Latar Belakang Masalah Drs. Subhilhar, MA, Ph.D

26 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu hal yang sejak dulu menjadi permasalahan dalam masyarakat dan membutuhkan perhatian khusus adalah penyalahgunaan narkoba. Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu permasalahan sosial. Masalah ini merupakan masalah yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan, serta berakibat negatif tidak hanya bagi penyandang masalah saja, melainkan juga bagi keluarganya, lingkungan sosialnya, dan dapat membahayakan masa depan bangsa dan negara. Masalah tersebut juga bukan hanya mengakibatkan ketergantungan narkoba secara fisik maupun psikis terhadap pemakainya, namun juga dapat mengakibatkan kehancuran pada perkembangan kepribadian korban yang pada gilirannya nanti akan berlanjut pada perbuatan yang mengarah pada kriminalitas yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat serta mengancam ketertiban, ketentraman,dan keamanan Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 27 masyarakat seperti pelacuran, kenakalan remaja, radikalisme, ekstrisme dengan jalan membunuh, menculik, menyandera dll. Pada awalnya penggunaan narkoba dan obat-obatan terlarang terbatas pada dunia kedokteran saja namun belakangan terjadi penyimpangan fungsi dan penggunaannya tidak lagi terbatas pada dunia kedokteran Budiarta, 2000. Penggunaan berbagai jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut narkoba dewasa ini cukup meningkat terutama dikalangan generasi muda. Morfin dan obat- obat sejenis yang semula dipergunakan sebagai obat penawar rasa sakit, sejak lama sudah mulai disalah gunakan. Orang-orang sehatpun tidak sedikit mengkonsumsi obat-obatan ini. Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang diakui banyak kalangan menjadi ancaman yang berbahaya bagi bangsa Indonesia. Peredaran narkotika di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Narkoba dirasakan sangat membawa pengaruh besar terhadap segala sendi kehidupan di dunia. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya NapzaNarkoba adalah salah satu permasalahan dunia yang sulit diberantas. Menurut BNN Ketua Badan Narkotika Nasional Pusat, Komjen Pol. Drs. Togar Sianipar mengatakan, penderita penyalahgunaan narkoba di dunia saat ini ada lebih kurang 200 juta orang dan 1-2 diantaranya terdapat di Indonesia dan 50 dari penyalahgunaan Narkoba itu tergolong generasi muda Sinar Indonesia Baru, Juni 2003. Jumlah itu akan semakin meningkat, karena diperkirakan jumlah penyalahgunaan Narkoba di Indonesia telah mencapai 3,3 persen dari total penduduk. Remaja usia 15-31 sebagai bagian dari kalangan pemuda banyak yang menjadi Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 28 korban dari narkoba napza ini. Tahun 1999 baru 1.833 kasus, meningkat menjadi 7.140 kasus tahun 2003 atau rata-rata naik 58 persen per tahun. Ini sunguh merupakan sebuah bencana bagi bangsa ini. Dibeberapa kota besar di Indonesia memiliki kecenderungan kasus narkoba di atas rata-rata angka nasional 3,9 persen, yaitu Medan 6,4 persen, Surabaya 6,3 persen, Maluku Utara 5,9 persen, Padang 5,5 persen, Bandung 5,1 persen, Banjarmasin 4,8 persen, dan Yogyakarta 4,1 persen. Selain itu Jakarta barat dan Sumatera Utara akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan mencolok Sripo, 22 Juni 2006. Menurut Sugi Pramono bahwa jumlah siswa pengguna narkoba saat ini di Sumut sudah sangat mengkhawatirkan, tercatat jumlah korban narkoba pada tahun 2001: 233 orang berusia 15-20 tahun, 329 orang usia 21- 25 tahun, 234 orang usia 26-30 tahun ke atas. Sejumlah 62 persennya adalah pelajar, mahasiswa dan pemuda Kompas, 11 Agustus 2006. Banyak cara dilakukan untuk menanggulangi masalah ini baik secara preventif maupun represif. Menurut Budiarta 2000, upaya preventif merupakan pecegahan yang dilakukan agar seseorang jangan sampai terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan narkoba. Sedangkan upaya represif artinya usaha penanggulangan dan pemulihan pengguna narkoba yang mengalami ketergantungan. Budiarta menambahkan bahwa usaha-usaha represif dapat dilakukan dengan mendirikan panti-panti rehabilitasi maupun Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO. Didalam RSKO atau panti rehabilitasi itulah nantinya dilaksanakan program-program pemulihan bagi pengguna narkoba. Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 29 Menurut Wresniwiro 2000, rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong, merawat dan merehabilitasi korban penyalahgunaan obat terlarang, sehingga diharapkan para korban dapat kembali kedalam lingkungan masyarakat atau dapat bekerja serta belajar dengan layak. Didalam proses pemulihan, disamping faktor- faktor dari luar seperti mengikuti program-program pemulihan dipanti rehabilitasi, ada faktor lain yang tampaknya juga penting, yaitu faktor dari dalam. Salah satu faktor yang berasal dari dalam adalah adanya keinginan individu untuk berhenti menggunakan narkoba serta memiliki keyakinan bahwa dirinya akan mampu melepaskan diri dari pengaruh narkoba tersebut. Perhatian pemerintah dan institusi lain cukup tinggi terhadap upaya rehabilitasi korban narkoba, untuk penanggulangan peredaran dan penggunaan narkoba, antara lain yang dilakukan pemerintah untuk memberantas peredaran obat-obat terlarang ini adalah membuat Undang-Undang tentang Narkoba. Pembuatan Undang-undang ini merupakan salah satu upaya mengatasi peredaran dan pengkonsumsian narkoba. Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika jelas menguraikan hukumansanksi bagi para pengedar dan pengguna. Tapi tampaknya Undang-Undang itu tak mampu memerangi kasus-kasus peredaran dan pemakaian Narkoba tersebut. Sarana untuk melengkapi perang anti narkoba terus dibangun. Selain banyaknya panti-panti rehabilitasi yang didirikan oleh masyarakat dan LSM, pemerintah kita telah mendirikan pusat panti rehabilitasi sosial yang langsung di bawah naungan dari Depsos R.I., satu di kota Bogor dan satunya lagi di kota Medan. Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 30 Pada Rapat Koordinasi Berkala Badan Narkotika Nasional BNN di Jakarta, menurut Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, jumlah lembaga rehabilitasi sosial milik pemerintah dan swasta untuk menampung korban narkoba saat ini hanya 70 buah di seluruh Indonesia. Ke-70 lembaga rehabilitasi korban narkoba itu hanya mampu menampung sekitar 3.500 korban narkoba. Padahal menurut Menteri Sosial, jumlah korban narkoba di Indonesia mencapai dua juta orang, sisanya berobat secara mandiri di rumah sakit, karena itu perlu penambahan jumlah lembaga rehabilitasi sosial bagi korban narkoba BNN, 2 Oktober 2003. Program Rehabilitasi dimaksud merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan, pendidikan dan latihan vokasional untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional sesuai dengan potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, sosial dan ekonomi. Pada akhirnya mereka diharapkan dapat mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba dan kembali berinteraksi dengan masyarakat secara wajar Dirjen Pelayanan dan Rehsos Depsos RI; 2002: 2 Hingga saat ini kajian tentang penerapan atau implementasi teknologi pelayanan sosial masih sangat terbatas, padahal telah banyak organisasi-organisasi pelayanan sosial yang harus menerapkan teknologi pelayanan sosial. Di bidang pelayanan sosial telah terjadi perubahan paradigma pelayanan sosial dari konvesional yang cenderung masih bersifat philantropis ke arah pemberian pelayanan sosial yang lebih profesional, yaitu memanfaatkan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang teknologi pelayanan sosial. Banyak panti yang berdiri tanpa Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 31 memikirkan kualitas dari pelayanan sosial yang diterapkan kepada warga binaannya. Pelayanan panti sosial di Indonesia masih konvensional dalam