Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                Secara rinci perilaku altruisme ditentukan oleh beberapa faktor, kita harus melihat  berbagai  faktor  yang  dapat  diasumsikan  memberi  pengaruh  terhadap
munculnya  perilaku  altruisme.  Diantara  faktor  yang  mempengaruhi  altruisme dalam  Sears  1994  adalah  faktor  perasaan  dalam  diri  seseorang  emosi.
Penelitian  yang  berkaitan  dengan  altruisme  antara  lain  penelitian  dari  Hoffman membuktikan  bahwa  empati  meningkatkan  perilaku  menolong  orang  lain  Sears,
1994. Enright and Educational Psychology Study Group 1989, telah melakukan penelitian  mengenai  altruisme  dan  ditemukan  bahwa  kondisi  yang  melibatkan
altruisme adalah empati atau simpati terhadap orang lain yang membutuhkan, atau adanya hubungan yang dekat antara si pemberi dan si penerima Santrock, 2007.
Lebih  lanjut  mengenai  kemampuan  mengelola  emosi,  menurut  Hurlock 1990, individu yang dikatakan matang emosinya yaitu dapat melakukan kontrol
diri  yang  bisa  diterima  secara  sosial.  Individu  yang  emosinya  matang  mampu mengontrol  ekspresi  emosi  yang  tidak  dapat  diterima  secara  sosial  atau
membebaskan  diri  dari  energi  fisik  dan  mental  yang  tertahan  dengan  cara  yang dapat diterima secara sosial.
Smitson  dalam  Katkovsky    Gorlow,  1976  mengatakan,  kematangan emosi  adalah  suatu  proses  dimana  kepribadian  secara  terus  menerus  berusaha
mencapai  keadaan  emosi  yang  sehat  baik  secara  intrafisik  maupun  secara interpersonal.  Kematangan  emosi  memiliki  beberapa  karakteristik.  karakteristik
kematangan emosi menurut Smitson dalam Katkovsky  Gorlow, 1976 terbagi menjadi  tujuh  karakteristik  yaitu:  kemandirian,  mampu  menerima  kenyataan,
mampu  beradaptasi,  mampu  merespon  dengan  tepat,  kapasitas  untuk  seimbang, mampu berempati, dan mampu menguasai amarah.
Kematangan emosi bagi mahasiswa merupakan unsur yang penting karena individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosinya yang tidak
dapat  diterima  secara  sosial  atau  membebaskan  diri  dari  energi  fisik  dan  mental yang  tertahan  dengan  cara  yang  dapat  diterima  secara  sosial.  Adapun  dukungan
emosi  yang  matang  berpengaruh  dalam  sosialisasi  dengan  orang  lain  yang ditunjukkan  dengan  adanya  perilaku  menerima  dan  mengerti  orang  lain  atau
kelompok lain. Perkembangan  perilaku  menolong  dipengaruhi  oleh  banyak  faktor  selain
empati.  Salah  satunya  adalah  faktor  keluarga.  Pola  asuh  orang  tua  memiliki pengaruh  yang  amat  besar  dalam  membentuk  kepribadian  anak  yang  tangguh
sehingga  anak  berkembang  menjadi  pribadi  yang  percaya  diri,  berinisiatif, berambisi,  beremosi  stabil,  bertanggung  jawab,  mampu  menjalin  hubungan
interpersonal  yang  positif,  dan  berprilaku  altruisme.  Sedangkan  pola  asuh  yang menerapkan  disiplin  dan  sistem  hukuman  yang  berlebihan,  yang  tidak  berusaha
berkomunikasi,  memberikan  penjelasan,  pengertian,  dan  menerapkan  peraturan- peraturan  yang  konsisten,  dan  yang  secara  keterlaluan  memarahi  anak-anak
cenderung  menghalangi  perkembangan  perilaku  prososial  anak  Hastings,  Zahn- Waxler, Robinson, Usher  Bridge, 2000.
Tingkah  laku  sosial  altruisme  sebagai  bentuk  tingkah  laku  yang menguntungkan  orang  lain  tidak  terlepas  dari  peranan  pola  asuh  di  dalam
keluarga. Pola asuh yang bersifar otoritatif secara signifikan memfasilitasi adanya
kecenderungan  anak  untuk  tumbuh  menjadi  seorang  yang  mau  menolong,  yaitu melalui peran orang tua dalam menetapkan standar-standar ataupun contoh-contoh
tingkah laku menolong Bern dalam Sarlito, 2009 Pola  asuh  orang  tua  yang  otoritatif  juga  turut  mendukung  terbentuknya
internal  locus  of  control  yang  merupakan  salah  satu  sifat  dari  kepribadian altruistik  Baron,  Byrne,    Branscombe  dalam  Sarlito  2009,  yaitu  orang  yang
suka  menolong  memiliki  locus  of  control  internal  lebih  tinggi  dibandingkan dengan orang yang tidak suka menolong.
