87
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang hasil penelitian serta saran teoritis dan saran praktis.
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uji hipotesis utama yang dilakukan dengan menggunakan uji multiple regression,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  terdapat  pengaruh  yang  signifikan
antara  kematangan  emosi  dan  pola  asuh  orang  tua  terhadap  altruisme  pada mahasiswa  UIN  Syarif  Hidayatullah  Jakarta.  Hari  hasil  uji  hipotesis  minor  yang
menguji masing-masing koefisien regresi terhadap depenndent variable diperoleh tiga koefisien regresi yang signifikan, yaitu kemampuan beradaptasi, kemampuan
menguasai amarah dan pola asuh otoriter-permisif.
Dalam  penelitian  ini,  terdapat  beberapa  independent  variable  yang memiliki  pengaruh  positif  maupun  pengaruh  negatif  yang  signifikan  terhadap
altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun variabel yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap dependent variable diantaranya
adalah  kemampuan  beradaptasi  dan  kemampuan  menguasai  amarah.  Sedangkan untuk variabel yang berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap dependent
variable adalah pola asuh otoriter-permisif.
Kontribusi  variabel  kematangan  emosi  kemamdirian,  kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi dan kemapuan menguasai amarah,
pola  asuh  orang  tua  otoriter,  otoritatif  dan  permisif  dan  jenis  kelamin  dalam penelitian  ini  memberikan  sumbangsih  sebanyak  7,2  terhadap  bervariasinya
variabel altruisme pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.2 Diskusi
Variabel  independen  pertama  adalah  kematangan  emosi.  Secara keseluruhan  kematangan  emosi  berpengaruh  signifikan  terhadap  perilaku
menolong  altruisme,  hasil  ini  sesuai  dengan  penelitian  Gusti  dan  Margaretha 2010, bahwa kematangan emosi berpengaruh positif terhadap perilaku altruisme.
Selanjutnya  terdapat  dua  aspek  kematangan  emosi  yang  terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap altruism, yaitu:
a. aspek  kemampuan  beradaptasi,  memiliki  pengaruh  yang  positif  signifikan
terhadap  altruisme,  hal  ini  berarti  semakin  tinggi  kemampuan  seseorang beradaptasi  maka  semakin  tinggi  tingkat  altruis  seseorang,  hal  ini  selaras
dengan  penelitian  Gusti  dan  Margaretha  2010.  Menurut  Smitson  dalam Katskovsky    Garlow,  1976,  seseorang  yang  mampu  beradaptasi  dengan
baik,  ia  dapat  dengan  fleksibel  berhubungn  dengan  orang  lain  atau  situasi tertentu  secara  produktif,  sehingga  lebih  mudah  untuk  memberi  pertolongan
kepada orang lain. b.
Aspek  kemampuan  menguasai  amarah,  memiliki  pengaruh  yang  positif signifikan  terhadap  altruisme,  hal  ini  berarti  semakin  tinggi  kemampuan
seseorang  menguasai  amarah  maka  semakin  tinggi  tingkat  altruis  seseorang,
hal  ini  selaras  dengan  penelitian  Gusti  dan  Margaretha  2010.  Seseorang yang  mampu  menguasai  amarah  tahu  bagaimana  mengontrol  emosi  yang
tidak  dapat  diterima  secara  sosial  dan  mampu  bertahan  dengan  cara  yang diteriama  sosial  Hurlock,  1980.  Jadi  dapat  dikatakan  seseorang  yang
mampu mengontrol emosinya tahu kapan ia harus menolong orang lain.
Selanjutnya  mengenai  aspek  kematangan  emosi  yang  terbukti  tidak berpengaruh secara  signifikan terhadap altruisme.
a. Aspek kemandirian, hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian tidak
berpengaruh  secara  signifikan  terhadap  altruisme.  Seseorang  yang  mandiri adalah  seseorang  yang  mampu  mengatur  kehidupannya  sendiri,  mampu
memutuskan  apa  yang  dikehendakinya  dan  bertanggung  jawab  terhadap keputusan tersebut Smitson, dalam Katskovsky  Gorlow, 1976. Overstreet
dalam  Puspitasari    Nuryoto,  2002  mengungkapkan  seseorang  yang matang  tidak  menggantungkan  hidup  sepenuhnya  kepada  orang  lain  karena
seseorang  yang  matang  tahu  bahwa  setiap  orang  bertanggung  jawab  atas kehidupannya
sendiri-sendiri. Peneliti
menduga kemandirian
tidak berpengaruh  terhadap  altruisme  karena  adanya  perasaan  bahwa  setiap  orang
bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri-sendiri. b.
Aspek  kemampuan  menerima  kenyataan,  hasil  penelitian  menunjukkan bahwa kemampuan menerima kenyataan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap altruisme. Ini tidak sesuai dengan pendapat Smitson  Katskovsky Gorlow,  1976  yang  mengatakan  seseorang  yang  mampu  menerima
kenyataan  adalah  seseorang  yang  menggunakan  apa  yang  ada  pada  dirinya untuk  menghadapi  kenyataan  dan  secara  efektif  mengembangkan  pola
tingkah  laku  dan  pola  hubungan  dengan  orang  lain.  Sehingga,  seharusnya seseorang  yang  mampu  menerima  kenyataan  adalah  seseorang  yang
memahami  kondisi  orang  lain  yang  membutuhkan  pertolongan.  Peneliti menduga  kemampuan  menerima  kenyataan  tidak  berpengaruh  terhadap
altruisme  karena  tidak  semua  mahasiswa  UIN  Syarif  Hidayatullah  mapu menerima  kenyataan  hidup  dan  lebih  memilih  untuk  menyangkal  atau  lari
dari masalah karena takut akan resiko yang dihadapi.
Variabel independen yang kedua adalah pola asuh orang tua.
a. Pola  asuh  1  otoriter-permisif  memiliki  pengaruh  yang  signifikan  terhadap
perilaku  altruism  dengan  arah  yang  negatif.  Artinya  bahwa  ada  perbedaan rata-rata  altruisme  kelompok  pola  asuh  otoriter  dengan  kelompok  pola  asuh
permisif  diman  nilai  rata-rata  kelompok  pola  asuh  permisif  lebih  besar dibandingkan nilai rata-rata kelompok pola asuh otoriter.
b. Pola asuh 2 otoritatif-permisif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
altruisme.
Variabel  demografi  jenis  kelamin  tidak  berpengaruh  secara  signifikan terhadap  perilaku  altruisme.  Hal  ini  selaras  dengan  pendapat  Deaux,  Dane,  and
Wrightsman dalam Sarlito 2009. Peranan jenis kelamin terhadap kecenderungan seseorang untuk menolong sangat bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan
yang  dibutuhkan.  Laki-laki  cenderung  lebih  mau  terlibat  dalam  aktivitas