20
2.1.5.1 Domain Kognitif
“Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi” Purwanto, 2014: 50. Bloom Good dan Brophy, 1990: 772;
Subino, 1987: 57; Azwar, 1987: 59-61; Arikunto, 1995 115-117; Gronlund dan Linn, 1990: 506; Suciati, 2001: 17 dalam Purwanto 2014: 50 membedakan
domain kognitif menjadi enam tingkat, dimulai dari tingkatan yang paling rendah sampai tingkat yang kompleks. Enam tingkat tersebut yaitu hapalan C1,
pemahaman C2, penerapan C3, analisis C4, sintesis C5, dan evaluasi C6. Selanjutnya Purwanto 2014: 50-1 menjelaskan bahwa kemampuan
menghafal knowledge, adalah kemampuan kognitif yang paling rendah. Pada ranah ini, siswa dituntut untuk memahami konsep, fakta, atau istilah tanpa harus
mengerti artinya. Kemampuan pemahaman comprehension adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta. Kemampuan penerapan aplication
adalah kemampuan kognitif untuk memahami aturan, hukum, rumus dan sebagainya. Siswa diharuskan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode-metode dalam kehidupan nyata. Kemampuan analisis analysis adalah memahami sesuatu dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur. Kemampuan
sintesis synthesis adalah kemampuan memahami dan mengorganisasikan bagian- bagian ke dalam unsur-unsur, sedangkan kemampuan evaluasi evaluation adalah
kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaiannya.
2.1.5.2 Domain Afektif
Taksonomi hasil belajar afektif dikemukakan oleh Krathwohl Winkel, 1996: 247; Sudjana, 1990:29-30; Subino, 1987: 23-26; Gronlund dan Linn, 1990;
21 508; Suciati, 2001: 19 dalam Purwanto 2014: 51-2 yang membagi hasil belajar
afektif menjadi lima tingkat yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Penerimaan receiving adalah kesediaan menerima rangsangan
yang datang kepadanya. Partisipasi atau merespon responding adalah kesediaan memberikan respon dengan berpartisipasi. Penilaian valuing adalah kesediaan
untuk menentukan pilihan sebuah nilai. Organisasi adalah kesediaan mengorganisasikan nilai-nilai yang dipilihnya untuk menjadi pedoman yang
mantap dalam perilaku, dan internalisasi adalah menjadikan nilai-nilai yang diorganisasikan untuk tidak hanya menjadi pedoman perilaku tetapi bagian dari
pribadi.
2.1.5.3 Domain Psikomotorik
Harrow Subino, 1987: 26-28, Sudjana, 1990: 30-31 dalam Purwanto 2014: 52-3 mengklasifikasikan hasil belajar psikomotorik menjadi enam:
gerakan refleks, gerakan fundamental dasar, kemampuan perspektual, kemampuan fisis, gerakan keterampilan, dan komunikasi tanpa kata. Namun, taksonomi yang
paling banyak digunakan adalah taksonomi hasil belajar psikomotorik dari Simpson Winkel, 1996: 249-250; Gronlund dan Linn, 1990: 510 dalam
Purwanto 2014: 53 yang mengklasifikasikan hasil belajar psikomotorik menjadi enam: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompleks dan kreativitas. Persepsi perception adalah kemampuan hasil belajar psikomotorik yang
paling rendah. Kesiapan set adalah kemampuan menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan. Gerakan terbimbing guided response adalah
22 kemampuan melakukan gerakan meniru model yang dicontohkan. Gerakan
terbiasa mechanism adalah kemampuan melakukan gerakan tanpa ada model contoh. Gerakan kompleks adaption adalah kemampuan melakukan serangkaian
gerakan dengan cara, urutan dan irama yang tepat. Kreativitas origination adalah kemampuan menciptakan gerakan-gerakan baru yang tidak ada sebelumnya atau
mengkombinasikan gerakan-gerakan yang ada menjadi kombinasi gerakan baru yang orisinal.
Berdasarkan konsepsi tersebut, hasil belajar dapat disimpulkan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu
interaksi tindakan pembelajaran yang berupa hasil belajar intelektual, kognitif, sikap dan nilai, serta hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
2.1.6 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan oleh guru atau pendidik di sekolah dasar adalah guru hendaknya memahami karakteristik siswa yang akan
diajarnya karena anak yang berada di sekolah dasar masih tergolong anak usia dini, terutama di kelas awal, adalah anak yang berada di rentangan usia dini. Masa
usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi
yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Siswa sekolah dasar merupakan masa transisi dari sekolah taman kanak-kanak
TK ke sekolah dasar.