arti pelayanan yang diberikan masih bersifat “rutin”dan belum dapat disesuaikan dengan tuntutan kekinian Suhartono;2005:1. Secara teoritis pola pelayanan yang berkembang saat ini diduga memiliki kemampuan terapi yang lebih baik dibanding pola pelayanan sosial secara konvensional pola lama yang sudah diterapkan. Artinya adalah panti-panti lembaga-lembaga pelayanan harus segera mengantisipasi perkembangan teknologi pelayanan sosial. Sebab jika tidak institusi tersebut akan gagal mengatasi memenuhi kebutuhan masyarakat meningkatnya kasus-kasus korban-korban penyalahgunaan narkoba. Persoalannya saat ini adalah minimnya informasi yang dapat dirujuk untuk mengetahui pola pelayanan yang dilakukan oleh panti-panti pelayanan sejenis, padahal informasi ini sangat penting. Sehingga sering timbul berbagai masalah karena kurangnya penataan dan perbaikan teknologi pelayanan sosial tersebut. Teknologi pelayanan sosial yang efektif sangat dibutuhkan mengingat semakin banyaknya korban-korban narkoba di Indonesia. Teknologi pelayanan sosial merupakan suatu kegiatan panti yang sangat menentukan berhasil tidaknya program panti sosial tersebut. Teknologi pelayanan sosial yang diterapkan dalam setiap panti sosial pastilah berbeda-beda sekalipun panti tersebut sama-sama menangani bidang masalah korban penyalahgunaan narkoba.Tapi yang pasti pada umumnya panti yang bergerak dalam menangani korban-korban Napza basis teknologi pelayanannya hampir semua sama. Adapun teknologi pelayanan Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 32 sosial itu antara lain adalah : teknologi pelayanan sosial yang berbasis masyarakat, pelayanan sosial yang berbasis panti dan pelayanan sosial yang berbasis individual. Panti sosial yang menerapkan konsep “teknologi pelayanan sosial” dapat berpotensi menjadi sebuah panti yang berkualitas. Mengapa ? karena pembenahan dan penataan akan lebih jelas. Apa yang ditata, siapa yang menata, bagaimana menatanya, semuanya itu dijelaskan dalam konsep “Teknologi Pelayanan Sosial”. Tapi ironisnya banyak panti sosial di Indonesia ini yang belum mampu menerapkan “Teknologi Pelayanan Sosial” tesebut. Sehingga pola pelayanan sosial yang diberikan kurang memberikan hasil yang maksimal. Organisasi sosialpanti sosial yang tidak menerapkan konsep-konsep teknologi pelayanan sosial berimplikasi akan banyak masalah-masalah yang akan muncul dalam panti tersebut. Tentu dari Implikasi negatif tersebut yang menjadi korbannya adalah warga binaannya kelayan. Kesejahteraan warga binaan pastilah tidak akan terwujud. Salah satu contoh masalah yang akan timbul dalam panti sosial tersebut adalah tidak puasnya Warga Binaan Kelayan atau Resident. Dengan tidakpuasnya para Warga Binaan tersebut, tentu mereka akan merasa tidak betah jenuh tinggal dipanti. Apalagi dengan aturan panti yang menuntut disiplin dan pengawasan yang ketat. Jika pihak panti tidak serius dalam menganggapi respon dari warga binaannya itu maka masalah yang muncul akan semakin parah. Warga binaan bisa berontak atau melawan kepada pekerja sosial pembina karena merasa tidak mampu menerima pelayanannya. Yang paling disayangkan mereka bisa nekad lari dari panti. Selain masalah itu masih ada lagi masalah-masalah lain yang sering dihadapi panti, terutama Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 33 panti sosial yang menerapkan pola pelayanan sosial yang berbasis panti yaitu pemberian bimbingan keagamaan terhadap korban pecandu narkoba residentKelayan 1 . Pemberian bimbingan yang sifatnya spritual ini diberikan kepada resident yang kondisi kejiwaannya belum stabilnormal tentu itu merupakan sesuatu hal yang sangat bertentangan. Sehingga banyak Resident yang tidak betah untuk tinggal dipanti. Karena seharusnya bimbingan itu dilakukan pada saat residentkelayan sudah stabil fisik, mental psikologis dan sosialnya dan pemberian bimbingan keagamaan itupun dilakukan secara perlahan atau bertahap agar para kelayan yang