Selain  faktor  di  atas  peneliti  juga  ingin  mengetahui  apakah  jenis  kelamin demografi  juga  berperan  terhadap  perilaku  altruisme.  Dalam  penelitian  yang
dilakukan oleh Zimmer-Gembeck, et.al, 2005 ditemukan bahwa kecenderungan untuk  menolong  pada  anak  remaja  lebih  besar  pada  remaja  perempuan
dibandingkan  dengan  remaja  laki-laki  Sarlito,  2009,  dari  penelitian  tersebut peneliti  akan  memasukkan  jenis  kelamin  sebagai  faktor  demografi  untuk
pengetahui apakan jenis kelamin berpengaruh terhadap altruisme. Berdasarkan  uraian  di  atas,  maka  peneliti  tertarik  untuk  meneliti  mengenai
fenomena  altruisme  pada  mahasiswa,  karena  sebagian  orang  ada  yang memberikan  bantuan  kepada  orang  lain,  tetapi  dilain  pihak  ada  juga  orang  yang
sangat  tidak  peduli  pada  kesusahan  orang  lain.  Penelitian  ini  dilakukan  dengan tujuan  untuk  mendapat  pemahaman  yang  lebih  jelas  apakah  ada  pengaruh  pola
asuh orang tua dan kematangan emosi terhadap altruisme.
Pernyataan ini perlu dibuktikan lebih lanjut dalam suatu penelitian ilmiah, yang akan dituangkan dalam tul
isan dengan judu: “Pengaruh Kematangan Emosi dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Altruisme Pada Mahasiswa UIN Jakarta”.
1.2. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang dari sasaran yang dikehendaki dan supaya lebih fokus dan terarah, maka peneliti membatasi hanya pada variabel  yang akan
diteliti yaitu: altruisme, kematangan emosi, pola asuh orang tua dan jenis kelamin. Adapun pembatasan masalahnya, yaitu:
a. Altruisme  yang  dimaksud  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada  hasrat  untuk
menolong  orang  lain  tanpa  memikirkan  kepentingan  diri  sendiri  dan  salah satu  tindakan  dengan  alasan  kesejahteraan  orang  lain  tanpa  ada  kesadaran
akan timbal balik Myers, 2003. b.
Kematangan  emosi    yang  dimaksud  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada mampu  mengatur  kondisi  emosionalnya  dalam  menghadapi  keadaan  sekitar
maupun  dirinya  sendiri  dan  tidak  lagi  menampilkan  pola  emosional  anak- anak,  yang  ditandai  dengan  karakteristik  yaitu:  kemandirian,  mampu
menerima  kenyataan,  mampu  beradaptasi,  mampu  merespon  dengan  tepat, kapasitas untuk seimbang, mampu berempati, dan mampu menguasai amarah
Smitson dalam Katkovsky  Gorlow, 1976 c.
Kemandirian  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada  kemampuan  memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut.
d. Kemampuan    menerima  kenyataan  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada
kemampuan  menghadapi  kenyataan  dan  secara  efektif  menembangkan  pola tingkah laku dan pola hubungan dengan orang lain.
e. Kemampuan  beradaptasi  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada  kemampuan
berhubungan dengan orang lain atau situasi tertentu secara produktif. f.
Kemampuan  menguasai  amarah  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada kemampuan dalam mengendalikan emosi.
g. Pola asuh orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada sikap
orang  tua  terhadap  anak  dengan  mengembangkan  aturan-aturan  dan  kasih sayang  kepada  anak.  Dengan  tiga  tipe  pengasuhan  yang  dikaitkan  dengan
aspek-aspek  yang  berbeda  dalam  perilaku  sosial  anak:  otoriter,  otoritatif, permisif Baumrind dalam Santrock, 2002
h. Pola  asuh  otoriter  yang  dimaksud  dalam  penelitian  ini  mengacu  pada  sikap
orang  tua  yang  membatasi  dan  menghukum  yang  menuntut  anak  untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan dan usaha.
i. Pola asuh otoritatif yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada sikap
orang tua yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menerapkan batasan pada tindakan mereka.
j. Pola asuh permisif yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada sikap
orang  tua  yang  menghargai  ekspresi  diri  dan  pengaturan  diri,  hangat  jarang menghukum, tidak mengontrol dan tidak menghukum.
k. Jenis kelamin
                