karena hal itu menyebabkan murid menjauhi ilmu tersebut dan membuatnya malas mempelajarinya.
c. Ibnu Sina
Murid harus diperhatikan pendidikan akhlaknya. Metode yang diperlukan dalam mendidik akhlak murid di antaranya metode
pembiasaan, perintah dan larangan, contoh teladan serta memotivasi dengan pemberian hadiah dan hukuman.
d. Muhammad Abduh
Dalam kegiatan mengajar menekankan pada metode yang berprinsip pada rasio dalam memahami ajaran Islam sebagai
pengganti metode verbalisme menghafal. Sering pula mengajarkan huruf Arab dengan jelas dan sederhana.
5
Nilai yang terkandung dari metode yang digunakan para ulama muslim terdahulu tentunya merupakan dasar terbentuknya metode-metode
pembelajaran yang ada dalam proses pendidikan pada saat ini. Metode yang diterapkan oleh guru akan berdaya guna dan berhasil dalam mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
3. Metode Sorogan
a.
Pengertian Metode Sorogan
Menurut Abdullah Syukri, “Kata sorogan berasal dari bahasa jawa sorog yang berarti menyodorkan kitab kehadapan
kyai. Metode sorogan adalah bentuk pengajaran yang bersifat individual, di mana para santri satu persatu datang menghadap kyai
atau pembantunya dengan membawa kitab tertentu ”.
6
Metode sorogan, pelajaran diberikan oleh kyai. Mula-mula kyai tersebut membacakan materi yang ditulis dalam bahasa
Arab, kemudian menerjemahkan kata demi kata dalam bahasa daerah dan menerangkan maksudnya, setelah itu
santri diperintahkan untuk membaca dan mengulangi
5
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003, Cet. I, h. 92.
6
Abdullah Syukri, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, h. 73.
pelajaran tersebut satu persatu sehingga setiap santri menguasainya.
7
Pengertian lain mengenai metode sorogan adalah pembelajaran yang bersifat individual di mana para santri satu
persatu datang menghadap kyai dengan membawa kitab tertentu. Selanjutnya kyai membacakan kitab tersebut beberapa baris atau
kalimat demi kalimat dengan maknya. Setelah selesai santri mengulang bacaan tersebut sampai dirasa cukup dan bergantian
dengan yang lainnya.
8
Sebagai contoh dalam menerjemahkan dengan bahasa Jawa, kata utawi digunakan untuk menunjukan
mubtada’ sedangkan kata iku digunakan untuk menunjukan khabar sedangkan kata wis
untuk menunjukan bahwa kalimat itu adalah fi’il madhi.
9
Metode pembelajaran ini diberikan kepada santri pemula yang memang masih membutuhkan bimbingan khusus secara
intensif, karena dilakukan seorang demi seorang sehingga kyai mampu mengetahui kemampuan pribadi santri satu persatu. Namun
metode ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kedisiplinan santri, sehingga dalam metode sorogan ini diharapkan santri
memantapkan diri sebelum dapat mengikuti pembelajaran. Pengajaran di pesantren hampir seluruhnya dilakukan dengan
pembacaan kitab. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa metode sorogan adalah suatu cara penyajian pelajaran yang bersifat individual dengan guru ustadz dan murid
santri saling berhadapan selanjutnya guru membaca kitab kuning, murid meniru bacaan guru sehingga dalam proses penerimaan murid
7
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005, h.145.
8
Syukri, op. cit., h.73.
9
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat: Ciputat Press, 2002, Cet. I, h. 151.