negatif seperti gangguan, keramaian, atau ketidaknyamanan membuat keadaan menjadi lebih stres, tapi penelitian mengenai stres tetap konsisten menunjukkan
bahwa keadaan yang tidak terkontrol lebih membuat keadaan menjadi stres daripada keadaan yang terkontrol.
c. Situasi yang ambigu
Situasi ambigu lebih mengakibatkan keadaan stres daripada keadaan yang sudah jelas. Ketika keadaan menjadi ambigu, seseorang akan mengambil tindakan. Dia
harus lebih mengeluarkan energinya untuk memahami penyebab stres yang ada di sekitarnya, di mana akan memakan waktu lebih banyak untuk melihat
penyebabnya. d.
Situasi yang melebihi batas Seseorang memiliki batas dalam hidupnya. Ketika keadaan melebihi batas, akan
menybabkan stres bagi seseorang. Contohnya, salah satu penyebab dari stres dalam pekerjaan adalah pekerjaan yang terlalu menumpuk.
2.1.5 Langkah Penyesuaian Diri Terhadap Stres
Secara berturut turut, langkah yang dilakukan utuk penyesuaian diri terhadap stres adalah Suprapti, 2008: 37:
a Menilai situasi stres, yaitu menggolongkan jenis stres kategorisasi, dan
memperkirakan bahaya yang berkaitan dengan stres itu. b
Merumuskan alternatif tindakan yang dapat dilakukan dan menentukan tindakan yang paling mungkin untuk dilakukan.
c Melaksanakan tindakan adalah langkah yang paling sukar untuk dilakukan.
d Melihat feedback.
Jika langkah-langkah pertama berhasil maka diteruskan, kalau tidak segera lakukan alternatif lain. Tindakan yang diambil orang yang mengalami stres
kemungkinan hanya berfungsi untuk melindungi diri terhadap kemungkinan disorganisasi. Tindakan-tindakan ini merupakan tingkah laku yang sifatnya defensif.
Reaksi defensi tidak diarahkan pada sumber stres sehingga menghabiskan energi secara tidak efisien. Reaksi defensif juga tidak objektif tetapi subjektif dan emosional
tidak rasional. Reaksi defensif terjadi secara otomatis atau tidak disadari Suprapti, 2008: 38.
2.1.6 Stres dan Dukungan Sosial
Banyak penelitian yang menunjukkan manfaat dukungan sosial, diantaranya penelitian Cohen Hebert, dalam Aliyah, 2008: 84 yang mengadakan riset tentang
sistem kekebalan, riset ini menunjukkan bahwa hubungan pernikahan yang buruk dan dukungan sosial yang rendah memiliki akibat terhadap kesehatan seseorang.
Penelitian lain dilakukan oleh Kiecolt – Glaser dalam Aliyah, 2008: 84 menunjukkan bahwa pasangan pernikahan muda rata-rata 25 tahun yang memiliki
interaksi negatif atau permusuhan memiliki hubungan dengan bertambahnya tingkat norepinephrine, epinephrine, hormone pertumbuhan, dan ACTH yang kesemuanya
berfungsi pada sistem kekebalan tubuh, 24 jam setelah interaksi negatif. Menurut Thomas, dalam Aliyah, 2008: 84, individu yang merasa mereka
memiliki seseorang yang memberi keyakinan dan tempat berbagi pikiran dan