menerima pelayanan tidak terkejut batin. Di kota Medan Panti yang langsung di bawah naungan Departemen Sosial R I adalah Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Medan yang didirikan tahun 1976. PSPP “Insyaf” Medan ini bergerak dalam memberikan pelayanan terhadap korban penyalahgunaan NarkobaNapza. Memang panti ini hanya menampung remaja laki-laki usia 17-24 tahun. Tapi dianggap cukup berperan dalam pemulihan korban- korban penyalahgunaan narkoba khususnya di Sumatera Utara. Tidak jauh berbeda dengan panti-panti sosial lain, panti PSPP “Insyaf” sendiri juga punya masalah dalam panti. Kegiatan-kegiatan di panti ini memang sudah dirumuskan cukup bagus. Hal itu tercermin dari kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dipanti seperti bimbingan fisik, bimbingan mental psikologis, bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan. Namun di panti yang menerapkan pola 1 Resident : kelayan korban Napza pemakai berat yang tinggal dan dibina di panti Pusat Rehabilitasi Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 34 pelayanan sosial yang berbasis panti ini masalah seperti contoh-contoh kasus yang diceritakan di atas sangat rentan terjadi. Panti “Insyaf” yang mempunyai dua kelas antara lain kelas Rehabilitasi TerpaduDetox dan kelas Konvensional. Kelas Rehabilitasi Terpadu adalah kelas bagi korban penyalahgunaan napza yang dalam kategori pecandu orang-orang pengguna berat. Istilah bagi orang – orang yang berada di kelas Rehabilitasi Terpadu itu disebut Resident. dan kelas Konvensional adalah kelas orang-orang penyalahgunaan napza yang dalam kategori ringan Eks pengguna. Dari hasil informasi yang penulis dapatkan bahwa PSPP “Insyaf” Medan sendiri punya masalah yang sama dengan contoh kasus yang telah diceritakan di atas. Yang antara lain adanya beberapa orang Warga binaan Resident yang lari dari panti. Hal itu sudah beberapa kali terjadi. Namun penulis menduga hal ini terjadi ada hubungannya dengan pelayanan sosial yang diterapkan di panti. Penulis belum bisa memastikan apakah masalah ini terjadi karena penerapan teknologi pelayanan sosial yang kurang bagus atau tidak. Hal inilah yang melatar belakangi penulis sangat tertarik mengangkat masalah pelayanan sosial ini. Hal-hal pokok yang menjadi alasan penulis mengangkat judul ini adalah sebagai berikut: 1. Ketidakjelasan polateknologi pelayanan sosial dalam sebuah panti dapat menimbulkan berbagai macam masalah. Semua panti tidak akan pernah luput dari masalah dan semua panti rawan akan masalah besar apabila teknologi Syafnita Hanura Silalahi: Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan, 2007. USU e-Repository © 2008 35 pelayanannya tidak ditata dengan baik. Di PSPP “Insyaf” tampak rentan timbulnya masalah itu dan sangat potensial akan timbulnya masalah-masalah lain. 2. Gambaran pelayanan sosial yang diterapkan pada korban penyalahgunaan Narkoba Warga Binaan di PSPP “Insyaf” belum jelas menunjukkan bahwa panti itu telah menerapkan teknologi pelayanan sosial atau masih menerapkan pelayanan sosial konvensional.

1. 2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Prevalensi Manifestasi Oral Pengguna Narkoba di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Sumatera Utara

7 89 71

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

8 116 152

PEMBERDAYAAN PEMUDA MELALUI PROSES REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LEMBAGA PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) YOGYAKARTA.

0 2 154

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 0 16

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 2 2

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 0 9

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 1 37

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih Chapter III VI

0 2 78

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 1 2

Model Penanganan Sosial bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih

0 0 8