pembelajaran oleh guru di sekolah
dasar Turki untuk meningkatkan keterampilan membaca kritis. Subjek kajian dalam penelitian ini diambil dari 53 guru peserta kursus musim semi tahun 2009-2010.
Berdasarkan analisis data hasil penelitian, sebagian besar guru menyatakan bahwa
bercerita akan mengembangkan keterampilan siswa untuk berpikir kritis, meningkatkan kemampuan menganalisis dan menghubungkan suatu peristiwa dalam
bercerita dengan kehidupan nyata. Persamaan penelitian yang dilakukan Belet dengan penelitian ini yaitu sama-
sama meneliti keterampilan bercerita. Perbedaan antara penelitian Belet dengan penelitian ini terletak pada media yang digunakan. Belet menggunakan cerita sebagai
media untuk meningkatkan keterampilan membaca kritis pada siswa sekolah dasar, sedangkan peneliti menggunakan wayang golek sebagai media.
Dessea 2011 dalam penelitiannya yang berjudul “Storytelling Upgrades
Using Media Images in Children Group B IN TK PKK Pendulum Malang” sangat
menarik karena menggunakan media gambar sebagai alat dalam pembelajaran. Siswa menjadi antusias untuk bercerita dan dapat melatih siswa berbicara dengan lancar dan
benar Penelitian yang dilakukan Dessea dengan penelitian peneliti memiliki
persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu sama-sama meneliti tentang keterampilan bercerita. Perbedaannya terletak pada media yang digunakan, Eka
Dessea menggunakan media gambar, sedangkan peneliti menggunakan media wayang golek.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian mengenai keterampilan berbicara khususnya bercerita siswa sudah banyak dilakukan.
Penelitian-penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara
siswa. Meskipun penelitian ini sudah banyak dilakukan, namun menurut peneliti, penelitian sejenis perlu dilakukan untuk menemukan berbagai alternatif teknik dalam
membelajarkan keterampilan berbicara kepada siswa. Penelitian ini menggunakan teknik cerita berangkai dan media wayang golek.
Dengan teknik cerita berangkai siswa tidak merasa takut untuk bercerita di depan kelas karena mereka bercerita secara berkelompok, dan siswa diminta untuk bercerita
secara bergantian dengan melanjutkan cerita dari teman sekelompoknya. Media wayang golek digunakan peneliti sebagai media, dengan wayang golek siswa tidak
merasa canggung untuk bercerita di depan kelas karena mereka tidak bercerita secara langsung tetapi dengan menggunakan wayang golek sebagai alat peraga untuk
bercerita. Kedudukan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya adalah sebagai
pelengkap dan penambah referensi.
2.2 Landasan Teoretis